Tulungagung, Aktual.com – Sejumlah nelayan di Pantai Sidem dan Pelabuhan Perikanan Rakyat Popoh, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengeluhkan paceklik ikan yang menyebabkan menurunnya pendapatan dan kemampuan daya beli setahun terakhir ini.

“Semua nelayan mengeluh tidak adanya tangkapan ikan dari laut, yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini,” kata Hariyanto, salah satu nelayan di Pantai Sidem, Kecamatan Besuki, Tulungagung, Selasa (8/11).

Dia mengatakan, musim ikan biasanya terjadi pada pertengahan tahun atau mulai Juni hingga September. Namun tahun ini menurut Hariyanto panen ikan tidak terjadi dampak anomali cuaca ekstrem yang menyebabkan ikan bersembunyi di perairan dalam.

Akibatnya, kata dia, hampir setiap hari nelayan mengalami kerugian karena sebagian nekat melaut namun hasil minim bahkan pulang tangan kosong. “Hasil tangkapan selalu tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan, atau biaya modal tidak kembali.”

Menyiasati kendala tangkapan ikan minim itu, kata Hari, sebagian nelayan memanfaatkan hasil budi daya keramba udang. Sebab menurut dia, lobster air laut lebih menjanjikan dan ukurannya lebih besar dibanding lobster air tawar.

“Budi daya udang lobster dilakukan dengan membangun atau membuat keramba di tengah pantai,” kata Mustangin, salah satu nelayan keramba udang.

Dia mengatakan, keramba yang ditempatkan di pantai menggunakan pemberat di bawahnya itu mirip kolam apung. Untuk membuatnya, nelayan menggunakan jaring dan drum yang diikat dengan bambu agar mengapung di lautan. “Dibuatlah dulu di darat, baru dibawa ke laut untuk penebaran benih,” kata Sutrisno nelayan lainnya.

Sutris mengatakan, guna memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, sejumlah nelayan menjual belikan benih lobters atau anakan lobter yang seharusnya dibudidayakan.

Ada dua jenis lobster yang laku dijual yakni lobster mutiara dan lobster pasir. “Kalau yang saya dengar untuk lobster mutiara dengan seukuran lidi dipatok dengan harga Rp35 ribu per ekor, sedangkan untuk jenis pasir dihargai Rp6 ribu per ekornya,” katanya.

Hariyanto, Mustangin, Sutris dan beberapa nelayan lain mengaku terpaksa “bermain” keramba udang untuk mencari benih lobster siap jual.

Kendati mengetahui adanya moratorium Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Permen-KP/2015, tentang penangkapan dan perdagangan lobster dan kepiting yang sedang bertelur akan menyebabkan populasi kedua jenis ikan tangkap tersebut menyusut bahkan punah, mereka mengaku terpaksa melakukan karena tidak adanya hasil tangkapan ikan selama paceklik.

Menurut Hari dan Sutris, sebagian nelayan sebenarnya sudah mengerti dan juga takut dengan adanya peraturan tersebut. “Ya tahu, tapi bagaimana lagi. Kita disini butuh makan setiap harinya, sedangkan mata pencarian kami sebagai nelayan setiap hari tidak ada hasil tangkapan ikan. Apa yang dimakan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu