Maulana Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ro’ah dalam pengajian Bahjat Annufusnya menjelaskan, bahwa merupakan sesuatu yang sangat penting untuk kita ketahui, yaitu perbedaan antara memuji sebuah amal pekerjaan dengan memuji seseorang yang melakukan pekerjaan itu sendiri. Yang dianjurkan oleh tuntunan baginda Nabi SAW adalah memuji sebuah amal perbuatan, bukan memuji kepada orangnya.

Imam Abu Jamrah RA mengatakan, bahwa memuji sebuah amal perbuatan seseorang adalah merupakan perkara yang disunnahkan. Hal ini adalah sesuai dengan sunnah baginda Nabi SAW, ketika sahabat Abu Hurairah RA bertanya tentang siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafa’at baginda Nabi SAW di hari kiamat nanti, maka bagindapun memuji Abu Hurairah RA dengan berkata:

“لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسْأَلَنِى عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ”

yang artinya “ sudahlah saya kira ahai Abu Hurairah bahwa tidak ada orang yang lebih dahulu bertanya dari pada dirimu tentang hadits ini, oleh karena saya melihat kesungguhanmu akan hadits ini”(HR. Bukhari).

Pujian baginda Nabi adalah terhadap amal perbuatan Abu Hurairah RA yang berupa kesungguhannya didalam mempelajari hadits baginda, adalah sesuatu yang bisa menjadi motivasi bagi dirinya untuk tetap konsisten serta bertambah kesungguhannya. Berbeda dengan pujian terhadap pribadi seseorang itu sendiri, bukan kepada amal perbuatannya, maka hal ini bisa menimbulkan rasa ujub , sombong dan juga berpaling dari Allah Ta’ala serta bersandar kepada diri dan amal perbuatannya tersebut.

Di dalam mempelajari ilmu tashawwuf, seorang murid tidaklah boleh bersandar kepada diri ataupun amal perbuatannya, akan tetapi hendaklah menjadikan Allah semata sebagai sandarannya. Karena sesungguhnya, tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan Allah Ta’ala. Taufiq serta hidayahNya lah yang menjadikan sesorang itu melakukan sebuah ketaatan, sehingga tidak ada hak miliknya yang pantas disombongkan serta menjadi sandarannya.

Syekh Yusri menambahkan, bahwa ulama tashawwuf berkata :

“الملتفت لا يصل ”

yang artinya “orang yang menoleh (menoleh kepada amal perbuatannya dan berpaling dari Allah Ta’ala) tidaklah akan sampai “.

Begitu pula dengan seorang pelajar yang menuntut ilmu, tujuannya adalah bukan ilmu itu sendiri, akan tetapi adalah Dzat yang Alma’lum yaitu Allah Ta’ala.
Adapun orang yang mencari ilmu dengan tujuan ilmu itu sendiri, maka sesungguhnya dirinya menjadikan wasilah (sarana) sebagai ghayah (tujuan). Maka dari itulah hendaknya ilmu itu disertai dengan khashyah (rasa takut kepada Allah), karena ilmu yang tidak disertai dengan rasa takut kepada Allah Ta’ala maka sama saja seperti pohon yang tidak berbuah, tambah Syekh Yusri. Wallahu A’lam.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: As'ad Syamsul Abidin