Bambang PS Brodjonegoro (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah selama ini kerap mengeluh Indonesia kalah saing terkait tarif pajak yang diterbitkan negara-negara lain, termasuk negara maju.

Sehingga hal ini berdampak banyak terjadi kejahatan pajak lintas negara. Hal ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berusaha di sini, tapi keuntungannya dibawa ke luar negeri, maka pajaknya pun dibayar di sana, terutama negara tax heaven.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan Dan Gubernur Bank Sentral G-20, di Shanghai, China, Jumat-Sabtu, 26-27 Februari 2016.

“Indonesia memandang penting agar seluruh negara di dunia tidak melakukan perlombaan untuk menurunkan tarif pajak serendah-rendahnya secara tidak sehat,” kata Bambang seperyi dalam keterangan pers yang diterima Aktual.com, Sabtu (28/2) malam.

Menurut Menkeu, langkah itu kerap dilakukan banyak negara sebagai strategi untuk peningkatan penerimaan negaranya. Mereka melakukan itu agar investasi dari luar banyak yang masuk.

Untuk itu dalam menangkal hal tersebut, Menkeu secara tegas meminta implementasi kerja sama perpajakan internasional dalam hal inisiatif base erosionand profit shifting (BEPS).

Indonesia sangat berkepentingan akan adanya kerja sama BEPS ini. Karena selama ini kerap dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multi nasional yang berinvestasi di Indonesia.

“Kami dari Indonesia meminta, agar G-20 memerangi upaya rekayasa keuangan oleh institusi-institusi di pusat-pusat keuangan dunia,” tegasnya.

Menurutnya, ini adalah sebuah kejahatan perpajakan yang dilakukan untuk menghindari transparansi bisnis dan transaksi keuangan dengan tujuan menyembunyikan pemilik modal yang sebenarnya (ultimate beneficial owners).

Indonesia juga mendorong perlu adanya pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEOI).

“Makanya, batas waktu implementasi AEOI yang telah disepakati di 2017 untuk negara early adopter dan paling lambat di 2018 harus dapat terlaksana dengan penuh,” papar dia.

Sehingga ke depannya, tidak ada lagi negara yang meminta pengecualian dari pelaksanaan AEOI tersebut. “Karena jika mereka membatalkan, berarti memang negara itu ingin menghindari pertukaran informasi di bidang perpajakan antar negara,” pungkas Menkeu.

Pada akhir pertemuannya, para Menteri G-20 mengeluarkan Komunike Menteri dan sepakat untuk bertemu kembali pada bulan April 2016 nanti dalam kesempatan Pertemuan Musim Semi Bank Dunia dan IMF di Washington, DC Amerika Serikat.

Artikel ini ditulis oleh: