Jakarta, Aktual.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren investasi bodong mengalami kenaikan. Dari tahun 2014 yang ada 262 perusahaan penerbit investasi bodong. Kini, sudah mencapai 406 perusahaan.

Menurut ‎Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK, Tongam Lumban Tobing, dari jumlah penerbit perusahaan tersebut di antaranya ada yang bisa mengumpulkan triliunan rupiah. Seperti Dream for Freedom (D4F) yang meraup Rp3,5 triliun dari seluruh Indonesia.

“Hal ini terjadi antara lain, karena masyarakat kita mudah tergiur dengan tawaran atau iming-iming yang menarik, sekalipun tidak rasional,” tandas dia, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/6).

Padahal, kata Tongam, untuk menelusuri praktik ilegal tersebut mudah dilakukan. Karena rata-rata mereka akan menawarkan suku bunga tinggi atau keuntungan selangit dengan risiko yang nyaris tidak ada.

“Seperti D4F itu sebesar 1 persen per hari, CSI (Cakrabuana Sukses Indonesia) di Cirebon menawarkan 5 persen per 15 hari. Sehingga banyak orang yang tertarik, termasuk mereka ada yang jual tanah dan pinjam ke bank Rp100 juta untuk ikut investasi di CSI,” papar dia.

Praktik pengumpulan dana masyarakat ilegal dengan menerbitkan produk investasi bodong ini tak hanya tersebar di kota-kota kecil, bahkan di Jakarta dan sekitarnya pun ada. Mereka bukan hanya orang awam, banyak juga anggota kepolisian dan para guru yang menjadi korban.

“Makanya, kami dari regulator memang wajib melindungi kepentingan investor tetapi tidak dalam konteks pemberian jaminan ekonomis, bahwa berinvestasi tidak akan mengalami kerugian sebagai konsekuensi logis dalam berinvestasi (risk and return),” terang Ketua Satgas Investasi Bodong ini.

Beberapa karakteristik perusahaan penerbit investasi itu, kata dia, mudah dipahami seperti, selain menjanjikan manfaat investasi (keuntungan) besar atau tidak wajar, dana masyarakat dikelola atau diinvestasikan kembali pada proyek di luar negeri.

Kemudian, jika terdapat underlying berupa barang, maka harga barang tersebut tidak wajar jika dibanding dengan barang sejenis yang dijual pasar. Ada juga bisa dikihat dari sifatnya yang “berantai atau member get member”, khususnya jika tidak terdapat atau tidak jelas underlying (barang) dari investasi tersebut (hanya ‘memutar’ uang antar member atau investor).

“Juga menggunakan atau kadang mengklaim public figur, pejabat, tokoh agama, artis itu terlibat agar masyarakat tertarik, seperti CSI dan Wondermind di Papua,” kata dia.

Selain itu, menjanjikan bonus barang mewah (mobil mewah) dan tour ke luar negeri. Juga memberi kesan seolah-olah dijamin atau berafiliasi dengan perusahaan besar atau multi nasional.

Dan terakhir, tidak memiliki izin usaha atau memiliki izin usaha tetapi tidak sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan (hanya memiliki dokumen Akta Pendirian /Perubahan Perusahaan, NPWP, keterangan domisili dari Lurah setempat, dengan legalitas usaha berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

“Tapi mereka tidak mendapat izin dari OJK. Cuma masalahnya mengklaim mereka seolah-olah dapat izin dari kami,” ujarnya.

Dia melanjutkan, beberapa pemilik usaha itu telah dilaporkan tim Satgas ke Bareskrim Polri. Namun sayangnya, OJK tak mau mempublikasi total 406 perusahaan penerbit investasi bodong tersebut. “Belum bisa kami publish saat ini,” kata dia.

Meski begitu, janji dia, ke depan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait. Sehingga, ketika nanti mereka mau membuka perusahaan lain yang sejenis, maka regulator atau pemerintah bisa langsung menolaknya.

“Terutama untuk penerbutan SIUP di Kementerian Perdagangan dan izin investasi di kami atau BKPM, itu bisa langsung kami tolak,” tandasnya.

Agar lebih kuat dalam bekerja, kata dia, tim Satgas juga berkomitmen akan menerbitkan Surat Keputusan Bersama antara Kementerian/Lembaga untuk memberangus investasi bodong.

Anggota Satgas tersebut terdiri dari OJK, Kementerian Perdagangan, Kemenkominfo, Kemenkop dan UKM, BKPM, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung.

“Bahkan nantinya, kami ingin melibatkan Kementerian Agama. Karena selama ini modusnya paling banyak mengklaim tokoh agama tertentu yang bergabung,” jelas dia

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan