Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (tengah) didampingi Pejabat baru KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) dan Pejabat lama Marsekal TNI Agus Supriatna (kanan) melakukan salam komando seusai sertijab Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KASAU) di Taxi Way "Echo" Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (20/1/2017). Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengisi jabatan KASAU menggantikan Marsekal TNI Agus Supriatna yang memasuki masa pensiun. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com- DPR telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang pemberhentian dengan hormat Jenderal Gatot Nurmantyo dan pengangkatan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.

“Tadi pagi saya menerima Menteri Sekretaris Negara Prof Pratikno, menyampaikan surat dari Presiden tentang rencana pemberhentian dengan hormat Jenderal Gatot Nurmantyo dan pengangkatan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI yang baru,” jelas Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/12).

Fadli menjelaskan setelah pimpinan dewan menerima surat tersebut, langsung diserahkan kepada Kesekjenan DPR untuk di proses dan dijadwalkan hari ini akan digelar Rapat Pimpinan DPR lalu dilanjutkan dengan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

Pada surat Presiden tersebut juga disampaikan keinginan agar proses pergantian Panglima TNI tidak memakan waktu yang lama.

“Kami harapkan sebelum reses pada masa sidang ini, tapi nanti kami koordinasikan dengan Pimpinan Komisi I DPR dan fraksi-fraksi untuk diagendakan uji kelayakan dan kepatutan,” kata Fadli

Menurut Fadli dalam surat tersebut Presiden hanya mengajukan satu nama calon Panglima TNI. Fadli menilai hal itu sebagai hak prerogatif Presiden tetapi sesuai aturan Undang-Undang, calon Panglima TNI sudah pernah menjadi Kepala Staf.

“Kelihatannya alasannya karena memang persiapan untuk masa pensiun Pak Gatot. Hak prerogatif Presiden, yang jelas ketentuan UU yang menggantikan harus pernah menjadi kepala staf, artinya bisa KSAD, KSAU, KSAL,” tera ng Fadli.

Setiap surat dari Presiden kata dia akan dibacakan di Rapat Paripurna, setelah itu akan diserahkan pada komisi terkait dalam hal ini Komisi I DPR.

Kemudian Komisi I DPR akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan dan apabila disetujui maka bisa diambil keputusan di rapat paripurna.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs