Gubernur Non Aktif Basuki Tjahaja Purnama Menghadiri sidang Lanjutan Kasus Dugaan Penistaan Agama di Auditorium Kementrian Pertanian, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2016. Sidang lanjutan yang ke delapan ini diagendakan mendengarkan keterangana saksi salah satunya ketua MUI, Ma'aruf Amin dan anggota KPUD DKI Jakarta Dahlia. Pool/JP/Seto Wardhana
Gubernur Non Aktif Basuki Tjahaja Purnama Menghadiri sidang Lanjutan Kasus Dugaan Penistaan Agama di Auditorium Kementrian Pertanian, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2016. Sidang lanjutan yang ke delapan ini diagendakan mendengarkan keterangana saksi salah satunya ketua MUI, Ma'aruf Amin dan anggota KPUD DKI Jakarta Dahlia. Pool/Sindo/Irsa Triansyah

Yogyakarta, Aktual.com – Buntut arogansi terdakwa penista agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok beserta tim Kuasa Hukumnya, terhadap saksi KH Ma’ruf Amin soal sadapan telepon menyisakan permasalahan hukum tersendiri.

“Jaksa harus segera berkoordinasi dengan Kepolisian untuk menangkap pihak yang mengaku memiliki bukti sadapan itu karena diduga kuat dilakukan secara ilegal,” ujar Guru Besar Hukum Pidana UII, Prof. Mudzakkir, di Yogyakarta, Rabu (2/1).

Menurutnya ini adalah kejahatan serius karena diucapkan langsung dalam persidangan. Bila sadapan pun benar adanya, maka itu jadi bukti bahwa aparat selama ini tidak netral.

“Kan tidak mungkin ada orang menyadap tanpa ada permintaan dari yang punya kepentingan. Jadi dua-duanya jelas melanggar,” kata dia.

Berhubung persoalan ini menyangkut pokok materi kesaksian dan jadi intimidasi terhadap saksi, maka Mudzakkir menyarankan perkara utama (dugaan penistaan agama) untuk ditunda sementara.

Ia meminta pernyataan sadapan yang dilontarkan Ahok dan tim Kuasa Hukumnya diproses terlebih dulu serta dibuktikan, sebab telah digunakan sebagai cara untuk mengintimidasi KH Ma’ruf Amin selaku saksi.

“Supaya jelas, karena kesaksian itu tergantung pada materi yang disampaikan. Kalau memang tidak bisa ditunda ya sudah, segera saja diproses sebab ini delik biasa, tanpa adanya aduan Jaksa boleh segera bertindak,” paparnya.

Intimidasi terhadap saksi persidangan dapat dijerat UU Perlindungan Saksi dan Korban serta KUHP tentang larangan mempengaruhi kesaksian orang.

“Mereka itu membelanya berlebihan, masak kalangan profesional kayak gitu? Ingat, Penasihat Hukum dalam UU Advokat dalam bersidang harus sesuai hukum, tapi yang utama itu etika,” ucapnya.

Hakim pun diminta agar berperan tegas, tidak pasif, dengan menegur pihak yang mulai melenceng dari proses persidangan, fokus pada pembuktian, bukannya membiarkan seorang saksi yang berusia lanjut seolah-olah dihabisi.

Laporan: Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby