Strategi geopolitik Arab Saudi amankan jalur sutra. (ilustrasi/aktual.com)

Mencermati kunjungan Raja Salman Arab Saudi,  ada hal yang luput dari pantauan para pengamat internasional, yaitu apa agenda strategis Arab Saudi yang sesungguhnya ke Indonesia, Jepang, dan Cina.  Sorotan umumnya hanya pada soal ekonomi dan urusan haji.

Mengapa Arab Saudi kali ini begitu fokus menyasar Asia Timur dan Asia Tenggara? Sejak terjadinya pergeseran sentra geopolitik dari Asia Tengah dan TImur Tengah ke Asia Pasifik, telah bangkit tiga negara sebagai kekuatan baru yaitu  India, Cina dan Rusia.

Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) menyambut Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud (ketiga kanan) saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (1/3). Kunjungan kenegaraan Raja Salman pada 1-9 Maret ke Indonesia diharapkan menjadi momentum untuk mendorong investasi dari Timur Tengah. ANTARA FOTO/Setpres/Agus Suparto/wsj/kye/17.
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) menyambut Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud (ketiga kanan) saat tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (1/3). Kunjungan kenegaraan Raja Salman pada 1-9 Maret ke Indonesia diharapkan menjadi momentum untuk mendorong investasi dari Timur Tengah. ANTARA FOTO/Setpres/Agus Suparto/wsj/kye/17.

Maka itu, agaknya rangkaian kunjungan Raja Salman ke Jepang, Indonesia dan Cina,  tidak bisa dibaca sebagai persoalan ekonomi belaka. Ada sasaran geopolitik yang melatarinya.

kalau kita baca secara geopoltik, sebagai negara di Timur Tengah  yang sekian lama berada dalam orbit pengaruh Kerajaan Inggris pasca Perang Dunia I,  pastinya Arab Saudi sadar betul bahwa Jepang-Cina-Indonesia merupakan mata-rantai penting dari Jalur Sutra. Sehingga perlu dirangkul sebagai bagian dari kebijakan Arab Saudi membangun kerjasama yang terintegrasi dan strategis dengan India, Cina dan Rusia.

Sekadar informasi, kerjasama strategis Cina-Rusia dalam payung Shangai Cooperation Organization (SCO) pada 2001, sejatinya adalah untuk mengawal kawasasn Asia Tengah, yang merupakan lintasan Jalur Sutra, agar tidak dikuasai Amerika Serikat dan Blok Eropa Barat. Dengan begitu, Cina merupakan mata-rantai dan bahkan hulu dari Jalur Sutra.

Berdasar penelusuran di berbagai sumber bacaan, jalur sutra melegenda semenjak abad ke-2 hingga abad ke-19, bahkan sampai sekarang. Ia  membentang sepanjang 7000-an kilometer dari Cina, Asia Tengah sampai ke Eropa. Terdiri atas banyak cabang. Tetapi secara garis besar terdapat tiga jalur utama di utara, di tengah dan di selatan :

(1) Jalur Utara : terhubung antara Cina – Eropa hingga Laut Mati melalui Urumqi dan Lembah Fergana; (2) Jalur Tengah : Cina – Eropa hingga tepian Laut Mediterania, melalui Dun-huang, Kocha, Kashgar, menuju Persia/Iraq; (3) Jalur Selatan : Cina – Afghanistan, Iran dan India melalui Dun-huang dan Khotan menuju Bachtra dan Kashmir. Itulah awal dikenal atau sebutan Jalur Sutra.

Bagaimana cara pandang Arab Saudi memandang Indonesia secara geopolitik? Sama juga, masih dalam kerangka Jalur Sutra.  Sebab kini, jalur Sutra telah diklaim meluas melewati Selat Malaka, Lautan India, Teluk Aden dan masuk ke Laut Mediterania via Laut Merah – Terusan Suez dan seterusnya. Konsekuensi yang timbul ialah komoditas dagang  dan Sumberdaya Alam dari negara-negara yang dilewati Jalur Sutra pun semakin beragam, seperti emas, minyak, rempah-rempah, besi, gading, tanaman dan lain-lainnya.

Itulah sebabnya Arab Saudi memandang Asia dan Afrika Utara sama strategisnya untuk masuk dalam orbit pengaruhnya. Sebab menurut avid Rockefeller, jalur itu melintas antara Maroko (Afrika Utara) hingga perbatasan Cina dan Rusia.

Dengan begitu, maka Jalur Sutra yang membujur di antara Cina dan perbatasan Rusia – via UTARA melalui Kyrgystan, Kazakhtan, Uzbekistan, Turmeniztan, Iran, Iraq, SYRIA, Turki dan selanjutnya terus ke Benua Eropa; sedang via SELATAN membentang antara Cina, India, Pakistan, Afghanistan, Iran, Iraq, SYRIA, Mesir dan terus berlanjut ke negara-negara Afrika Utara hingga Maroko.

Titik pisah kedua Jalur Sutra Benua (Utara dan Selatan) adalah SYRIA.  Termasuk jalur (tambahan atau pengembangan) melalui perairan adalah via Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Lautan Hindia, Laut Merah, dan Laut Mediterania sebagaimana diurai di atas tadi.

Dengan kata lain, jalur ini membentang antara perbatasan Rusia-Cina yang  dimulai dari Xinjiang, Cina hingga Maroko, ia dikenal sebagai “jalur basah” karena faktor SDA melimpah ruah.

Sir Harold Mackinder, pakar geopolitik Inggris yang hidup antara 1847-1947  menyebut dalam teorinya bahwa Heartland atau daerah jantung dunia dan World Island. Barang siapa mengendalikan kawasan in (Jalur Sutra), maka identik (menguasai) memimpin dunia. Tidak kalah penting adalah letak serta posisi The Silk Road yang seakan-akan menjadi pemisah antara dua peradaban yakni Barat dan Timur. Inilah spesifikasi geopolitik jalur tersebut.

Kajian Mackinder mengklasifikasi  empat kawasan terkait ajaran geopolitik. Pertama adalah Heartland atau World Island. Kawasan ini mencakup Asia Tengah dan Timur Tengah (World Island). Kedua ialah Marginal Lands yaitu Eropa Barat, Asia Selatan dan (sebagian) Asia Tenggara dan sebagian daratan Cina. Ketiga disebut Desert atau Afrika Utara. Sedang kawasan terakhir (keempat) dinamai Island or Outer Continents yang meliputi Benua Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia.

Kalau kita cermati secara seksama, klasifikasi Mackinder itu pada perkembangannya merupakan negara-negara jajahan Inggris hingga berakhirnya Perang Dunia II. Di World Island, Inggris peraktis menguasai seluruh kawasan Timur Tengah menyusul runtuhnya Dinasti Usmani seusai Perang Dunia I. Adapun Marginal Island yang meliputi Eropa Barat, Asia Selatan dan sebagian Asia Tenggara, Inggris praktis berhasil menjajah India, Pakistan dan Sri Lanka di Asia Selatan, dan beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Myanmar dan Singapura.

Adapun Desert, Afrika Utara atau Maghribi, Inggris berbagi kekuasaan menjajah beberapa negara di Afrika Utara tersebut seperti Nigeria, Sinegal, Mesir, Tunisia, Maroko dan Aljazair.

Melalui gambaran tadi, nampaknya itulah yang sekarang menjadi sasaran strategis Arab Saudi di balik serangkaian kunjungan Raja Salman ke Cina, Jepang, Malaysia dan Indonesia.

Maka itu, kita jangan eforia kedatangan Raja Salman yang mau gelontorkan uang sebesar 25 miliar dollar AS. Sehingga kunjungan raja Salman semata-mata dibaca sebagai momentum kebangkitan ekonomi Indonesia.

Tidak ada makan siang yang gratis.

Hendrajit