Bagi negara berpenduduk sekitar 250 juta seperti Indonesia, masalah pangan dan ketahanan pangan adalah persoalan strategis. Ini menyangkut soal keberlangsungan hidup bangsa. Oleh karena itu, ketika pemerintah memasang target Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045, ini patut didukung.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan produksi pertanian. Dengan potensi tersebut, Indonesia tidak hanya mencukupi kebutuhan dalam negeri, tapi bisa menjadi negara pengekspor terbesar di dunia.
Untuk mencapai lumbung pangan dunia pada 2045, Kementerian Pertanian berusaha meningkatkan produksi pertanian untuk sejumlah komoditas pangan strategis. Ini sudah selesai untuk padi, bawang merah, dan cabai. Jagung diharapkan selesai 2017, tahun 2018 untuk bawang putih, dan tahun berikutnya untuk komoditas-komoditas lain.
Untuk mencapai lumbung pangan dunia, pemerintah secara bertahap akan menghentikan impor sejumlah komoditas pangan. Kerja keras pemerintah mulai memperlihatkan hasilnya.
Pada 2016, Indonesia berhasil swasembada beras nasional. Sepanjang 2016, Indonesia tidak melakukan impor beras. Hal itu terjadi seiring dengan kenaikan produksi padi, yang tahun ini mencapai 79 juta ton gabah kering giling (GKG).
Selain berhasil swasembada, Indonesia saat ini sudah mulai mengekspor beras ke Papua Nugini dan Srilanka. Indonesia juga ekspor jagung ke Malaysia dan Timor Leste, serta ekspor bawang merah ke Vietnam, Filipina, dan Singapura.
Untuk mencapai target Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045, pemerintah memiliki rancangan pembangunan, dan rancangan kerja jangka pendek maupun jangka panjang.
Persiapan jangka panjang melalui infrastruktur, pembangunan waduk dan irigasi, benih, mekanisasi, teknologi alat dan mesin pertanian. Jangka pendeknya mempercepat luas tambah tanah dan peningkatan produksi.
Kementerian Pertanian juga menerapkan standar kebijakan yang ketat bagi daerah, untuk mencapai target produksi setiap komoditas strategis.
Khusus untuk pengembangan pertanian di wilayah perbatasan, Kementerian Pertanian meminta setiap kepala daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain, untuk memaksimalkan pembangunan lumbung pangan di wilayah perbatasan. Yakni, agar proses ekspor pangan unggulan Indonesia ke luar negeri tercukupi.
Kinerja pembangunan pertanian pada 2014 hingga 2016 telah mampu mendongkrak perekonomian nasional. Pada kurun waktu ini, sektor pertanian masih dominan dalam penciptaan nilai tambah dalam perekonomian nasional.
Hal ini terlihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian atas dasar harga berlaku 2014 sebesar Rp 1.410 triliun. Pada 2015, naik menjadi Rp 1.556 triliun, dan pada 2016 menjadi Rp 1.669 triliun. Rerata kontribusi sektor pertanian tiga tahun terakhir 13,4 persen dan pertumbuhan 3,75 persen per tahun. Ini menurut data statistik Kementerian Pertanian, Juni 2017.
Jika dihitung pertanian keseluruhan, yang mencakup kegiatan dari hulu hingga hilir, misalnya dihitung sampai pada pengolahan beras, minyak sawit dan lainnya, maka kontribusi sektor pertanian bisa lebih dari 20 persen. Namun secara statistik, kegiatan industri pengolahan hasil pertanian dimasukkan ke dalam sektor industri dan lainnya.
Demikian pula, laju pertumbuhan pada industri pengolahan tumbuh lebih tinggi dibandingkan kegiatan pada on-farm. Namun, secara statistik ini akan dicatat masuk ke dalam pertumbuhan sektor industri.
Pada 2016, subsektor perkebunan paling tinggi memberikan kontribusi terhadap PDB yakni 3,46 persen. Selanjutnya diikuti subsektor tanaman pangan 3,42 persen, peternakan 1,62 persen, dan hortikultura 1,51 persen. PDB subsektor perkebunan diperoleh dari komoditas unggulan, yakni kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, kakao dan tebu.
Kontribusi terbesar dari komoditas tanaman pangan, yakni padi, jagung dan kedelai. Komoditas peternakan dominan, yakni: ternak besar, ternak kecil, unggas dan susu. Sedangkan PDB hortikultura disumbang terbesar dari komoditas bawang merah, aneka cabai, pisang, jeruk dan kentang.
Subsektor perkebunan juga berkontribusi besar dalam neraca perdagangan ekspor-impor Indonesia, sehingga setiap tahun mengalami surplus.
Provinsi Riau dan Sumatera Utara berkontribusi besar dalam menciptakan surplus neraca perdagangan dari ekspor sawit. Besarnya surplus neraca perdagangan perkebunan ini menopang terjadinya surplus sektor pertanian pada 2016 sebesar 10,9 miliar dollar AS. ***
Artikel ini ditulis oleh: