Yudi Latif
Yudi Latif

Memahami Minds” adalah artikel inspiratif karya Cendikiawan Muslim, Yudi Latif yang disadur dari instagram pribadinya.

Saudara-saudara, sudah menjadi kebiasaan umum untuk mengaitkan nalar (reason) dengan otak, sementara perasaan (emotion) dikaitkan dengan hati. Padahal, baik nalar maupun emosi merupakan bagian dari kejiwaan (mind) dengan organ tubuh yang sama, yakni otak.

Cara kita memahami mind manusia dan makhluk lain digambarkan secara komprehensif dalam buku “The Book of Minds” karya Philip Ball (2022).

Secara metafora, otak adalah perangkat keras (hardware) dari komputer manusia, sementara perangkat lunaknya (software) adalah pikiran (mind). Pikiran bukanlah ‘roh’ dalam mesin tubuh. Pikiran tidak bisa dipisahkan dari tubuh, termasuk otak, tetapi bisa dibedakan.

Pikiran terbentuk karena hasil interaksi antara struktur otak manusia dengan lingkungan belajarnya. Kapasitas otak manusia hampir tidak berubah sejak zaman berburu dan meramu, tetapi pikiran manusia telah mengalami banyak perubahan hingga mampu menjelajahi luar angkasa, karena pengaruh dari lingkungan belajar.

Pengaruh lingkungan belajar pada pikiran terlihat pada emosi seperti rasa takut. Setiap orang normal memiliki rasa takut, tetapi apa yang ditakuti dipengaruhi oleh lingkungannya. Di Jawa, orang bisa takut akan kematian karena sejak kecil terpapar dengan narasi tentang pocong. Di Tanah Toraja, orang bisa hidup serumah dengan mayat karena lingkungan belajarnya berbeda.

Segala sesuatu yang memiliki pengalaman merasakan dikatakan memiliki pikiran. Dengan itu, manusia bisa mengingat. Setiap makhluk yang memiliki pengalaman merasakan juga memiliki hak.

Selain itu, pikiran juga memiliki kemampuan untuk bertindak (agency): menalar, merencanakan, berkomunikasi, mengarahkan, dan mendorong tindakan. Setiap makhluk yang memiliki kapasitas untuk bertindak memiliki tanggung jawab.

Hingga tingkat tertentu, ada juga hewan yang memiliki kemampuan merasakan dan bertindak. Perbedaannya, pikiran manusia memiliki kesanggupan untuk memiliki kehendak bebas (free will), motif, dan imajinasi yang lebih luas. Oleh karena itu, tindakan manusia juga dinilai dari motif dan kemampuannya untuk memilih serta konsekuensinya.

Dibandingkan dengan hewan, pikiran manusia umumnya lebih unggul dalam kecerdasan sosial (social intelligence). Saat hominid mulai berdiri tegak, ancaman dari predator menjadi lebih banyak. Ini memicu kebutuhan untuk belajar berkolaborasi. Kapasitas kecerdasan sosialnya menjadi lebih kuat berkat pengembangan bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengembangkan keterampilan empati: kolaborasi dan komunikasi.

(Edisi EduLatif No. 21)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan