Puluhan komunitas masyarakat yang tergabung dalam Jakarta melakukan aksi penggaalangan dan untuk korban asap didalam acara CFD, Bunderan HI, Jakarta, Minggu (18/10/2015). Dalam aksi penggalangan dana Jakarta Peduli Asap akan disumbangan keberbagai daerah yang terkena bencana kabut asap diantara lain, Riau, Jambi, Palangkaraya dan memberikan berapa masker, obat-obatan dan kaleng oksigen.

Jakarta, Aktual.com – Masyarakat diingatkan untuk menggunakan masker yang dapat memfiltrasi polutan dalam kegiatan di luar rungan untuk mengurangi dampak buruk polusi udara pada kesehatan tubuh.

Apalagi berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada 2016, kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Bandung merupakan dua kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara.

“Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap penggunaan masker yang tidak tepat dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk terhadap kesehatan,” ujar Manajer Divisi Kesehatan Konsumen PT 3M Indonesia Yunadi Aulia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (2/2).

Menurut Yunadi, saat ini banyak masyarakat khususnya para komuter atau orang yang setiap hari melakukan perjalanan jauh dari rumah ke kantor dan sebaliknya, kerap menggunakan masker yang belum efektif sebagai upaya perlindungan diri dari polutan.

Penggunaan masker yang tepat, kata dia, harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhannya, misalnya masker karbon untuk memfiltrasi debu, polusi kendaraan dan bau tidak sedap.

“Masker karbon mampu membantu melindungi para pengguna dari partikel besar, debu dan bau tidak sedap, termasuk emisi gas buang kendaraan bermotor,” ucap Yunadi.

Dari sejumlah 1,4 juta masyarakat penglaju dari dan keluar Jakarta, terdapat 58 persen menggunakan kendaraan roda dua dan 30 persen menggunakan transportasi umum.

Hal tersebut menjadikan sebagian besar dari mereka terpapar gas buang kendaraan dan bau yang tidak sedap, khususnya di area kemacetan atau padat kendaraan.

Pada semester satu tahun 2016, level polusi di kota-kota besar Indonesia mengalami kenaikan sebanyak 4,5 kali lipat lebih buruk dari standar yang ditetapkan oleh WHO.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: