Jakarta, Aktual.com – Banyak orang mengutuk kegelapan. Tak menyadari, perlu waktu bagi sang surya bersinar, sedang mereka sendiri menutup jendela rumahnya saat fajar menyingsing.
Orang-orang pesimistis terus terkepung kekelaman karena tak sabar berproses dalam waktu, tak giat menyiapkan diri untuk menjemput purnama.
Bila ruang jiwamu cukup besar, kegelapan adalah momen penantian yang mendebarkan, seperti saat pekasih menanti sang kekasih tiba.
Sudah pasti kau tak bisa tidur lelap. Rumah dan pekarangan ditata rapi-bersih. Pintu dan jendela dibuka menyambut kedatangan. Berulang kali kau mematut diri di depan cermin. Masakan disajikan di atas meja. Merasakan sensasi setiap detik sebagai momen istimewa.
Bila saatnya mentari terbit, cahayanya menggenangi cakrawala dari ufuk ke ufuk. Seberapa banyak sinarnya menerangi ruangmu tergantung seberapa lebar jendela rumahmu.
Berhentilah meratapi kegelapan. Bahkan di kelam langit, mereka yang terjaga masih bisa menyaksikan keindahan bintang dan rembulan. Sedang di bawah terik matahari, mereka yang tidur tetap hidup dalam kegelapan.
Lebih baik menata rumah sendiri dengan melebarkan jendela jiwa. Ada saatnya malam berganti siang, gelap memanggil cahaya menggantikan. Bila rumahmu cukup besar menampung sinar pencerahan, kau akan menemukan jalan kebangkitan.
Dalam rumah jiwa yang tak ramah cahaya, kelahiran momen pencerahan akan tetap dirasakan sebagai zaman gelap.
Bangun dan bukalah jendela jiwamu, agar sinar mentari memasuki setiap rongga rumahmu, membangunkan manusia dari lelap tidur panjang.
(Yudi Latif, Makrifat Pagi)
Artikel ini ditulis oleh:
Editor: Andy Abdul Hamid