MENKO POLHUKAM
MENKO POLHUKAM

Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan sejumlah penyakit yang perlu diantisipasi dalam pemilu.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UII, ada dua penyakit utama yang harus diwaspadai. Penyakit pertama adalah politik uang, di mana dukungan suara dapat dibeli secara borongan atau eceran.

“Politik uang merujuk pada usaha memenangkan pemilu melalui pembelian dukungan,” kata Mahfud MD dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu yang disiarkan secara online melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam RI di Jakarta, pada hari Selasa.

Ia menjelaskan bahwa pembelian suara secara borongan dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat atau pejabat dari tingkat desa, kecamatan, hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meskipun KPU adalah lembaga independen, Mahfud menyoroti bahwa anggotanya tersebar hingga tingkat daerah.

“Anggota KPU tidak hanya berada di Jakarta karena tugas KPU tidak terbatas pada ibu kota. Mereka ada di daerah bahkan di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS),” tambahnya.

Sementara itu, pembelian suara secara eceran sering disebut sebagai “serangan fajar”. Penelitian yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bahwa korupsi cenderung meningkat menjelang dan selama pelaksanaan pemilu serta pemilihan kepala daerah.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa lonjakan kasus korupsi terjadi pada tahun 2003 dan 2004, serta 2008 dan 2009, yang semuanya mendekati waktu pemilu. Untuk tahun 2014, 2018, 2019, dan dengan harapan penurunan pada tahun 2023 dan 2024,” ucapnya optimis.

Mahfud menilai bahwa ketika pemilu dan pilkada tidak berlangsung serentak, terlihat adanya peningkatan korupsi. Ini dikarenakan pemilu sering kali diikuti oleh upaya korupsi terhadap dana publik.

“Inilah mengapa banyak penangkapan terjadi menjelang pemilu,” tambah Mahfud.

Selanjutnya, penyakit kedua yang diidentifikasi oleh Mahfud adalah hoaks atau berita bohong yang bertujuan memicu perpecahan. Padahal, menurutnya, pemilu adalah manifestasi dari demokrasi, dan jika demokrasi diabaikan, maka anarki akan merusak masyarakat.

“Kami akan menegakkan prinsip ini: siapapun yang mencoba memanipulasi demokrasi akan dihadapkan pada prinsip nomokrasi. Tidak ada justifikasi untuk memecah belah bangsa dan negara dengan dalih demokrasi,” tegas Mahfud.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Ilyus Alfarizi