Anggota Pansus angket KPK Mukhamad Misbakhun bersama Masinton Pasaribu menyampaikan paparannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus tentang panitia angket terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/6). RDPU tersebut juga menunggu kehadiran dan klarifikasi Miryam S Haryani yang saat ini sudah berstatus tersangka atas dugaan menghambat proses penyidikan mega korupsi korupsi KTP Elektronik. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com —  Hasil kerja Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Komisi Pemberantasan Korupsi membuka tabir yang selama ini seakan tertutup rapat, soal adanya dugaan praktik para penyidik di KPK yang melenceng dari aturan Kitab Undang-undang Acara Pidana atau KUHAP.

Yang dimaksud adalah yakni tidak sesuai hak asasi manusia dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang akuntabel dalam kegiatan yang dikenal sebagai operasi tangkap tangan atau OTT yang penuh rekayasa.

Seperti halnya, kata Anggota Pansus Angket KPK, M Misbakhun kesaksian Yulianis dibawah sumpah dihadapan Pansus Hak Angket KPK membuka praktek-praktek busuk para penyidik KPK dan Komisioner KPK. “Bagaimana barang bukti kasus yang disita bisa beralih kepemilkan kepada pihak lain yang diduga punya kaitan dan hubungan dengan penyidik di KPK,” kata Misbakhun, Selasa (25/7).

Dugaan adanya komisioner menerima uang sebesar Rp 1 miliar juga, lanjut Politikus Partai Golkar itu, menjadi indikasi kuat praktek-praktek tidak benar di KPK yang selama ini terdengar samar-samar menjadi terbuka untuk publik.

Selain itu, temuan-temuan dari hasil audit BPK terhadap KPK yang hasilnya mengungkap adanya mark up pembangunan gedung KPK yang baru. Kemudian, kata Misbakhun, adanya pengangkatan penyidik sebagai pegawai tetap berdasarkan kep.572/2012 yang melanggar PP Nomor 63/2005. Yang juga terungkap, diangkatnya orang yang sudah pensiun pada jabatan yang seharusnya diisi oleh pejabat pada usia aktif 56 tahun.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu