RAPBN 2016 (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com – Fraksi Golkar ajukan enam catatan terhadap RAPBN 2016 yang disodorkan pemerintah. Enam catatan itu diajukan Golkar sebagai syarat jika pemerintah ingin fraksi partai berlambang beringin itu menyetujui pembahasan RAPBN 2016 dibawa ke tingkat II dalam rapat paripurna untuk menjadi Undang-Undang.

“Apabila pemerintah menyepakati enam catatan fraksi Golkar, maka kami akan menyetujui,” kata Juru bicara F-Golkar, Fernandez, di Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kamis (29/10).

Berikut enam catatan F-Golkar:

1. Politik Anggaran APBN 2016 tidak pro-rakyat; Terlihat dari pemasukan pajak turun tapi pos pengeluaran membengkak sisi lain kesejahteraan rakyat menurun dan pengangguran naik.

2. Meminta penyelesaian hutang negara yang jatuh tempo, sehingga pelaksanaan APBN 2016 harus sungguh-sungguh dan terkontrol.

3. Tidak ada usaha keras untuk mengurangi pemakaian BBM tapi juga tidak ada riset yang mengarah pada pengembangan energi baru terbarukan.

4. BUMN mendapat alokasi PMN yang sangat besar sedangkan anggaran di bidang pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan dan infrastruktur pedesaan relatif kecil, Jadi FPG meminta pemerintah tidak memaksakan PMN untuk BUMN apalagi target pajak mereka dan penerimaannya tidak tercapai.

Alokasi dana-dana tersebut FPG meminta untuk dialokasikan ke program pro-rakyat seperti dana desa yang Rp1 miliar setiap desa, pemberian subsidi bunga pinjaman untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), peningkatan subsidi pupuk dll.

5. FPG sebagai inisiator anggaran dana desa, mengingatkan pengawasan penggunaan dana desa yang ketat dan cermat agar tidak dimanfaatkan untuk tujuan politik tertentu dan berpotensi sebagai lahan korupsi baru.

6. Perlambatan penerimaan pajak yang sampai akhir Oktober 2015 hanya mencapai 57persen dari target Rp1,295 T dan kemungkinan hanya akan mencapai 80persen dari rencana tahun 2015. Sehingga FPG mengingatkan untuk melakukan perubahan pengurangan PAGU anggaran total sehingga lebih realistis dan lebih sehat. Kalau pemerintah tidak melakukan akan menyebabkan defisit anggaran membengkak. Kalau defisit ditutup dengan hutang maka membahayakan dalam hal rasio hutang dan bisa melanggar UU.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang