TOPSHOT - An aerial view shows the earthquake and tsunami devasted neighbourhood in Palu, Indonesia's Central Sulawesi on October 1, 2018. - The death toll from the Indonesian quake-tsunami nearly doubled to 832 but was expected to rise further after a disaster that has left the island of Sulawesi reeling. (Photo by JEWEL SAMAD / AFP)

Padang, Aktual.com – Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Burhasman menilai mitigasi bencana penting diajarkan pada siswa di sekolah melalui metode integrasi dengan mata pelajaran yang telah ada.

“Metode integrasi lebih memungkinkan untuk diterapkan dari pada menjadikannya mata pelajaran tersendiri,” katanya di Padang, Senin (8/10).

Ia mengatakan itu terkait wacana memasukkan mitigasi bencana dalam kurikulum sekolah agar terbentuk sebuah generasi sadar bencana dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.

Burhasman menjelaskan menjadikan mitigasi bencana sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri seperti Budaya Alam Minangkabau (BAM) yang dijadikan muatan lokal akan menghadapi sejumlah kendala.

Diantaranya kendala itu adalah alokasi jam pelajaran di sekolah yang telah penuh yaitu 40 jam per minggu.

Setidaknya mata pelajaran baru akan butuh dua jam pelajaran seminggu sehingga jam belajar siswa otomatis bertambah.

Atau mengurangi jam untuk pelajaran lain agar mitigasi bencana bisa masuk dan alokasi tetap 40 jam per minggu, tetapi itupun belum tentu efektif dan akan muncul persoalan baru yaitu jam sertifikasi guru.

Mata pelajaran baru juga butuh dukungan tenaga guru yang punya kapasitas dan latar belakang ilmu pendidikan.

Karena itu metode integrasi bisa menjadi alternatif yang bisa digunakan dengan menambah pengetahuan guru sejumlah mata pelajaran terkait mitigasi bencana.

Pengetahuan itu diintegrasikan dengan mata pelajaran induk guna diajarkan dalam jam yang sama.

Mata pelajaran yang bisa diintegrasikan diantaranya geografi, agama, biologi, sosiologi, ekonomi, astronomi dan fisika.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Erman Rahman menyebut mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Memasukkannya dalam kurikulum merupakan sebuah upaya untuk menciptakan generasi sadar bencana, ujar dia.

Pakar gempa dari Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Badrul Mustafa menilai materi kebencanaan mendesak dimasukan ke dalam kurikulum sekolah, apalagi di Sumbar yang rawan bencana.

Menurutnya yang perlu dimasukan itu tentang potensi bencana alam yang ada di Sumbar agar siswa bisa memahaminya dengan baik agar bisa melakukan antisipasi atau mitigasi.

Ia memberi contoh sebelum bencana terjadi apa yang harus dipersiapkan siswa di sekolah dan seperti apa respons yang harus dilakukan saat bencana terjadi.

Ketika gempa terjadi, katanya, maka siswa bisa merespons dengan baik sehingga tidak mengalami ketakutan.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan