26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 1037

BAKN DPR Dorong Penyaluran Pupuk Subsidi Tepat Sasaran dan Efisien

Anggota BAKN DPR RI Amin Ak

Jakarta, Aktual.com – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke PT Petrokimia Gresik, Jawa Timur. Diketahui, PT Petrokimia Gresik merupakan perusahaan subholding dari PT Pupuk Indonesia, serta PT Saraswanti di Situbondo, Jawa Timur.

Karena itu, Kunsfik BAKN ini dalam rangka untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), agar pengelolaan pupuk bersubsidi yang lebih tepat sasaran dan efisien.

Anggota BAKN DPR RI Amin Ak menyoroti pentingnya PT Pupuk Indonesia untuk segera menindaklanjuti temuan-temuan BPK.  Sehingga, ia menekankan agar kesalahan serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.

“Kita dorong bagaimana hal-hal yang sekarang menjadi temuan BPK itu tidak turun lagi di masa yang akan datang,” ujarnya di sela – sela pertemuan BAKN DPR RI dengan Petrokimia di Gresik, Jawa Timur, Jumat (7/2).

BAKN DPR RI memberikan perhatian khusus pada masalah distribusi pupuk bersubsidi yang belum tepat sasaran dan keluhan petani terkait kekurangan pupuk. Bahkan, beberapa petani menyatakan kesediaan untuk membeli pupuk non-subsidi asalkan ketersediaannya terjamin. Selain itu, ditemukan juga ketidaksesuaian antara catatan stok pupuk di distributor atau pengecer dengan kondisi fisik di lapangan.

“Kalau dalam konteks tata kelola perusahaan secara internal, ini orang-orang yang melakukan kesalahan ya harus diberi sanksi, harus diminta pertanggungjawabannya,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.

BAKN DPR RI juga menyoroti pentingnya efisiensi dalam penentuan harga pokok produksi pupuk. Mereka mempertanyakan variabel-variabel yang memengaruhi harga dan mekanisme penyesuaiannya jika terjadi fluktuasi harga. Tujuannya adalah agar PT Pupuk Indonesia, sebagai BUMN, dapat menghasilkan produk yang kompetitif dan tidak kalah bersaing dengan perusahaan swasta.

“Yang jelas kita ingin semua proses pembentuk harga itu dilakukan secara transparan, dilakukan secara efisien, sehingga ini walaupun BUMN dapat modal dari pemerintah, aparatnya digaji tadinya dari modal pemerintah, ini produknya bisa kompetitif,” pungkas Anggota Komisi VI DPR RI ini.

Dengan pengawasan yang ketat dan perbaikan yang berkelanjutan, BAKN DPR RI berharap PT Pupuk Indonesia dapat terus meningkatkan kinerjanya dan memberikan kontribusi positif bagi sektor pertanian di Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan

Akhiri Kontroversi IKN, Eddy Soeparno Ajak Semua Pihak Ikuti Arahan Presiden Prabowo

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Diskusi dan kontroversi di publik tentang anggaran pembangunan Ibu Kota Nusantara terus berlanjut. Sementara Otorita IKN menegaskan bahwa pembangunan akan terus dilanjutkan.

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno meminta semua pihak untuk tidak berpolemik di publik.

“Mari kita ikuti arahan Presiden Prabowo yang sudah menyampaikan untuk saat ini fokus penyelesaian pembangunan kantor legislatif, yudikatif dan ekosistem pendukungnya,” kata Eddy.

Doktor Ilmu Politik UI ini meyakini Presiden Prabowo akan memutuskan yang terbaik untuk membangun IKN.

“Presiden Prabowo sudah mempertimbangkan segala sesuatunya secara baik dan terukur untuk IKN. Tantangannya sekarang adalah pada implementasi di jajaran pemerintahan. Penting untuk fokus mengikuti semua arahan Presiden Prabowo tanpa kecuali,” jelasnya.

Dalam beberapa kali kesempatan hadir di IKN, Eddy mengaku optimis pembangunan IKN akan terus berjalan dan menjadi terobosan dalam pemerataan pembangunan di Indonesia.

“Terakhir ketika kami Pimpinan MPR dipimpin Pak Ketua Ahmad Muzani datang ke IKN beberapa waktu lalu, perkembangan juga berlangsung cepat,”

“Bahkan dalam kesempatan tersebut saya sampaikan bahwa ayo kita di DPR dan MPR menjadi juru bicara IKN,”

“Kita sosialisasikan IKN dalam kunjungan kerja maupun dalam komunikasi dengan mitra-mitra luar negeri misalnya. Semua ini dilakukan sebagai bagian dari dukungan untuk kebijakan Presiden Prabowo terkait IKN,” tutup Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat III Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Dari Riba Muncul Oligarkhi

Irawan Santoso Shiddiq, SH*

Dari mana muasalnya oligarkhi? Jangan tanya pada akademisi. Mereka tak punya teorinya. Karena akademisi telah berhenti ‘berpikir.’ Apalagi kaum sekuleris. Mereka bingung sendiri. Sebab, Joe Biden, mantan Presiden AS pun heran negaranya terpapar oligarkhi. Sekelompok elit Yahudi bankir, menguasai sang adidaya. Amerika pun tak berdaya.

Prototipe itu yang muncul di setiap negara. Penulis Pakistan, Sahidur Rahman, mengungkap siapa sejatinya ‘pemilik’ negara Pakistan. Bukunya: ‘Who Own Pakistan’, mengungkap siapa sejatinya ‘pemilik’ Pakistan. Bukan dimiliki rakyat, melainkan sekelompok para ‘naga’ Pakistan. Negara itu juga terpapar oligarkhi. Ini model seragam disetiap negara.

Curzio Malaparte, penulis Italia, menuliskan buku ‘Coup d’etat,’ yang merupakan wajah modern state. Revolusi, mulai dari Paris sampai Bolshevik, merupakan bentuk kudeta atas negara. Shaykh Abdalqadir as sufi, ulama besar asal Eropa, menggambarkan utuh dalam ‘Technique of The Coup de Banque.’ Epos tentang bagaimana elit banker Yahudi melakukan kudeta terhadap negara (state). Karena dari situlah tergambar kaitan antara financial system dan pemerintahan ‘state.’ Korelasi ini yang tak ada dalam teorinya Machiavelli, Jean Bodin sampai Rosseau. Tapi teori-teori khayalan mereka yang menyebabkan kaum elit financial, berjaya diatas ‘state.’ Karena para oligarkhi, merekalah yang sejatinya yang mengontrol ‘state modern.’  Mereka, kaum bankir itu, melancarkan satu proyek sejak dulu: utang berbunga. Model financial system ini yang menggeluti setiap modern state. Tak heran, setiap election tiba, merekalah yang memberi pinjaman modal pada calon legislator sampai calon ‘head of state.’ Karena demokrasi telah berubah menjadi industry. Election antara Partai Republik dan Demokrat di Amerika, pemenangnya tetap sama: kaum elit Yahudi bankir. Karena mereka membiayai keduanya. Model serupa berlangsung hampir seantero dunia. Para ‘naga’ itu yang selalu menang, tanpa melalui pemilihan umum. Karena mereka menyediakan uangnya. Sebab ‘state modern’ telah berubah menjadi ‘gouverning by debt,’ sebagaimana diutarakan Maurizio Lazaratto. Pemerintahan berubah menjadi sebuah debitur. Tak lebih. Pembayar utang. Utang pada siapa? Tentulah pada para oligarkh pengendali financial system tadi.

Ini yang membuat ‘perwakilan’ para oligarkh kerap duduk sebagai ‘finance minister.’ Karena posisi ini tak pernah diberikan kepada orang partai. Melainkan ‘orangnya mereka’ agar ‘gouvernance’ dipastikan rutin membayar utangnya. Berikut dengan bunganya. Inilah model ‘state modern’ yang dibanggakan. Yang tentu, sebagaimana kata Dr. Ian Dallas, sama sekali tak layak disebut sebagai model ‘Republik.’

Muasal pola ini tentu merujuk pada Revolusi Inggris, 1660. Kala terjadi kudeta disebabkan ‘perang aqidah’ di Kerajaan Inggris. Pasca renaissance, disitulah memuncak ‘perang aqidah’ di belantara Eropa. Masuknya filsafat, membuat Eropa terbelah dalam dua ‘aqidah’. Pengikut Gereja Roma atau pengikut aliran Luthern maupun Calvinis. Ditambah pengaruh filsafat sebelumnya, yang membuat manusia percaya bahwa ‘being’ adalah ‘kehendak manusia.’ Bukan ‘kehendak Tuhan.’ Yang memang sebetulnya filsafat digunakan untuk melawan ‘kekurangrasionalan’ ajaran Roma. Hingga mereka memerlukan landasan untuk melakukan perlawanan. Jadilah kaum Eropa memungut filsafat dari kaum mu’tazilah, yang lebih dulu masuk ke belantara Islam.

Masuknya filsafat, membuat defenisi perihal ‘riba’ (usury) diputar ulang. Pungutan ‘bunga’ yang sebelumnya dianggap riba, mulai ‘diteorikan’ ulang. Tentu dengan dalil khas filsafat materialisme.

Nassau II, ekonom Inggris mulai menteorikan perihal ‘bunga.’ Dia bilang, “Jika saya meminjamkan uang kepada anda, saya harus berpandang untuk konsumsi. Oleh karena itu saya berhak mendapatkan kompensasi berupa bunga.” Dari situlah seolah si peminjam uang, berhak memungut bunga. Dengan munculnya teori baru: berpantang.

Alfred Massal berteori lagi. Dia tak setuju dengan teori ‘berpantang.’ Melainkan berteori perihal ‘masa tunggu.’ Katanya, “Alasannya bukan karena berpantang, melainkan masa tunggu. Saya meminjamkan uang kepada anda, saya boleh memungut bunga karena menunggu. Menunggu adalah penderitaan.”

Teori-teori ini yang menjadikan ‘riba’ kemudian dilegalisasi. Tentu bukan dalam Kitab Suci. Melainkan masuk dalam aturan positivism. Teori hokum Hans Kelsen, Auguste Comte, John Austin tentu mendukung agar ‘manusia yang berhak membuat hukum.’ Bukan berasal dari Kitab Suci.

Maka, prakteknya dimulai pasca Revolusi Perancis, 1789. Kala otoritas Gereja Roma dikudeta, tak ada lagi kekuatan ‘atas nama Tuhan.’ Melainkan kekuasaan atas nama ‘kedaulatan manusia.’ Kedaulatan rakyat. Maka, manusia yang berhak mengatur manusia. Karena Tuhan didudukkan sebagai pembuat jam. Kala jam selesai dibuat, maka berjalan sendiri. Rene Descartes mengatakan, ‘Tuhan adalah masuk dalam alam penyelidikan manusia, berikut juga dengan alam semesta dan manusia itu sendiri.” Cogito ergo sum pertanda manusia adalah penyelidik. Manusia yang menentukan ‘being.’ Kebenaran Kitab Suci di eliminasi.

Klimaksnya slogan ‘egalite, liberte, fraternite’ itu. Free will. Egalite, pertanda manusia yang berhak menentukan kosakata keadilan. Berdasarkan rasio manusia. Bukan lagi Kitab Suci. Liberte, pertanda manusia bebas menentukan Kehendaknya. Free will. Kehendak bebas. Fraternite, persaudaraan sesame penganut free will. Maka, Perang Revolusi Perancis adalah perang ‘aqidah’ antara pengikut ‘Kedaulatan Tuhan’ melawan pengikut ‘free will.’ Tapi pengikut ‘free will’ yang kemudian menang perang.

Sejak itulah manusia membuat ‘state modern’ yang tak lagi merujuk aturan Agama. Karena ‘agama dianggap candu.’ Tapi free will berujung pada nihilisme, seperti kata Nietszche. Hilangnya nilai-nilai. Karena justru melahirkan oligarkhi. Mereka berkuasa penuh atas suatu ‘state.’

Sebab mereka menjadi leluasa mengatur keuangan suatu kerajaan/state. Pasca Revolusi Inggris, sekelompok rentenir mendapatkan legitimasi mengatur keuangan Kerajaan Inggris. Rentenir itu menjadikan Raja Inggris sebagai nasabah. Seabad kemudian, Kaisar Perancis duduk sebagai nasabah baru. Dua abad kemudian, para rentenir banker ini mengatur banyak keuangan ‘state.’ Disinilah korelasi financial system dan ‘modern state’ bisa terbaca. Tak heran era kini hamper setiap state memiliki utang berbunga. Yang klimaksnya menguntungkan para banker, sang pemberi utang. Merekalah puncak dari oligarkhi dunia.

Dari mana para bankir itu bisa melahirkan financial system dengan pondasi ‘fiat money’? Goethe, pujangga Jerman yang muslim, mampu menjawabnya. Dia mengatakan, ‘Mereka menciptakan system uang kertas dari hasil bisikan setan,’ katanya dalam bukunya “Faust.” Nah, inilah yang disebut ‘satanic finance.’

Santo Agustinus telah memberikan perbedaan. Antara Lex Divina dan lex aeterna. Tentu ‘satanic finance’ bekerja dengan model ‘lex aeterna.’ Sistem hukum setan.  Antitesanya hanya pada Lex Divina. Hukum Tuhan. Karena riba hanya bisa bekerja dalam lex aeterna. Dan oligarkhi berjaya bersamanya.

Maka, terbuktilah tipuan dari paham ‘free will.’ Karena itu tak memberikan ‘kebebasan.’ Melainkan perbudakan. Robiespierre meneriakkan ‘liberte, egalite, fraternite,’ ternyata hanya bualan. Karena kaum proletar tetap menjadi protelar. Tak ada ‘freedom.’ Para borjuis yang menang. Mereka berubah menjadi oligarkh, yang mengatur uang dan system.

Tiga abad berselang, revolusi itu pertanda kerugian. Karena Napoleon pun terbukti menyesal. Mati-matian membela manhaj ‘sekuler,’ ujungnya mati di Pulau Elba. Attaturk pun demikian. Jenazahnya ditolak bumi. Membela sekulerisme, membuat sengsara.

Ribuan pemuja paham modernis-sekuleris, yang paling merana. Karena mereka tetap dipaksa membayar utang berbunganya. Karena itu bukan kebebasan. Melainkan sebentuk penipuan. Karena riba tetaplah riba. Allah Subhanahuwataala telah memberikan peringatan keras. Pelaku riba, menandakan berperang dengan-Nya. Perang itu ditunjukkan dengan kegelisahan hidup, sampai akan mati dengan sengsara. Lihatlah bagaimana kehidupan dan matinya Basil Zaharrof, Ernest Cassel, sampai keluarga Rotschild. Mereka seolah kaya, tapi tak bahagia. Bahkan ada yang matinya terkurung dalam brankas uangnya sendiri. Psikosis. Gila.

Karena Allah Subhanahuwataala telah menghukum pelaku riba, pasti akan terjerambab seperti orang gila. Tak bisa berdiri tenang.

 

Penulis adalah advokat dan konsultan hukum. Penulis buku “Kembalinya Hukum Islam –Matinya Positive Law–.” 

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan

Amerika Punya UU Pidana Riba, Bagaimana Dengan Indonesia?

Jakarta,- Negara Amerika Serikat yang dikenal sekuler ternyata memiliki UU Pidana Riba (usury) yang mengatur secara tegas batasan atas bunga pinjaman.  Hal itu tertuang dalam Hukum Pidana Negara Bagian New York, Amerika Serikat ‘Section 190.42’ yang dirilis sejak tahun 2014 lalu.

Dalam aturan hukum yang berlaku di negara bagian New York itu, melakukan pungutan riba dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan kriminal tingkat C. Dalam aturan itu, setiap orang dianggap telah melakukan kejahatan pidana criminal tingkat pertama ketika memungut bunga pinjaman sebesar 25% dalam jangka waktu per tahun ataupun jangka pendek. Ketentuan hukum ini sebelumnya sempat mendapatkan pertentangan dari sejumlah kalangan di Amerika, karena dianggap menggangu iklim bisnis negara paman sam.

Menurut Irawan Santoso, SH, seorang advokat dan praktisi hukum yang pernah mengajukan permohonan uji materil ketentuan riba di Mahkamah Konstitusi, hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi negara Indonesia. “Amerika yang negara sekuler saja memberlakukan adanya UU Pidana Riba, mengapa Indonesia yang Pancasila justru tidak memberlakukan ketentuan itu?” ujarnya kepada Aktual.com, Sabtu (08/02/2025) di Jakarta.

Menurut advokat asal Medan itu, walaupun ketentuan Pidana Riba di Amerika masih belum tepat benar karena yang dianggap criminal adalah bunga sebesar 25 persen. “Tapi paling tidak Amerika masih mengenal dan memahami adanya Riba atau usury, sementara di Indonesia ini dianggap sebagai angin lalu saja,” tegasnya.

Dalam pandangannya, ketentuan UU Pidana Riba di Amerika itu, membuat semua kontrak bisnis di Amerika harus mematuhi itu. “Hebatnya mereka memasukkan hal itu sebagai perbuatan pidana, sementara di Indonesia sama sekali tidak dikenal,” terangnya.

Di Indonesia, sambungnya, perihal riba hanya diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 1 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa bunga (tambahan) utang adalah haram. “Tapi Fatwa MUI itu belum masuk dalam regulasi hokum positif, sehingga belum memiliki kekuatan hukum mengikat bagi semua warga negara,” tambahnya.

Dalam pandangannya, aturan perihal riba masih banyak tertera dalam KUH Perdata sampai UU Perbankan dan aturan hukum lainnya. “Tak ada batasan pemungutan bunga utang di sini, padahal korbannya sudah banyak dan yang diuntungkan hanya kelompok pemodal, ini sangat bertentangan dengan konstitusi,” terangnya lagi.

Dia berharap agar elit ulama dan elit politik di Indonesia memahami bahaya akan riba ini. “Masak di negara sekuler saja riba sudah dinggap pidana kriminal, harusnya kita malu,” tukasnya lagi.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Sony Subrata Luncurkan AI3, Sinergikan Potensi AI untuk Inovasi Masa Depan

Pendiri AI3 (Artificial Intelligence Implementation Initiative), Sony Subrata. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Negara-negara maju telah menyiapkan strategi konkret dalam membangun ekosistem Artificial Intelligence (AI) mereka. Mereka tidak hanya fokus pada pengembangan teknologi, tetapi juga investasi di bidang infrastruktur, pendidikan, serta insentif untuk sektor swasta. Jika Indonesia ingin bersaing di era digital, maka strategi serupa harus segera diimplementasikan.

Menurut Sony Subrata, pendiri AI3 (Artificial Intelligence Implementation Initiative), keterlambatan dalam mengadopsi AI akan memperbesar kesenjangan ekonomi dan teknologi dengan negara-negara lain.

“Negara-negara maju telah menetapkan strategi konkret dalam membangun ekosistem AI mereka. Mereka tidak hanya berfokus pada pengembangan teknologi, tetapi juga membangun infrastruktur AI yang kuat, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan, serta membuka peluang investasi dengan berbagai insentif fiskal. Jika Indonesia ingin bersaing secara global, kita harus mengambil langkah serupa dan kita harus mulai sekarang,” ujar Sony Subrata, pada Senin (03/02/2025) di Jakarta.

Salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan implementasi AI adalah sumber daya manusia yang siap beradaptasi dengan teknologi ini. Di berbagai negara maju, pelatihan AI sudah menjadi bagian dari kurikulum di sekolah dan universitas. Namun, di Indonesia, edukasi terkait AI masih sangat terbatas.

“Kita perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan AI. Tanpa tenaga kerja yang siap, AI hanya akan menjadi teknologi yang digunakan oleh segelintir orang, sementara yang lain tertinggal,” tambah Sony.

Melihat pentingnya AI bagi masa depan Indonesia, AI3 hadir sebagai platform yang berfokus pada implementasi AI di berbagai sektor.

“AI3 adalah singkatan dari Artificial Intelligence Implementation Initiative, sebuah gerakan masyarakat yang bertujuan memberikan masukan kepada pemerintah Indonesia dalam perencanaan dan implementasi AI, khususnya dalam periode krusial 2025-2045. Ini adalah periode yang menentukan apakah Indonesia akan menjadi pemain utama dalam AI atau hanya menjadi pasar bagi teknologi asing,” kata Sony.

Melalui AI3, berbagai stakeholder dapat berkolaborasi untuk menciptakan kebijakan yang mendorong inovasi dan implementasi AI yang lebih luas. Jika Indonesia tidak segera membangun ekosistem AI yang kuat, maka negara ini hanya akan menjadi konsumen teknologi asing tanpa daya saing di tingkat global. Oleh karena itu, saatnya Indonesia mengambil langkah maju dan memastikan bahwa AI menjadi motor penggerak inovasi nasional.

Dengan strategi yang tepat, kolaborasi lintas sektor, serta regulasi yang mendukung, AI bukan hanya akan membawa perubahan di Indonesia, tetapi juga membuka peluang bagi generasi mendatang untuk bersaing di era digital.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

KPK Sita Empat Properti Terkait Korupsi Lahan di Rorotan

KPK sita tanah di Cikarang dari salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, di lingkungan BUMD Sarana Jaya tahun 2019-2020. (ANTARA/HO-KPK)

Jakarta, Aktual.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita empat properti dengan nilai sekitar Rp22 miliar terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, di lingkungan BUMD Sarana Jaya tahun 2019-2020.

“Asset yang disita tersebut milik tersangka DS dan diduga punya keterkaitan dengan perkara dimaksud,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (8/2).

Tessa menerangkan aset yang disita tersebut berupa satu unit apartemen di Jakarta Selatan, satu unit apartemen di Serpong, serta dua bidang tanah di Cikarang dengan luas sekitar 11.000 meter persegi.

“Taksiran nilai dari empat bidang aset yang disita tersebut kurang lebih sebesar Rp22 miliar,” ujarnya.

KPK menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada para pihak dan juga masyarakat yang telah membantu kelancaran kegiatan penyitaan pada perkara ini.

Pada Kamis, 13 Juni 2024, KPK mengumumkan dimulainya penyidikan terkait dengan dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara di lingkungan BUMD Sarana Jaya.

Selain itu, KPK juga mengumumkan telah melakukan cekal ke luar negeri terhadap 10 orang tersebut berlaku sejak 12 Juni 2024 selama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk kepentingan penyidikan.

Dengan perkara tersebut telah memasuki tahap penyidikan, kata dia, bisa dipastikan sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

Meski demikian, siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka beserta uraian lengkap perkara tersebut baru akan disampaikan penyidik ketika penyidikan dinyatakan rampung.

Budi menjelaskan bahwa penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan tersebut merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur pada hari Rabu (26/6) mengungkapkan kerugian keuangan negara terkait dengan perkara tersebut mencapai lebih dari Rp200 miliar.

Asep menerangkan bahwa modus dugaan korupsi dalam perkara tersebut adalah adanya permainan antara pembeli dan makelar yang menyebabkan adanya selisih harga hingga berujung pada kerugian keuangan negara.

Pembelian itu, menurut Asep, mengabaikan proses yang benar. Pembelian tanah seharusnya bisa langsung dilakukan antara pembeli dan penjual, tetapi dalam hal ini pembelian tersebut dilakukan melalui makelar.

“Terlihat ada persekongkolan antara pembeli dan makelar tersebut, padahal harusnya pembeli itu bisa langsung membeli tanah dari penjual atau masyarakat,” kata Asep.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan

Berita Lain