Jakarta, Aktual.co — Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafidz Tohir mengatakan kebijaakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang diambil oleh pemerintahan Jokowi-JK, menunjukkan ketidakkreatifanya pemerintah dalam menyiasati sempitnya ruang fiskal anggaran.
Karena, tidak selalu untuk mengurangi beban fiskal secara melulu menaikan harga BBM, terlebih kenaikan yang dinilai tidak jelas kriteriannya.
“Dengan menarik subsidi 2000 perak sama saja dibahu orang miskin terbebankan fiskal pemerintah, ini kan seharusnya tanggung jawab pemerintah, harusnya pemerintah kreatif memikirkan sumber-sumber uang lain,” kata dia usai menggelar rapat, di ruang Komisi VI DPR RI, Jakarta, Kamis (20/11).
Menurut dia, kenaikan harga BBM itu tentunya berdampak pada meningkatnya keberadaan masyarakat miskin di Indonesia. Pasalnya, sambung dia, akan terjadi penurunan daya beli terutama pada masyarakat yang berada dalam katagori rentan miskin.
“Dengan kenaikan 2000, angka inflasi akan naik sampai 3 persen, artinya apa? ketika inflasi 3 persen terjadi daya beli masya miskin menurun, karena uang itu nilainya tidak berarti, dan ongkos produksi naik,” seru dia.
“Sehingga barang ini bertemu pengahasilan tetap dengan barang tingggi gape disitu, bisa membuat angka inflasi lebih tinggi di level masyarakat miskin bisa mencapai 5 persen. Kalau dibiarkan dari 70 juta masyarakat miskin yang rentan miskin bisa tergerus masuk dalam kalangan masyarakat miskin,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang