Siswa bersiap menyantap makanan bergizi gratis yang disediakan oleh pemerintah. Aktual/IST

Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera melakukan evaluasi terbuka terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Desakan itu muncul menyusul viralnya unggahan menu MBG berupa bahan pangan mentah yang dibagikan di sebuah sekolah dasar negeri di Tangerang Selatan.

“Saya memahami niat baik program MBG yang bertujuan meningkatkan gizi masyarakat. Namun, ketika pelaksanaannya menimbulkan kebingungan publik, kita perlu mengevaluasi secara menyeluruh,” ujar Nurhadi dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Nurhadi menilai penyaluran bantuan MBG dalam bentuk bahan mentah dilakukan tanpa petunjuk teknis yang jelas. Hal ini, menurutnya, berpotensi membingungkan masyarakat serta mengaburkan tujuan utama dari intervensi gizi untuk anak-anak.

Ia juga menyoroti bahwa pendistribusian bahan mentah tersebut justru menyerupai pembagian sembako, yang tidak sesuai dengan konsep program MBG yang dirancang untuk pencegahan stunting pada anak.

“Ketika bantuan gizi dibagikan dalam bentuk bahan mentah tanpa panduan, tanpa alat masak, bahkan tanpa mempertimbangkan daya serap masyarakat, maka ini bukan lagi program intervensi gizi. Ini pengalihan tanggung jawab,” tegasnya.

Lebih lanjut, Nurhadi meminta BGN untuk melakukan evaluasi menyeluruh, dimulai dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi dapur umum produksi MBG.

Menurutnya, SPPG tidak perlu memaksakan pembagian MBG dalam bentuk bahan mentah apalagi di saat peserta didik tengah menjalani libur sekolah. Ia menyarankan agar program MBG dihentikan sementara dan dialihkan kepada kelompok rentan lainnya, seperti ibu menyusui dan balita.

“Kalau memang perlu disetop dulu karena anak-anak sekolah libur, ya tidak usah memaksakan membagikan MBG,” ucap Nurhadi.

Ia menegaskan bahwa kebijakan publik harus tidak hanya berbasis data, tetapi juga responsif terhadap kondisi sosial masyarakat di lapangan.

“Kita ingin kebijakan yang tidak hanya berbasis data, tetapi juga responsif terhadap realitas sosial di masyarakat,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano