Jakarta, Aktual.co — Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan instalasi Informasi Teknologi perpustakaan pusat Universitas Indonesia. Terdakwa bekas Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid, Rabu (12/11), menghadapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam sidang, Jaksa menuntut lima tahun hukuman penjera terhadap bekas Wakil Rektor II bidang Administrasi Umum, Keuangan dan Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia itu. Jaksa menganggap, Tafsir terbukti menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada dalam kedudukan dan jabatannya sehingga memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi terkait proyek pengadaan dan pemasangan sistem teknologi informasi di Perpustakaan Pusat UI tahun anggaran 2010-2011.
“Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa Tafsir Nurchamid dengan pidana penjara selama lima tahun,” kata Jaksa KPK Abdul Basyir saat membacakan berkas tuntutan Tafsir, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Jaksa juga menuntut Tafsir dengan pidana denda sebesar Rp 500 juta. Bila tidak dibayar, maka tafsir mesti menggantinya dengan pidana kurungan selama lima bulan.
Pertimbangan memberatkan Tafsir adalah tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan mencederai citra UI sebagai lembaga pendidikan ternama di Indonesia, sebagai tenaga pendidik tidak mencerminkan teladan yang baik. Sementara keadaan meringankannya adalah belum pernah dihukum, mengembalikan pemberian diterima, menyesali perbuatan, sopan selama persidangan, dan menerima penghargaan sebagai dosen terbaik di UI.
Menurut jaksa, perbuatan Tafsir lebih tepat dijerat dengan dakwaan kedua. Yakni Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Menurut analisa hukum jaksa, Tafsir terbukti menyalahgunakan wewenang dengan mengarahkan supaya seluruh pengadaan di kampus kuning itu dilakukan melalui PT Makara Mas. Seluruh saham perusahaan itu milik UI.
Dalam pengadaan dan pemasangan sistem TI di Perpustakaan Pusat UI, Tafsir menyetujui keikutsertaan PT Makara Mas dalam proses lelang dengan meminjam nama PT Netsindo Interbuana. Pengadaan sistem teknologi informasi itu seluruhnya dibeli dari PT Dewi Perdana Internasional.
Tafsir juga dianggap terbukti menetapkan pagu anggaran pengadaan dan pemasangan TI sepihak. Yakni sebesar Rp 50 miliar, dibagi dalam beberapa kategori. Antara lain pengadaan perangkat TI sebesar Rp 21 miliar, pemasangan TI Rp 21 miliar, pembayaran pajak proyek Rp 5 miliar, dan disimpan di kas UI Rp 3 miliar.
“Tetapi penetapan pagu anggaran itu tidak melalui proses revisi rencana kerja tahunan, tanpa persetujuan Majelis Wali Amanat, serta tidak didasarkan atas analisa kebutuhan kampus dan hanya berdasarkan perkiraan terdakwa,” kata jaksa.
Jaksa juga menyebut proses pengadaan menyalahi Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012. Yakni Tafsir tidak membentuk panitia pengadaan dan melanggar proses administrasi. Dia bersama-sama dengan Donanta Dhaneswara, Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budisatrio alias Ibus, Cahrizal Sumabrata, Dedi Abdurahman Saleh, atas restu dari mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Sumantri, melaksanakan proyek secara bertentangan dengan aturan. Jaksa melanjutkan, proyek pengadaan dan pemasangan sistem TI itu tidak memiliki rencana induk.
Jaksa menambahkan, karena tidak memenuhi kualifikasi, akhirnya proses pengadaan dan pemasangan TI meleset dari perkiraan. Banyak barang-barang akhirnya tidak terpasang, atau terpasang dan berfungsi tapi tidak optimal. Dalam kasus ini, jaksa menyebut negara merugi Rp 13 miliar. Tetapi, Makara Mas menikmati keuntungan lebih Rp 1,1 miliar dari proyek ini.
Menurut jaksa, proyek TI Perpustakaan Pusat UI dibiayai oleh uang negara. Mereka juga menyatakan, UI sebagai lembaga pendidikan merupakan perpanjangan tangan negara. Maka dari itu, asas-asas pemerintahan negara dalam bidang pendidikan harus dilaksanakan sesuai ketentuan berlaku.
“Argumentasi saksi ahli Erman Radjagukguk diajukan penasihat hukum terdakwa terkait keuangan negara sungguh menyedihkan. Sebab, ahli mendasarkan pendapatnya dari pendapat sarjana-sarjana filsafat. Mestinya pendapat filsafat tidak dapat dipakai mengadili perkara hukum,” tambah jaksa.
“Terdakwa adalah Wakil Rektor yang membidangi Administrasi Umum, Keuangan, dan Sumber Daya Manusia. Tetapi malah membiarkan terjadinya penyimpangan berkali-kali dalam proses administrasi,” kata jaksa.
Jaksa juga menyatakan alibi dan penyangkalan Tafsir merasa diperdaya anak buah tidak berdasar dan mengingkari fakta hukum. Bahkan, dosen itu juga terbukti menikmati dan memperkaya diri sendiri dari proyek itu.
“Terdakwa telah memperkaya diri dengan menerima satu buah komputer personal Apple (iMac) dan satu buah komputer tablet iPad. Barang-barang itu berada dalam penguasaan terdakwa beberapa lama dan tanpa inisiatif mengembalikan. Barang-barang itu baru dikembalikan saat proses audit BPK dan penyelidikan KPK.”
Jaksa menyatakan, proses pengadaan dan pemasangan sistem TI di Perpustakaan UI tidak adil, kolutif, dan menyalahi aturan. Sebab, lanjut dia, Tafsir dengan sengaja melaksanakan proses pengadaan yang menyimpang.
Bekas Wakil Rektor Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid sebelumnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek instalasi infrastruktur IT Gedung Perpustakaan Pusat UI. Tafsir juga didakwa melakukan korupsi bersama-sama sejumlah orang, termasuk eks Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri.
Selain Gumilar, ada pula nama lain yang dianggap bersama-sama Tafsir melakukan korupsi. Yakni Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budsatrio, dan Dedi Abdul Rahmat.
Sementara, pihak-pihak lain yang dinilai jaksa telah diperkaya atas kasus dugaan korupsi proyek IT Perpustakaan Pusat UI ini, adalah Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budisatrio, Dedi Abdul Rahmat Saleh, Suparlan, Ahya Udin, Imam Ghozal, Baroto Setyono, Subhan Abdul Mukti, Agung Novian Arda, Rajender Kumar Kushi, Jachrizal Sumabrata, Harun Asiiq Gunawan Kaeni, Irawan Wijaya, Gumilar Rusliwa Somantri, Darsono, Ismail Yusuf, dan Fisy Amalia Solihati.
Atas perbuatannya, oleh jaksa, Tafsir didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu
Nebby