24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 101

RRT Salah Sasaran: Urusan Ijazah Jokowi Seharusnya Ditanyakan kepada Partai-Partai Pengusungnya, Bukan ke KPU atau Kampus

Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan. FOTO: Ist

Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP (Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute)

Jakarta, aktual.com – Polemik soal dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali memanas. Trio pengusung isu ini—Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa—yang populer dengan sebutan RRT, tampak begitu aktif berkeliling mencari jawaban. Mereka mendatangi UGM, KPU Surakarta, KPU Pusat, Komisi Informasi Publik, hingga membuka forum-forum diskusi daring.

Upaya itu tentu merupakan bagian dari kontrol masyarakat. Namun, jika dilihat dari perspektif tata negara dan logika dasar pemilu, langkah RRT sebenarnya salah sasaran. Mereka sibuk mengetuk pintu yang bukan pelaku utama, sementara pihak yang paling bertanggung jawab justru tidak pernah disentuh: partai-partai politik yang mengusung Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 dan 2019.

Analogi Simpel: Siapa Mengusulkan, Dia Bertanggung Jawab

Untuk membuatnya lebih mudah dipahami, mari memakai analogi “rumah tangga = negara”, yang sering digunakan dalam pendidikan kewarganegaraan:

• Rakyat adalah Istri — pemilik rumah dan sumber kedaulatan.

• MPR adalah Suami — kepala rumah tangga yang menjaga arah keluarga.

• Presiden hanyalah Asisten Rumah Tangga — pelayan publik yang dipekerjakan untuk menjalankan tugas sehari-hari.

• Partai Politik adalah Agen Asisten Rumah Tangga — pihak yang mengusulkan dan menjamin kualitas sang asisten.

Dengan analogi ini, logika menjadi sangat sederhana:

Jika “asisten rumah tangga” bermasalah, maka yang pertama dimintai pertanggungjawaban adalah agensinya — bukan RT, bukan RW, bukan tetangga, apalagi kampus tempat dia sekolah 30 tahun lalu.

Jika pemerintah adalah asisten rumah tangga, maka Jokowi sebagai calon presiden diusulkan melalui agen bernama partai politik. Dan jika ada dugaan dokumen bermasalah, maka parpol pengusunglah pihak pertama yang harus menjelaskan kepada publik.

Siapa Parpol Pengusung Jokowi?

Pilpres 2014 – Koalisi Indonesia Hebat (KIH):

• PDI Perjuangan

• PKB

• NasDem

• Hanura

Pilpres 2019 – Koalisi Indonesia Kerja (KIK):

• PDI Perjuangan

• Golkar

• PKB

• NasDem

• PPP

• Hanura

• PKPI

• Perindo

• PSI

Merekalah yang secara resmi menandatangani dokumen pencalonan Jokowi.

Merekalah yang menyatakan kepada negara dan rakyat bahwa Jokowi layak dan memenuhi syarat sebagai calon presiden.

Merekalah yang berkewajiban melakukan verifikasi administratif, termasuk keabsahan ijazah.

Jika sekarang muncul keraguan, maka pintu pertama yang harus diketuk bukanlah KPU atau kampus, tetapi parpol pengusung itu sendiri.

Mengapa Parpol? Karena Mereka Agen Politik yang Mengambil Keputusan

Dalam sistem pemilu Indonesia, KPU hanya mencatat dan memvalidasi dokumen yang diserahkan parpol.

Kampus hanya menyimpan data akademik, bukan lembaga politik.

Yang bertanggung jawab penuh atas rekam jejak calon presiden adalah:

Parpol pengusung.

Itu sebabnya investigasi RRT bakal lebih tepat sasaran jika mereka:

1. Meminta klarifikasi resmi dari semua parpol pengusung Jokowi 2014 dan 2019.

2. Menanyakan prosedur verifikasi ijazah yang pernah dilakukan parpol.

3. Meminta parpol menyampaikan pertanggungjawaban kepada publik.

4. Mengonfirmasi apakah proses itu dilakukan secara benar atau tidak.

Jika parpol mengakui bahwa mereka lalai, barulah terbuka ruang investigasi lebih dalam ke lembaga lain.

Mengapa RRT Justru Melompati Pelaku Utama?

RRT berkeliling kampus, mendatangi KPU, dan mencari arsip 40 tahun lalu. Itu kerja keras yang patut dihargai. Tetapi secara struktur kenegaraan, langkah itu melompat dan melewatkan titik paling fundamental.

Alasannya sederhana:

• KPU tidak mengajukan calon presiden;

• UGM tidak mengusulkan Jokowi sebagai calon;

• Komisi Informasi tidak menjamin kelayakan;

Semua tanggung jawab berada pada parpol.

Maka RRT sesungguhnya menembak sasaran yang berada di luar jalur prosedur.

Jika Parpol Angkat Tangan, Barulah Publik Masuk

Skenarionya jelas:

1. RRT bertanya ke semua parpol pengusung Jokowi.

2. Parpol mengakui kelalaian (atau membantah).

3. Jika parpol mengakui lalai → investigasi publik menjadi sepenuhnya sah dan justifiable.

4. Jika parpol menolak menjawab → publik berhak mempertanyakan profesionalisme mereka.

Dalam demokrasi, tanggung jawab itu berjenjang, bukan liar ke mana-mana.

Arahkan Kritik ke Tempat yang Benar

RRT berhak mengkritik, menelusuri, dan mempertanyakan. Itu bagian dari dinamika demokrasi. Tetapi jika ingin menyelesaikan persoalan secara benar, maka mereka harus mulai dari pihak yang mengusulkan, bukan dari institusi yang hanya memproses dokumen.

Polemik ijazah Jokowi tidak akan pernah selesai jika publik terus mengetuk pintu yang salah. Karena itu, langkah paling logis dan paling konstitusional adalah:

Minta pertanggungjawaban kepada partai-partai politik pengusung Jokowi dalam dua pemilu presiden.

Baru setelah itu, jika ada pengakuan kelalaian, ruang investigasi terbuka lebar.

Demokrasi berjalan jika kritik diarahkan ke tempat yang tepat — bukan ke pintu yang seharusnya tidak disalahkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Pakar Dorong Reformasi Radikal, Polri Aktif Harus Mundur dari Jabatan Sipil

Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mendorong Kepolisian RI untuk menaati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menjabat di luar institusi. Menurutnya, keberadaan Polri di kementerian/lembaga, atau pemerintah daerah, yang erat kaitannya dengan politik itu bisa membahayakan.

Hal ini mengingat Polri memiliki persoalan lebih urgen untuk diatasi. Seperti pengelolaan dan pengawasan sumber daya manusia yang berdampak pada kinerja Polri.

“Sekarang mungkin banyak perkara-perkara yang tidak bisa jalan karena kekurangan penyidik, di mana tidak lolos sertifikasi dan lain sebagainya,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (2/12/2025).

Yang tak kalah penting, menurutnya, penguatan terhadap pengawasan Polri. Menurutnya, pengawasan eksternal harus dilakukan dengan lebih efektif dan menimbulkan efek jera.

“Penguatan Kompolnas sehingga pengawasan yang lebih efektif, bisa menimbulkan efek jera, bukan sebagai sarana imunitas kepolisian,” katanya.

Karena itu, Suparji juga mendorong perbaikan kultural di tubuh Polri dilakukan secara radikal. Adapun kedudukan Polri dalam kelembagaan negara, baik di bawah Presiden atau di bawah kementerian, menurutnya, tak perlu diperdebatkan. Sebab, katanya, reformasi kultural Polri lebih urgen ketimbang perbaikan struktural.

“Bagaimana reformasi kultur secara radikal itu? Harus ada kultur organisasi yang adaptif, tata kelola yang berbasis teknologi informasi, dan manajemen yang kreatif, sistemik, dan melayani,” kata Suparji

Dia pun meminta agar Polri untuk menjadi institusi yang cerdas, bukan justru menjadi lembaga yang superbody yang penuh dengan sifat otoritarianisme.

Perilaku Anggota Polri

Sedangkan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pengaruh terbesar yang mencederai institusi Korps Bhayangkara itu adalah para anggotanya, bukan karena kedudukan lembaga atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan struktur.

“Bukan persoalan struktural, polisi di bawah siapa, kemudian pengangkatan Kapolri oleh siapa, dengan persetujuan siapa, bukan itu. Tapi pengendalian,” kata Habiburokhman di tempat sama.

Dia mengungkapkan, Komisi III DPR RI pun sudah beberapa kali membongkar polemik penegakan kasus yang berkaitan dengan perilaku anggota kepolisian.

Contohnya, kata dia, kasus meninggalnya tahanan Polres Palu yang semula disebut bunuh diri, ternyata ada penganiayaan yang dilakukan oleh polisi di sana, yang kemudian dipecat.

Lalu ada juga kasus Ronald Tannur yang tak hanya melibatkan polisi, tetapi melibatkan aparat penegak hukum lainnya, bahkan pengadilan. Dan yang terbaru, kata dia, ada kasus pemilik toko roti yang menganiaya karyawannya di Jakarta Timur, tetapi tak kunjung ditangkap oleh polisi.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Grand Syekh Al Azhar Sampaikan Belasungkawa atas Tragedi Banjir dan Tanah Longsor di Pulau Sumatera

Jakarta, aktual.com – Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang diketuai Grand Syekh Al Azhar Imam Akbar Ahmed Al-Tayeb menyampaikan belasungkawa mendalam atas banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

“MHM menegaskan solidaritas penuh kepada pemerintah dan rakyat Indonesia atas peristiwa tragis ini,” ujar Ahmed Al-Tayeb dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/12).

Majelis Hukama, kata dia, berdoa semoga Allah Swt. senantiasa melindungi para korban dengan rahmat-Nya yang luas, memberikan kesembuhan yang cepat bagi yang terluka, dan melindungi Indonesia beserta rakyatnya dari segala musibah dan bencana.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengatakan Presiden Prabowo Subianto menekankan pemulihan infrastruktur dasar sebagai tahap awal penanganan bencana.

“Presiden Prabowo menekankan bahwa pemulihan infrastruktur dasar dan layanan publik menjadi prioritas utama pemerintah dalam tahap awal penanganan bencana,” kata Teddy.

Hal itu disampaikan Kepala Negara saat meninjau posko pengungsian di Perumahan Kasai Permai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Senin.

Setibanya di lokasi, Presiden Prabowo meninjau tenda pengungsian, dapur umum, serta area layanan trauma healing yang difokuskan bagi kelompok rentan.

Sekitar 1.000 pengungsi berada di posko tersebut, sebagian besar merupakan keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan rumah akibat terdampak banjir.

Dalam peninjauan itu, Presiden mendapat laporan mengenai kondisi akses darat yang mulai dapat dilalui, meski sejumlah jembatan rusak. Selain itu, Prabowo juga mengatakan aliran listrik di wilayah tersebut hampir pulih seluruhnya dan perbaikan layanan air bersih mulai dilakukan.

“Presiden menegaskan seluruh pihak terus bekerja guna memastikan percepatan penanganan. “Seluruh pihak saat ini sedang bekerja cepat untuk menormalisasi wilayah,” ujar Teddy.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Infinite Program, IIMS 2026 Hadirkan Konsep Sportainment

Jakarta, Aktual.com — Menjelang gelaran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2026 yang digelar pada 5–15 Februari 2026 di JIExpo Kemayoran, Dyandra Promosindo resmi meluncurkan Infinite Program sebagai rangkaian utama pameran.

Presiden Direktur Dyandra Promosindo, Daswar Marpaung, mengatakan IIMS 2026 merespons perubahan perilaku konsumen otomotif yang kini menuntut inovasi, hiburan, dan gaya hidup sehat.

“Kami ingin memastikan industri otomotif tetap punya panggung besar untuk bersinar. Program-program baru ini akan meningkatkan pengalaman pengunjung,” ujarnya dalam peluncuran di Jakarta, Senin (2/12).

IIMS 2026 memperkenalkan konsep Sportainment yang mencakup empat segmen: Gym, Golf, Padel, dan Healthy Clubbing, masing-masing dengan figur representatif seperti Aji Strongman, Atta Halilintar, Sintya Marisca, dan Venom. Selain itu, IIMS menghadirkan IIMS School Edutainment bagi siswa melalui kompetisi seni dan pertunjukan.

IIMS juga kembali menggelar IIMS Infinite Show dan IIMS Infinite Live, menampilkan atraksi otomotif serta konser musik selama 11 hari dengan deretan musisi nasional.

Project Manager IIMS 2026, Rudi MF, menyampaikan konsep sportainment ditujukan untuk memperluas pasar. “Banyak aktivitas kekinian agar IIMS lebih diterima semua kalangan. Semakin banyak pengunjung, semakin besar peluang penjualan peserta pameran,” katanya.

Puluhan brand otomotif roda empat dan roda dua telah memastikan kehadiran, termasuk Audi, BMW, BYD, Honda, Hyundai, Toyota, Wuling, Yamaha, Vespa, dan lainnya.

Tiket dibagi dalam kategori Pre-Sale, Reguler, VIP Infinite, serta VIP Hospitality (Silver, Gold, Platinum). IIMS 2026 juga akan hadir di berbagai kota melalui IIMS Series di Surabaya, Balikpapan, dan Manado.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Ganti Nama BUMN Jadi BUMR, Baru Indonesia Konsisten Jadi Republik

Rinto Setiyawan, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)

Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP (Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute)

Jakarta, aktual.com – Di atas kertas, Indonesia adalah republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan seluruh kekuasaan negara dijalankan atas nama rakyat. Namun dalam praktik, masih ada istilah yang mencerminkan cara berpikir pemerintah sebagai pemilik, bukan pemerintah sebagai pelayan rakyat. Istilah itu adalah BUMN — Badan Usaha Milik Negara.

Sekilas terlihat wajar, tetapi secara filosofis dan konstitusional, ini keliru. Negara bukan entitas pemilik. Negara adalah wadah, sedangkan pemilik kekuasaan dan kekayaan hanyalah satu: rakyat. Pemerintah hanyalah penyelenggara sementara atas mandat rakyat.

Karena itu, jika Indonesia ingin konsisten sebagai republik, sudah saatnya istilah BUMN diganti menjadi BUMR — Badan Usaha Milik Rakyat.

Aset Negara Bukan Milik Pemerintah

Pemerintah tidak memiliki modal sendiri. Seluruh kekayaan yang dikelola perusahaan publik berasal dari:

– pajak rakyat,

– sumber daya alam milik rakyat,

– APBN yang diisi oleh kerja rakyat,

– dan laba yang seharusnya kembali kepada rakyat.

Jika semua berasal dari rakyat, mengapa disebut “milik negara”?

Pertanyaan ini penting karena bahasa menentukan cara berpikir. Ketika pemerintah diposisikan sebagai “pemilik”, maka perusahaan publik pun dianggap sebagai properti birokrasi, bukan amanat rakyat.

Inilah yang menyebabkan BUMN rentan dijadikan alat politik, instrumen kekuasaan, bahkan kendaraan oligarki.

BUMR Mengembalikan Kepemilikan kepada Pemilik Asli

Mengubah istilah BUMN menjadi BUMR bukan sekadar pergantian huruf. Ini adalah koreksi paradigma:

dari pemerintah sebagai pemilik → menjadi pemerintah sebagai pengelola.

BUMR menegaskan bahwa:

• perusahaan publik adalah milik rakyat,

• pemerintah sekadar operator,

• keuntungan wajib kembali kepada masyarakat,

• direksi dan komisaris tidak boleh menjadi jabatan politik,

• dan seluruh aset publik harus diawasi sebagai kekayaan milik pemilik tunggal: rakyat.

Lebih dari itu, BUMR memaksa negara membangun tata kelola perusahaan publik sesuai standar internasional yang mengutamakan akuntabilitas, yaitu:

• OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development),

• COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission),

• INTOSAI (International Organisation of Supreme Audit Institutions).

Standar ini menegaskan keharusan pemisahan fungsi, transparansi, dan pengawasan yang ketat — prinsip yang mustahil tegak jika pemerintah masih memposisikan diri sebagai “pemilik” usaha publik.

Bahasa Baru, Cara Berpikir Baru

Dalam negara republik, perubahan besar sering dimulai dari bahasa yang benar. Istilah BUMN berasal dari cara berpikir lama, seolah pemerintah adalah raja baru yang memiliki perusahaan negara. Ini kontradiktif dengan prinsip bahwa pemerintah hanyalah pelayan publik.

Sebaliknya, istilah BUMR menempatkan rakyat di posisi yang benar: pemilik rumah besar bernama Indonesia.

Pemerintah—dari presiden hingga direksi BUMR—adalah pengurus, bukan pemilik.

Dengan BUMR, relasi kuasa menjadi jujur dan sesuai konstitusi:

– rakyat adalah pemilik,

– pemerintah adalah pengelola,

– dan perusahaan publik adalah alat kesejahteraan rakyat.

Penutup

Indonesia sering menyebut dirinya “Republik Indonesia”, tetapi praktiknya masih bercampur dengan cara pikir feodal: pemerintah diperlakukan sebagai pemilik negara. Perubahan istilah BUMN menjadi BUMR adalah langkah sederhana namun fundamental untuk mengoreksi arah ini.

Selama aset publik masih disebut “milik negara”, kita belum sungguh-sungguh menjadi republik.

Ketika kita berani menyebutnya “milik rakyat”, barulah negara ini berpijak pada prinsip yang seharusnya:

– dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Saatnya Indonesia jujur pada dirinya sendiri:

Ganti nama BUMN menjadi BUMR — karena bangsa ini milik rakyat, bukan milik pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

BTN Resmikan Wajah Baru Kanwil Jateng–DIY, Perkuat Transformasi Digital dan Pembiayaan Daerah

Dirut BTN Nixon LP Napitupulu (dua kiri) didampingi Wakil Dirut BTN Oni Febriarto Rahardjo (tiga kiri) dan Direktur Network and Retail Funding BTN Rully Setiawan (kiri) bersama Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti (tengah), Rektor Universitas Diponegoro Suharnomo (tiga dari kanan), serta Rektor Universitas Negeri Semarang S. Martono (dua kanan) meresmikan wajah baru gedung Kantor Wilayah Jawa Tengah – Daerah Istimewa Yogyakarta dan Digital Store Karang Ayu, di Semarang, Jawa Tengah, Senin (1/12/2025). Peresmian wajah baru Kanwil Jateng DIY ini bukan sekadar fasilitas fisik, melainkan simbol komitmen BTN untuk menghadirkan layanan perbankan terbaik, modern, dan inklusif bagi masyarakat Jateng dan DIY. Lokasi BTN Kantor Wilayah Jateng DIY dan Digital Store Karang Ayu sangat strategis di koridor bisnis Mgr. Sugiopranoto yang merupakan pusat komersial, perbankan, dan aktivitas masyarakat. Desain arsitektur modern dan efisien, mendukung produktivitas, kualitas layanan, dan inovasi. Cerminan BTN sebagai institusi perbankan yang kokoh dan berwawasan ke depan. Aktual/DOK BTN

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Berita Lain