Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menyatakan dukungannya secara moril terhadap evaluasi kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Keberadaan DPD RI perlu dievaluasi secara menyeluruh terkait kewenangannya selama ini.

“Sekarang momentum yang tepat penguatan DPD RI. Setelah hampir 12 tahun DPD RI berdiri dan kita bisa evaluasi keberadannya namun ada masalah pada kewenangannya yang tidak jelas,” terang Jimly dalam diskusi dan tukar pendapat dengan sejumlah anggota DPD di Jakarta kemarin.

Diskusi yang menghadirkan Yudi Latif dan dihelat Gerakan Nasional Penguatan DPD diikuti sejumlah anggota DPD. Diantaranya Asri Anas, Darmayanti Lubis, Nurmawati D. Bantilan, Syafrudin Atasoge, Ahmad Kanedi, Eni Sumarni, Novita Anakota, Denty Eka Widi Pratiwi, Anna Latuconsina dan Aji M Mirza Wardana serta para staf ahli DPD RI.

Disampaikan Jimly, menjadi anggota DPD lebih sulit dibandingkan DPR RI. Dukungan diperolehnya juga lebih besar dibandingkan DPR RI, disamping biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, menjadi tidak fair jika membiarkan kewenangan DPD RI seperti sekarang ini.

“Sekarang DPR punya banyak masalah. Ada joke lebih baik DPD dibubarkan atau diperkuat. Ini pernyataan memancing tetapi tidak tepat DPD dibubarkan,” jelasnya.

Alasan Jimly, sistem negara kita sangat kompleks dengan luas wilayah yang juga besar dan penduduk beragam. Sehingga butuh double representase terkait keterwakilan ganda melalui DPR yakni partai politik dan sistem teritorial kedaerahan DPD.

MPR RI pada masa Orde Baru ada anggota parlemen dari utusan golongan untuk mengakomodir kalangan minoritas. Jika amandemen UUD 45 tentang penguatan DPD RI dilaksanakan maka tak ada salahnya memasukkan kembali Utusan Golongan ke dalam MPR RI atau bergabung dengan DPD RI.

Meski ditekankan dia ada perbedaan Utusan Golongan dulu dan saat ini. Jika dulu Utusan Golongan langsung ditunjuk Presiden, nantinya jika disetujui Utusan Golongan berasal dari kelompok masyarakat atau Ormas kaum minoritas.

Mekanisme pemilihan Utusan Golongan, tambah Jimly, dilakukan pada komunitas masing-masing. Misalnya utusan buruh terlebih dahulu melakukan konvensi di organisasinya untuk memilih siapa wakil buruh. begitu juga organisasi petani, nelayan, pers, dokter dan sebagainya bisa punya utusan golongan.

“Patut dipertimbangkan pula TNI dan Polri, karena mereka tidak ada hak pilih dan memilih (di Pemilu),” kata dia.

Utusan Golongan ini petlu dibahas dalam rangka penguatan kewenangan DPD RI dalam Amandemen UUD 45. Jika saat ini anggota DPD RI ada 4 orang dari setiap provinsi maka bisa jadi anggota DPD bertambah menjadi lima orang dari utusan golongan.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby