File illustration picture showing the logo of car-sharing service app Uber on a smartphone next to the picture of an official German taxi sign in Frankfurt, September 15, 2014. A Frankfurt court earlier this month instituted a temporary injunction against Uber from offering car-sharing services across Germany. San Francisco-based Uber, which allows users to summon taxi-like services on their smartphones, offers two main services, Uber, its classic low-cost, limousine pick-up service, and Uberpop, a newer ride-sharing service, which connects private drivers to passengers - an established practice in Germany that nonetheless operates in a legal grey area of rules governing commercial transportation. REUTERS/Kai Pfaffenbach/Files (GERMANY - Tags: BUSINESS EMPLOYMENT CRIME LAW TRANSPORT)

Jakarta, Aktual.com — Ketua Umum Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Andrianto Djokosoetono mengatakan angkutan umum menanggung kerugian sebanyak 20 persen yang diakibatkan beralihnya penumpang ke layanan angkutan “online”.

Adrianto saat diskusi di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Jakarta, Selasa (15/3), mengatakan kerugian tersebut dihitung secara umum di kota-kota besar.

“Ini menyeluruh mulai dari angkot minibus medium bus juga taksi. Yang paling terpuruk adalah perusahaan kecil dengan armada kecil,” katanya.

Dia menambahkan selain itu juga terjadi “dumping” atau “predatory pricing” dalam rangka promosi untuk menarik minat penumpang.

“Mereka bisa menjatuhkan harga untuk dapat keuntungan, sementara pemain lain tidak punya kekuatan modal yang sama,” katanya.

Menurut dia, demonstrasi yang dilakukan para supir taksi pada Senin (15/3) lalu merupakan bukti adanya gesekan di antara supir konvensional dan supir aplikasi.

Adrianto menilai angkutan umum konvensional telah mengurus izin resmi, namun pasarnya diambil oleh angkutan yang tidak resmi.

Terkait penggunaan teknologi dan informasi, dia mengklaim pihaknya telah lebih dulu memanfaatkan teknologi untuk pemesanan taksi khususnya.

“Jadi permasalahan ini bukan soal kecemburuan kemampuan teknologi, di 2011 juga kita sudah punya, tapi soal kenyamanan dan keamanan, soal ‘dumping’ juga mereka bisa tawarkan murah karena tidak bayar pajak,” katanya.

Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk sama-sama membenahi polemik tersebut.

Dia mengatakan Organda telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar diterapkan aturan yang sama baik angkutan online maupun konvensional, termasuk perizinan, pajak dan sebagainya.

“Secara general, kami tidak mendikte, tapi intinya di setiap industri ada aturannya, izin obat ke BPOM, ‘online banking’ ke OJK, kami minta ketegasan, jangan sampai semua nanti bisa masuk tanpa perizinan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan