Menyusul tersingkirnya pasangan AHY-Sylvi pada putaran pertama Pilgub DKI Jakarta, ternyata tidak otomatis partai-partai Islam bersatu merapatkan barisan menghadapi Ahok-Djarot. Benarkah inti soal hanya seputar ego sektoral antarpartai-partai berbendera Islam seperti PAN, PKB, PPP dan PKS? Seharusnya tidak seperti itu, kalau menelisik kembali ke belakang ketika Amien Rais berhasil menggalang aliansi strategis partai-partai Islam menjegal Megawati, dan mengusung Abdurrahman Wahid sebagai presiden pada Sidang Umum MPR 1999.
Tapi ya itu tadi, persekutuan antarpartai Islam kalaupun kerap terjadi, bukan lahir dari kesadaran dan perencanaan strategis dari dalam tubuh partai-partai Islam itu sendiri. Sehingga dengan mudah bisa dimainkan. Artinya, bersatu ataupun dipecah, selalu bukan atas dasar prakarsa partai-partai Islam itu sendiri.
Berdasarkan penelisikan tim riset Aktual, ternyata design besar untuk memecah-belah persatuan dan persenyawaan umat Islam, memang sudah ditanam benihnya di bumi nusantara sejak jauh-jauh hari.
Ada sebuah dokumen penting yang berhasil ditemukan tim riset Aktual pada Desember 2004, yang dibuat oleh Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council) atau NIC bertajuk Mapping The Global Future. Tugas NIC ialah meramal masa depan dunia.
Tajuk NIC di atas pernah dimuat USA Today, 13 Februari 2005 — juga dikutip oleh Kompas edisi 16 Februari 2005. Hanya saja, fakta-fakta di dalamnya tidak dikembangkan sebagai indikasi adanya perencanaan strategis untuk memecah-belah umat Islam. Mungkin karena media-media besar kala itu masih eforia soal pemboman gedung World Trade Center dan Pentagon pada September 2001.
Padahal, isi dokumen tersebut amat penting untuk membaca rencana strategis yang ada di benak para perancang kebijakan keamanan nasional di Washington.
Inti laporan NIC tentang perkiraan situasi tahun 2020-an. Rinciannya ialah sebagai berikut: (1) Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia, dengan China dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia; (2) Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS; (3) A New Chaliphate: Bangkitnya kembali Khilafah Islamiyah, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat; dan (4) Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (phobia). Yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia — kekerasan akan dibalas kekerasan.
Kalau kita mau jujur, ke-empat perkiraan NIC kini riil mendekati kebenaran terutama jika publik mengikuti “opini global” bentukan media mainstream yang dikuasai oleh Barat.
Isi dokumen NIC di atas menyertakan pandangan 15 Badan Intelijen dari kelompok Negara Barat. Tahun 2008 dokumen ini direvisi kembali tentang perkiraan atas peran AS pada tata politik global. Judulnya tetap Mapping The Global Future, cuma diubah sedikit terutama hegemoni AS era 2015-an diramalkan bakal turun meski kendali politik masih dalam cengkeraman.
Tahun 2007, Rand Corporation, sebuah badan kajian strategis yang disponsori Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon), menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks, yang juga didanai oleh Smith Foundation. Dokumen terakhir ini memuat langkah-langkah membangun Jaringan Muslim Moderat pro-Barat di seluruh dunia. Baik Rand maupun Smith Foundation, keduanya adalah lembaga berafiliasi Zionisme Internasional dimana para personelnya merupakan bagian dari Freemasonry-Illuminati, sekte Yahudi berkitab Talmud.
Gerakan tersebut memakai sebutan “Komunitas Internasional” mengganti istilah Zionisme Internasional. Maksudnya selain menyamar, atau untuk mengaburkan, juga dalam rangka memanipulasi kelompok negara non Barat dan non Muslim lain. Pada gilirannya, kedua dokumen tadi diadopsi oleh Pentagon dan Departemen Luar Negeri sebagai basis kebijakan Pemerintah AS di berbagai belahan dunia.
Berikut ialah inti resume dari Agenda dan Strategi Pecah Belah yang termuat pada kedua dokumen tersebut, antara lain:
Pertama, Komunitas Internasional menilai bahwa Dunia Islam berada dalam frustasi dan kemarahan, akibat periode keterbelakangan yang lama dan ketidak-berdayaan komparatif serta kegagalan mencari solusi dalam menghadapi kebudayaan global kontemporer;
Kedua, Komunitas Internasional menilai bahwa upaya umat Islam untuk kembali kepada kemurnian ajaran adalah suatu ancaman bagi peradaban dunia modern dan bisa mengantarkan kepada Clash of Civilization (Benturan Peradaban);
Ketiga, Komunitas Internasional menginginkan Dunia Islam yang ramah terhadap demokrasi dan modernitas serta mematuhi aturan-aturan internasional untuk menciptakan perdamaian global;
Keempat, Komunitas Internasional perlu melakukan pemetaan kekuatan dan pemilahan kelompok Islam untuk mengetahui siapa kawan dan lawan, serta pengaturan strategi dengan pengolahan sumber daya yang ada di Dunia Islam;
Kelima, Komunitas Internasional mesti mempertimbangkan dengan sangat hati-hati terhadap elemen, kecenderungan, dan kekuatan-kekuatan mana di tubuh Islam yang ingin diperkuat; apa sasaran dan nilai-nilai persekutuan potensial yang berbeda; siapa akan dijadikan anak didik; konsekuensi logis seperti apa yang akan terlihat ketika memperluas agenda masing-masing; dan termasuk resiko mengancam, atau mencemari kelompok, atau orang-orang yang sedang dibantu oleh AS dan sekutunya;
Keenam, Komunitas Internasional membagi Umat Islam ke dalam Empat Kelompok, yaitu:
(1) Fundamentalis: kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam;
(2) Tradisionalis: kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya;
(3) Modernis: kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas;
(4) Sekularis: kelompok masyarakat Islam Sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara.
Ketujuh, Komunitas Internasional menetapkan strategi terhadap tiap-tiap kelompok, sebagai berikut:
1) Mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis dengan tata cara sebagai berikut: (a) menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidak-akuratannya; (b) mengungkap keterkaitan mereka dengan kelompok-kelompok dan aktivitas-aktivitas illegal; (c) mengumumkan konsekuensi dari tindak kekerasan yang mereka lakukan; (d) menunjukkan ketidak-mampuan mereka untuk memerintah; (e) memperlihatkan ketidak-berdayaan mereka mendapatkan perkembangan positif atas negara mereka dan komunitas mereka; (f) mengamanatkan pesan-pesan tersebut kepada kaum muda, masyarakat tradisionalis yang alim, kepada minoritas kaum muslimin di Barat, dan kepada wanita; (g) mencegah menunjukkan rasa hormat dan pujian akan perbuatan kekerasan kaum fundamentalis, ekstrimis dan teroris; (h) kucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan; (i) mendorong para wartawan untuk memeriksa isue-isue korupsi, kemunafikan, dan tak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris; (j) mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis.
2) Beberapa aksi Barat memojokkan kaum fundamentalis adalah dengan menyimpangankan tafsir Al-Qur’an, contoh: mengharaman poligami pada satu sisi, namun menghalalkan perkawinan sejenis di sisi lain; mengulang-ulang tayangan aksi-aksi umat Islam yang mengandung kekerasan di televisi, sedang kegiatan konstruktif tidak ditayangkan; kemudian “mengeroyok” dan menyerang argumen narasumber dari kaum fundamentalis dengan format dialog 3 lawan 1 dan lainnya; lalu mempidana para aktivis Islam dengan tuduhan teroris atau pelaku kekerasan dan lain-lain.
3) Mendorong kaum tradisionalis untuk melawan fundamentalis, dengan cara: (a) dalam Islam tradisional ortodoks banyak elemen demokrasi yang bisa digunakan counter menghadapi Islam fundamentalis yang represif lagi otoriter; (b) menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme yang dilakukan kaum fundamentalis; (c) memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis; (d) mencegah aliansi kaum tradisionalis dan fundamentalis; (e) mendorong kerja sama agar kaum tradisionalis lebih dekat dengan kaum modernis; (f) jika memungkinkan, kaum tradisionalis dididik untuk mempersiapkan diri agar mampu berdebat dengan kaum fundamentalis, karena kaum fundamentalis secara retorika sering lebih superior, sementara kaum tradisionalis melakukan praktek politik “Islam pinggiran” yang kabur; (g) di wilayah seperti di Asia Tengah, perlu dididik dan dilatih tentang Islam ortodoks agar mampu mempertahankan pandangan mereka; (h) melakukan diskriminasi antara sektor-sektor tradisionalisme berbeda; (i) memperuncing khilafiyah yaitu perbedaan antar madzhab dalam Islam, seperti Sunni – Syiah, Hanafi – Hambali, Wahabi – Sufi, dll; (j) mendorong kaum tradisionalis agar tertarik pada modernisme, inovasi dan perubahan; (k) mendorong mereka untuk membuat isu opini-opini agama dan mempopulerkan hal itu untuk memperlemah otoritas penguasa yang terinspirasi oleh paham fundamentalis; (l) Mendorong popularitas dan penerimaan atas sufisme;
4) Mendukung sepenuhnya kaum modernis, dengan jalan: (a) menerbitkan dan mengedarkan karya-karya mereka dengan biaya yang disubsidi; (b) mendorong mereka untuk menulis bagi audiens massa dan bagi kaum muda; (c) memperkenalkan pandangan-pandangan mereka dalam kurikulum pendidikan Islam; (d) memberikan mereka suatu platform publik; (e) menyediakan bagi mereka opini dan penilaian pada pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dari interpretasi agama bagi audiensi massa dalam persaingan mereka dengan kaum fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki Web Sites, dengan menerbitkan dan menyebarkan pandangan-pandangan mereka dari rumah-rumah, sekolahan, lembaga-lembaga dan sarana lainnya; (f) memposisikan sekularisme dan modernisme sebagai sebuah pilihan “counterculture” kaum muda Islam yang tidak puas; (g) memfasilitasi dan mendorong kesadaran akan sejarah pra-Islam dan non-Islam dan budayanya, di media dan di kurikulum dari negara-negara yang relevan; (h) membantu dalam membangun organisasi-organisasi sipil independen, untuk mempromosikan kebudayaan sipil (civic culture) dan memberikan ruang bagi rakyat biasa untuk mendidik diri sendiri mengenai proses politik dan mengutarakan pandangan-pandangan mereka.
Beberapa bukti tindakan program ini misalnya mengubah kurikulum pendidikan di pesantren-pesantren dengan biaya dari Barat, kemudian menghembuskan dogma “Time is Money – dengan pengeluaran sekecil-kecilnya menghasilkan pendapatan sebesar-besarnya”.
5) Tempo doeloe, pernah dalam mata pelajaran PMP dtampilkan gambar rumah ibadah masing-masing agama dengan tulisan dibawahnya: “semua agama sama”.
Mendirikan berbagai LSM yang bergerak dibidang kajian filsafat Islam, menyebar artikel dan tulisan produk LSM yang dibiayai Amerika. Intinya menyimpulkan bahwa semua agama adalah hasil karya manusia dan merupakan peradaban manusia. Tujuannya tak lain guna menggoyah keyakinan beragama, termasuk mendanai beberapa web site di dunia maya dan lainnya.
6) Mendukung secara selektif kaum sekularis, dengan cara: (a) mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai musuh bersama; (b) mematahkan aliansi dengan kekuatan-kekuatan anti Amerika berdasarkan hal-hal seperti nasionalisme dan ideologi kiri; (c) mendorong ide bahwa dalam Islam, agama dan negara dapat dipisahkan dan hal ini tidak membahayakan keimanan tetapi malah akan memperkuat.
7) Untuk menjalankan Building Moderate Muslim Networks, AS dan sekutu menyediakan dana bagi individu dan lembaga-lembaga seperti LSM, pusat kajian di beberapa universitas Islam maupun universitas umum lain, serta membangun jaringan antar komponen untuk memenuhi tujuan-tujuan AS. Contoh keberhasilan membangun jaringan ini ketika mensponsori Kongres Kebebasan Budaya (Conggress of Cultural Freedom), dimana pertemuan ini berhasil membangun komitmen antar elemen membentuk jaringan anti komunis.
Hal serupa juga dilakukan dalam rangka membangun jaringan anti Islam. Kemudian membangun kredibilitas semu aktivis-aktivis liberal pro-Barat, demi tercapai tujuan utama memusuhi Islam secara total. Bahkan apabila perlu, sikap tidak setuju atas kebijakan AS sesekali diperlihatkan para aktivisnya seolah-olah independen, padahal hanya tampil pura-pura saja.
AS dan sekutu sadar, bahwa ia tengah terlibat dalam suatu peperangan total baik fisik (dengan senjata) maupun ide. Ia ingin memenangkan perang dengan cara: “ketika ideologi kaum ekstrimis tercemar di mata penduduk tempat asal ideologi itu dan di mata pendukung pasifnya”.
Ini jelas tujuan dalam rangka menjauhkan Islam dari umatnya. Muaranya adalah membuat orang Islam supaya tak berperilaku lazimnya seorang muslim.
Pembangunan jaringan muslim moderat ini dilakukan melalui tiga level, yaitu: (a) menyokong jaringan-jaringan yang telah ada; (b) identifikasi jaringan dan gencar mempromosi kemunculan serta pertumbuhannya; (c) memberikan kontribusi untuk membangun situasi dan kondisi bagi berkembangnya sikap toleran dan faham pluralisme.
Sebagai pelaksana proyek, Departemen Luar Negeri AS dan USAID telah memiliki mandat dan menunjuk kontraktor pelaksana penyalurkan dana dan berhubungan dengan berbagai LSM, dan para individu di negeri-negeri muslim yaitu National Endowment for Democracy (NED), The International Republican Institute (IRI) The National Democratic Institute (NDI), The Asia Foundation (TAF), dan The Center for Study of Islam and Democracy (CSID).
Pada fase pertama, membentuk jaringan muslim moderat difokuskan pada organisasi bawah tanah, dan kemudian setelah melalui penilaian AS selaku donatur, ia bisa ditingkatkan menjadi jaringan terbuka.
Adapun kelompok-kelompok yang dijadikan sasaran perekrutan dan anak didik adalah : (a) akademisi dan intelektual muslim liberal dan sekuler; (b) cendikiawan muda muslim yang moderat; (c) kalangan aktivis komunitas; (d) koalisi dan kelompok perempuan yang mengkampanye kesetaraan gender; (e) penulis dan jurnalis moderat.
Para pejabat Kedutaan Amerika di negeri-negeri muslim harus memastikan bahwa kelompok ini terlibat, dan sesering mungkin melakukan kunjungan ke Paman Sam. Adapun prioritas pembangunan jaringan untuk muslim moderat ini diletakkan pada sektor: (a) Pendidikan Demokrasi. Yaitu dengan mencari pembenaran nash dan sumber-sumber Islam terhadap demokrasi dan segala sistemnya; (b) dukungan oleh media massa melakukan liberalisasi pemikiran, kesetaraan gender dan lainnya — yang merupakan “medan tempur” dalam perang pemikiran melawan Islam; (c) Advokasi Kebijakan. Hal ini untuk mencegah agenda politik kelompok Islam.
AS dan sekutu sadar bahwa ide-ide radikal berasal dari Timur Tengah dan perlu dilakukan “arus balik” yaitu menyebarkan ide dan pemikiran dari para intelektual moderat dan modernis yang telah berhasil dicuci otak dan setuju westernisasi yang bukan berasal dari Timur Tengah, seperti Indonesia dan lainnya. Tulisan dan pemikiran moderat dari kalangan di luar Timur Tengah harus segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kemudian disebarkan di kawasan Timur Tengah.
Agaknya inilah jawaban, kenapa Indonesia seringkali dijadikan pertemuan para cendikiawan dan intelektual muslim dari berbagai negara yang disponsori AS dan negara Barat lain. Banyak produk baik tulisan maupun film diproduksi “Intelektual Islam Indonesia”, kemudian disebarkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab. Semua bantuan dana dan dukungan politik ini tujuannya guna memecah-belah umat Islam.
Seperti berkembang banyak LSM memproduk materi-materi dakwah atau fatwa namun isinya justru “menjerumuskan” Islam, termasuk munculnya banyak tokoh liberal sebagai opinion maker di tengah masyarakat, merupakan isyarat bahwa konspirasi menghancur Islam itu ada, nyata dan berada (existance). Yang paling memprihatinkan, justru jurus pecah belah dilakukan menggunakan tangan-tangan (internal) kaum muslim itu sendiri di negara tempat mereka lahir, tumbuh dan dibesarkan, sedang mereka “tak menyadari” telah menjadi penghianat bagi bangsa, negara dan agamanya!
Tim Riset Aktual