Menkeu Bambang Brodjonegoro. (ilustrasi/aktual.com)
Menkeu Bambang Brodjonegoro. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kendati berani menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih optimis, namun dalam melihat nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), sepertinya pemerintah terlihat pesimis.

Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, posisi nilai tukar rupiah pada 2017 nanti terlihat masih berat dibanding tahun ini. Mengingat beberapa sentimen global dirasa tidak cukup positif terhadap laju rupiah.

“Salah satu faktor yang membuat nilai tukar rupiah melemah karena kemungkinan adanya rencana The Fed untuk meningkatkan The Fed Fund Rate di 2017,” tutur Menkeu saat RDP dengan Komisi XI DPR terkait asumsi makro RAPBN 2017, di Jakarta, Kamis (14/7).

Dengan kondisi tersebut, Menkeu menargetkan asumsi nilai tukar rupiah pada 2017 nanti sebesar Rp13.650-Rp13.900 per USD.

Angka tersebut dianggap cukup pesimis. Mengingat nilai tukar saat ini saja bisa di kisaran Rp13.100-an per USD. Padahal hal itu juga sebetulnya disebutkan oleh pemerintah sendiri.

Menurut Bambang, hinga tanggal 11 Juli 2016 ini, rupiah sudah mencapai titik apresiasinya sebesar Rp13.112 per USD (year to date). Angka apresiasi itu memang cukup baik.

“Namun jika dibandingkan dengan mata uang lain seperti mata uang Jepang, Rusia, atau Brazil memang apresiasi rupiah masih lebih rendah,” ungkap dia.

Alasan pemerintah adalah terkait dengan kebijakan The Fed yang di tahun depan hampir pasti menaikkan suku bunganya. “Jika the Fed fund rate naik, maka rupiah akan terdepresiasi lebih dalam. Sama juga dengan mata uang lainnya,” ujar Menkeu.

Sementara untuk target pertumbuhan ekonomi, Menkeu memang menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi yaitu di rentang 5,3-5,9 persen. Namun angka yang relatif optimis ini, justru terkesan tidak serius mengingat rentangnya itu sangat jauh.

Di tempat yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo malah lebih optimis dalam melihat nilai tukar rupiah.

“Saya rasa rupiah akan kian stabil di 2017. Apalagi dengan adanya tax amnesty kepercayaan makro ekonomi kian menguat,” ujar Agus.

Karena dengan adanya dana repatriasi, menurut Agus, rupiah akan menguat dan berada di level yang sehat. Kalau pun ada sentimen negatif dari global, Agus memperkirakan, sentimen dari kenaikan The Fed dan kondisi perekonomian China yang yang kurang pasti.

“Dengan adanya dana repatriasi, maka akan ada supply valas (valuta asing) yang kuat. Ini yang akan membuat rupiah bisa menguat. Sehingga kami proyeksikan rupiah akan berada di Rp13.300-Rp13.600,” pungkas Agus. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka