Megawati dan Presiden Joko Widodo (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Presiden RI Ke 5 Megawati Soekarnoputri menilai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sangatlah penting sebagai pedoman mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.

Bahkan, Ketua Umum PDIP ini mengatakan partainya pun memiliki haluan yang berpedoman pada pola pembangunan semesta berencana era Presiden Soekarno.

“Betapa pentingnya sebagai bangsa kita mempunyai haluan negara. Meskipun sebuah partai yang mengikuti pemikiran Bung Karno pada waktu itu pola pembangunan semesta berencana,” ujar Megawati dalam pidatonya di acara ‘Konvensional Haluan Negara’ di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (30/3).

Megawati pun mengajak Ketua MPR Zulkifli Hasan untuk berembuk membahas wacana menghidupkan kembali GBHN. Menurutnya, suatu bangsa yang mengetahui arah dan tujuan berbangsa bernegara semestinya memiliki suasana kebatinan yang progressif.

“Kita harus berpikir ulang kemana tujuan bangsa,” katanya.

Megawati mengungkapkan sejak reformasi ’98 sebetulnya begitu kuat keinginan luar untuk menyisipkan agenda liberalisasi masuk dalam sendi kehidupan bernegara. Bahkan, ia mengakui sering dibully sebagai presiden era reformasi.

“Saya sering dibully karena saya di anggap presiden reformasi. Padahal saya kebagian presiden tap MPR,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Mega bercerita bahwa dirinya bingung dan merasa lucu dengan ketetapan MPR.

“Waktu itu tapnya saya sendiri bingung. Nomor satu mengurutkan lembaga MPR tertinggi lucu deh ini. Kemudian pemisahan TNI dan Polri. Saya waktu itu yaudah deh tap MPR pisah aja. Pak Tri dulu marah-marah ke saya kenapa di pisah. Loh tap MPR yang misah bukan saya. Ketika saya di bilang presiden reformasi bingung bukan. Saya masih menjalankan tap MPR terakhir,” bebernya.

Dalam perbaikan haluan negara, Megawati juga menyinggung masalah otonomi daerah. Menurutnya, hingga saat ini pun masyarakat daerah tak sejahtera.

“Nah ini otonomi daerah gimana. Sampai sekarang enggak ada kmajuan. Paling yang punya pertambangan di ekplatasi. Nah kalau semua di ekplatasi anak cucu kita mau dapat apa ya ?,”

“Harusnya kehidupan ini di rencanakan dengan prioritas,” pungkasnya.

Selain itu, Mega juga menyinggung masalah kesehatan, berdikari dalam pangan, serta minimnya anggaran untuk riset yang tersedia di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Megawati mengaku pernah melobi Presiden Joko Widodo untuk menambah anggaran untuk riset tersebut. Sebab, anggaran yang disediakan untuk riset selama ini selalu tak lebih dari 1 persen.

“Saya pernah minta ke Pak Jokowi supaya anggaran riset ditambah. ‘Ditambah berapa, Bu?’, lima persen, ‘loh, kok banyak banget?’,

“Saya minta 5 persen, kan siapa tahu dikasihnya 2,5 persen,” ucap Megawati.

Sebagai penutup, Megawati menambahkan intinya semua harus bermuatan perencanaan dan harus menjadi nilai untuk mencapai cita-cita bangsa.

“Ada tripola pola pembangunan, pola biaya, pola proyek. Artinya politik pangan dalam narasi ideologi di sebut agar Indonesia berdikari dalam pangan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: