AKSI TOLAK PENGGUSURAN DADAP

Jakarta, Aktual.com — Puluhan warga Dadap, Tanggerang berencana mengembalikan Surat Peringatan Pertama (SP 1) kepada pihak Pemda Kabupaten Tanggerang.

Hal itu ditegaskan oleh salah satu warga Dadap, Saefullah jika SP 1 yang ditandatangani pada 26 April 2016 oleh Bupati Kabupaten Tanggerang , Ahmad Zaki Iskandar tidak tepat jika ditujukan kepada warga.

Pasalnya, surat tersebut ditujukan kepada pemilik tempat hiburan di Dadap. Dimana dalam surat tersebut tertulis ‘Para Pemilik Bangunan/Tempat Usaha dan Tempat Hiburan yang berada di sisi Kanan Jalan 5;10 Meter dsn sisi Kiri Jalan 10-20 Meter yang telah diberi tanda di lokasi Kampung Baru Dadap Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi Kabupaten Tanggerang. Di Tempat’.

“Kita sepakat untuk membagikan SP 1 ke tempat lokalisasi. Tapi warga nelayan menolak. Akhirnya kami sepakat bersama pak H. Misbah untuk mengembalikan sp1,” ucap dia di Sekertariat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/5).

Saefullah juga menjelaskan, mengapa pihaknya sendiri yang memberikan sosialisasi kepada warga bukan petugas Pemda. Hal itu guna menghindari bentrokan fisik antara warga dan petugas aparat yang mengiringi petugas Pemda.

Pasalnya, dalam pemberitahuan surat tersebut, pihak Pemda rencanya akan menerjunkan 4200 personil tiga pilar. Sebab itulah, Saefullah dan warga membentuk tim 21 guna menjemput SP 1 tersebut guna menghindari bentrokan warga.

Apalagi, lanjut Saefullah, dalam tiga kali pertemuan antara Pemda dan warga, Pemda hanya membacakan program relokasi tanpa sekali pun mendengar aspirasi warga yakni, 14 Maret dengan Bupati, 19 April dengan Sekda dan terkahir bersama Satpol PP pada 25 April.

“Kami sepakat menghadang SP jangan sampai turun ke warga, karena bisa timbulkan bentrokan fisik,” ujar dia.

“Tiga rapat hanya program saja dibacakan. SKPD menulis aspirasi tapi diduga gak disampaikan ke Bupati,” sambung dia.

Selama proses sosialisasi, salah seorang warga Dadap lainnya, Waisul menceritakan bahwa sudah ada tujuh warga yang meninggal akibat tak kuatnya menerima intimidasi dari aparat.

“Selama proses itu 7 warga kami sudah ada yg meninggal mereka ketakutan,” sambung dia.

“Masyarakat awam dihadapi dengan intimidasi. Bappeda melakukan pendataan yang luar biasa. Dengan didampingi dua polisi, satu tntara dan satpol pp,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby