Sejumlah pengunjung mengamati Alquran berukuran raksasa yang dipamerkan di selasar Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (22/2). Pameran yang digelar dalam rangka perayaan Milad ke-39 Masjid Istiqlal tersebut menampilkan berbagai dokumentasi sejarah, meliputi mushaf Al-Quran, kaligrafi, serta artefak kerajaan Islam di Nusantara. AKTUAL/Tino Oktaviano
Sejumlah pengunjung mengamati Alquran berukuran raksasa yang dipamerkan di selasar Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (22/2). Pameran yang digelar dalam rangka perayaan Milad ke-39 Masjid Istiqlal tersebut menampilkan berbagai dokumentasi sejarah, meliputi mushaf Al-Quran, kaligrafi, serta artefak kerajaan Islam di Nusantara. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Pada bahasan tematik ayat tentang puasa Ramadhan yaitu surat Al-Baqarah ayat 183 sampai dengan 187, yang menarik Allah SWT baru menyebut kata Ramadhan pada ayat 185 diiringi dengan kata Al-Qur’an. Sebelum dan sesudah ayat tersebut, tidak disebut kata Ramadhan. Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

Artinya: “bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. Al-Baqarah: 185).

Al-Qur’an juga disebut beriringan dengan ibadah puasa dalam satu hadits Rasulullah saw. Keduanya dapat menjadi perantara syafa’at dan pertolongan bagi seorang hamba bagi seorang hamba kelak di hari Akhir. Rasulullah saw bersabda:

ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻭَﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ ﻳَﺸْﻔَﻌَﺎﻥِ ﻟِﻠْﻌَﺒْﺪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ، ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ : ﺃَﻱْ ﺭَﺏِّ، ﻣَﻨَﻌْﺘُﻪُ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ ﻭَﺍﻟﺸَّﻬَﻮَﺍﺕِ ﺑِﺎﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻓَﺸَﻔِّﻌْﻨِﻲ ﻓِﻴﻪِ، ﻭَﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ : ﻣَﻨَﻌْﺘُﻪُ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﻓَﺸَﻔِّﻌْﻨِﻲ ﻓِﻴﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﻴُﺸَﻔَّﻌَﺎﻥِ

Artinya: “Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.” (HR. Ahmad).

Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Sebagian Ulama terdahulu memiliki kebiasaan untuk memfokuskan diri dengan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, dengan mengaji, mengkaji, mentadabburi dan mengajarkan Al-Qur’an. Sebagian mereka ber-tawaqquf-an dengan kegiatan pengajian lainnya selain yang terkait langsung dengan Al-Qur’an. Bahkan mereka meningkatkan frekwensi kebersamaan dengan Al-Qur’an dengan mengkhatamkannya berkali-kali. Bahkan diriwayatkan Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak enampuluh kali dalam bulan Ramadhan.

Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Mengisi Ramadhan dengan beragam bentuk interaksi dengan Al-Qur’an diantaranya dengan membaca (tilawah), memahami (tafhim), dan menghayati (tadabbur). Bentuk interaksi yang variatif ini semakin memperkaya pengalaman dan peningkatan diri seorang muslim, selain membantunya agar tidak monoton dan bosan dengan satu bentuk interaksi. Jika sudah lama membaca Al-Qur’an (tilawah), maka bisa diselingi dengan memahaminya lewat membaca terjemah atau tafsirnya. Bisa juga diselingi dengan menghayati (tadabbur) sebagian ayatnya.

Semua bentuk interaksi memberi kebaikan yang luar biasa. Membacanya mampu melipatgandakan pahala kebaikan, satu huruf dibalas dengan sepuluh kebaikan. Membaca untuk target mendulang pahala menjadi pilihan yang tepat bagi seorang muslim.

Memahaminya dapat meningkatkan kualitas intelektualitas dan pemahaman seorang muslim. Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk. Untuk dapat maksimal menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, perlu kiranya memahami kandungan Al-Qur’an, meski secara global (umum).

Kemudian, menghayati Al-Qur’an (tadabbur) menjadi sarana efektif untuk menyemai iman dalam hati, mengadirkan penyembuhan (syifa’) dan penyegaran bagi jiwa. Tadabbur yang dilakukan secara kontinyu memberikan pengaruh signifikan bagi hati dan jiwa seorang muslim.

Bentuk interaksi lainnya juga dapat dilakukan, seperti menghafal Al-Qur’an, mengajarkan dan mengamalkannya. Semakin akrab hubungan seorang muslim dengan Al-Qur’an, semakin dekat perantara syafa’at itu menemaninya kelak saat tidak ada yang dapat menghadirkan pertolongan baginya, kecuali atas kehendak Allah SWT.

(Ahmad Yani, Lc. MA)

(Yakesma)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain