Jakarta, Aktual.com —  Penetrasi pasar modal di masyarakat masih sangat rendah jika dibandingkan produk jasa keuangan lainnya yakni hanya 3,7 persen, atau dari 100 orang hanya tiga hingga empat orang yang memahami produk-produknya.

“Kondisi itu membuat produk-produk investasi pasar modal menjadi kurang dikenal sehingga masyarakat hanya mengetahui investasi ril seperti memiliki tanah, rumah, dan usaha. Jika sudah memahami pasar modal maka masyarakat akan memiliki banyak pilihan untuk berinvestasi, atau tidak sebatas menabung di bank saja,” ujar Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumsel, Patahuddin di Palembang, Selasa (11/8).

Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan 2013, diketahui bahwa penetrasi pasar modal di Indonesia hanya 3,7 persen atau menjadi yang terendah jika dibandingkan lima produk jasa keuangan lainnya, yakni perbankan (21,8 persen), asuransi (17,08 persen), pegadaian (14,85 persen), pembiayaan (9,8 persen), dan dana pensiun (7,13 persen).

Sementara tingkat literasi keuangan masyarakat terhadap industri jasa keuangan hanya 21,84 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

“Untuk itu, OJK akan gencar menyosialisasikan ke masyarakat mengenai pasar modal, dan untuk memudahkan pemahaman masyarakat terhadap industri jasa keuangan,” kata Patahudin seusai menghadiri acara penyerahan bantuan CSR PT Bursa Efek Indonesia ke SMA Negeri 5 Palembang.

OJK Sumsel berencana membuat pasar keuangan mini di Palembang yang di dalamnya terdapat enam industri jasa keuangan (perbankan, asuransi, pembiayaan, pegadaian, dana pensiun, dan pasar modal).

“Selain itu, OJK juga mendorong berdirinya kantor perwakilan Bursa Efek Indonesia di Palembang, sehingga penetrasi pasar modal dapat dipercepat karena sudah ada kantor yang dapat memberikan akses informasi terkait saham, obligasi, dan reksadana,” kata dia.

Ia mengemukakan, masyarakat Sumsel harus diedukasi mengenai investasi karena banyak ditemui kasus investasi bodong.

“Pasar modal ini beda, seseorang yang menjadi investor menanamkan modal sesuai dengan kemampuannya atau sesuai dengan lembar surat berharga yang dibeli. Jadi ada kepastian di sini,” kata dia.

Berdasarkan hasil survei nasional mengenai literasi keuangan Indonesia yang dilaksanakan oleh OJK pada 2013, diketahui tingkat inklusi keuangan di Indonesia hanya sebesar 59,74 persen dimayoritas oleh sektor perbankan.

Sedangkan untuk kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), tingkat literiasi keuangan hanya sebesar 15,68 persen dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 53,34 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka