25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 29

Sindir CMNP yang Raih Restitusi Rp247 M, Ahli Ungkap Ancaman Penalti Pajak Gegara Ubah Laporan Keuangan NCD

Jakarta, aktual.com – Ahli Akuntan dan Pajak Dadang Suwarna mengungkap ancaman terhadap perusahaan yang mengubah laporan keuangannya.

Hal itu disampaikan Dadang dalam sidang lanjutan pemeriksaan ahli dalam perkara perdata PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dengan PT MNC Asia Holding.

Pernyataan ini disampaikan Dadang menjawab pertanyaan Kuasa Hukum MNC Asia Holding Hotman Paris Hutapea yang mempertanyakan sejauh mana keabsahan laporan keuangan CMNP.

Sebab, Hotman Paris memaparkan CMNP sudah mencatat selama tahun 1999-2014 dalam laporan keuangannya bahwa ada transaksi jual beli NCD yang merupakan hasil transaksi dengan Drosophila Enterprise Pte Ltd dan sudah dimintakan restitusi pajak dan dibayar oleh negara.

Namun, belakangan CMNP malah menyebut bahwa transaksi itu hanya tukar menukar dan tidak sah.

“Kalau kedua belah pihak, baik perusahaan _go public_ atau bank yang menerbitkan deposito, dilaporkan (di laporan keuangan), maka secara akuntansi dan pajak, wajib pajak sudah mengakui transaksi itu (NCD) adalah sah,” tutur Dadang di Persidangan di PN Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).

Oleh sebab transaksi itu dianggap sah, maka menurut Dadang, ada ancaman denda atau penalti yang menanti perusahaan apabila laporan keuangan itu diubah di kemudian hari.

Hotman Paris, dalam sidang yang sama, langsung mengaitkan pernyataan ahli tersebut dengan CMNP yang belakangan mengubah laporan keuangannya sendiri sejak tahun 2015.

Dalam gugatan di 2025, CMNP bahkan menyebut bahwa transaksi NCD tidak sah alias bodong dan bukan jual beli, melainkan tukar menukar.

Hotman heran, padahal transaksi NCD itu sempat dibukukan pada laporan keuangan CMNP sebesar Rp247 miliar pada tahun 2011 dan bahkan CMNP mendapatkan pengembalian pajak (restitusi) dari negara.

“Kalau tahun 2025 ternyata kerugiannya, mengaku berbeda dengan laporan keuangan, berbeda dengan SPT (Pajak), berapa negara bisa menjatuhkan penalti kepada perusahaan _go public_ seperti ini kalau pokoknya Rp247 miliar,” tanya Hotman.

“Restitusi atau pembebanan kepada negara yang Rp247 miliar itu dihitung pajaknya berapa, 23% dengan penalti 400%. Jadi (jika nilai restitusi) Rp247 miliar dikalikan tarif pajaknya 23% ditambah sanksinya 400%,” tambah dia.

Denda dan penalti dapat dijatuhkan bila sebuah perusahaan dianggap keliru dalam menerbitkan laporan keuangan. Padahal, laporan keuangan yang diterbitkan sebuah perusahaan berasal dari dokumen perusahaan itu sendiri.

“Karena perusahaan sudah memberikan informasi dan data yang keliru pada saat pengisian SPT (Pajak), padahal pengajuan pembebanan biaya pakai surat sendiri. (Berarti perusahaan itu) mengisi SPT yang dengan sengaja tidak dengan benar,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

SP3 Dugaan Pemalsuan Dokumen IUP di Sulteng Dilaporkan ke Komisi Percepatan Reformasi Polri

Kuasa hukum PT ABM Teguh Satya Bhakti. Foto; Ist

Jakarta, Aktual.com – Kuasa huku PT Artha Bumi Mining (PT ABM) secara resmi mengadukan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Sulawesi Tengah kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP). SP3 tersebut dinilai tidak sah, bertentangan dengan hukum acara pidana, serta mengabaikan Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Palu.

Perkara ini berawal dari dugaan pemalsuan Surat Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Dirjen Minerba Kementerian ESDM Nomor 1489/30/DBM/2013 yang digunakan sebagai dasar penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Bintang Delapan Wahana.

“Surat tersebut telah dinyatakan palsu oleh berbagai instansi negara, termasuk Kementerian ESDM, Dirjen Minerba, Kemenko Marves, dan Pemerintah Daerah,” kata Kuasa hukum PT ABM Teguh Satya Bhakti, dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).

Teguh menjelaskan, penyidikan atas laporan PT ABM telah berjalan sejak 2023, melibatkan puluhan saksi, ahli pidana, ahli forensik, penyitaan dokumen, penetapan tersangka, hingga penahanan. Bahkan, status tersangka telah diuji melalui Praperadilan dan dinyatakan sah berdasarkan Putusan PN Palu Nomor 8/Pid.Pra/2025/PN Pal.

“Namun pada 31 Oktober 2025, penyidik justru menerbitkan SP3 dengan alasan tidak cukup bukti. Ini aneh karena SP3 tanpa adanya novum, dan bertentangan dengan KUHAP, peraturan Kapolri, putusan Praperadilan, serta hasil laboratorium forensik Polri,” kata Teguh.

Teguh pun menyampaikan, penerbitan SP3 ini melukai kepastian hukum, mencederai wibawa pengadilan, dan berpotensi melanggengkan praktik penggunaan izin pertambangan berbasis dokumen palsu, termasuk di kawasan hutan negara.

“Melalui pengaduan ini ke KPRP, kami meminta KPRP melakukan evaluasi dan rekomendasi korektif terhadap proses penyidikan yang dinilai menyimpang tersebut,” papar Teguh.

Teguh juga menyebutkan, kasus ini berdampak luas terhadap iklim investasi nasional, reformasi Polri, perlindungan kawasan hutan, dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

“Penegakan hukum tidak boleh berhenti ketika bukti telah cukup dan putusan pengadilan telah menguatkan proses penyidikan,” tegasnya.

Selain melaporkan ke KPRP, tim kuasa hukum PT ABM juga mengadukan perkara tersebut ke Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) pada Selasa (16/12/2025) kemarin. Aduan ini bertujuan agar Satgas PKH mengaudit investigasi keabsahan izin operasi PT Bintang Delapan Wahana.

“Kami hari ini mengadukan ke Satgas PKH bahwa izin PT Bintang Delapan Wahana palsu. Fakta pemalsuan ini telah dikonfirmasi melalui berbagai surat resmi kementerian, keputusan pencabutan dan penataan izin oleh pemerintah daerah, serta Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata salah satu anggota kuasa Hukum PT ABM M Ratho Priyasa, dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Dengan pelaporan ini, kata Ratho, pihaknya meminta Satgas PKH untuk melakukan intervensi kebijakan dan supervisi lintas kementerian. “Kami juga memohon Satgas PKH untuk melakukan audit investigatif keabsahan izin PT Bintang Delapan Wahana,” paparnya.

Ratho juga menyampaikan, pihaknya juga meminta Satgas PKH untuk melakukan koordinasi penegakan hukum di tingkat pusat dan melakukan pengamanan kawasan hutan terdampak dari izin palsu tersebut.

Aktual.com mencoba mengkonfirmasi dan meminta klarifikasi terkait perkara ini ke PT Bintang Delapan Wahana melalui saluran surat elektronik [email protected], dan mencoba berkirim surat melalui situs bintangdelapan.com, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada balasan atau klarifikasi apapun.

PT Bintang Delapan Wahana merupakan bagian dari Bintang Delapan Group, salah satu grup pertambangan terbesar di Indonesia, terkait erat dengan PT IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) di Morowali Sulawesi Tengah.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Klarifikasi Bank Muamalat soal Isu Fraud Kredit Rp700 Miliar

Bank Muamalat (Foto: Istimewa)
Bank Muamalat (Foto: Istimewa)

Jakarta, aktual.com – Isu dugaan fraud di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk kembali menjadi perhatian publik setelah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk memutuskan membatalkan rencana akuisisi. Sorotan utama tertuju pada pembiayaan korporasi senilai Rp700 miliar kepada PT Harrisma Data Cita (HDC) yang disebut-sebut langsung bermasalah sejak awal pencairan dan memicu kekhawatiran luas, termasuk terkait posisi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai pemegang saham pengendali Bank Muamalat.

Menanggapi pemberitaan yang beredar, Sekretaris Perusahaan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Hayunaji menyampaikan klarifikasi resmi. “Tidak terdapat pembiayaan dengan status tersebut,” ujarnya, merespons informasi mengenai adanya first payment default.

Ia menjelaskan bahwa untuk pembiayaan yang diberikan kepada salah satu nasabah, Bank Muamalat terus melakukan berbagai upaya penyelesaian. “Termasuk melalui proses lelang jaminan sebagai upaya terakhir,” kata Hayunaji.

Menurutnya, seluruh kegiatan bisnis dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di sisi lain, isu ini tetap menimbulkan pertanyaan publik karena kredit PT HDC disebut langsung macet pada cicilan pertama pada November 2023.

Dugaan keterlibatan Indra Falatehan, yang saat itu menjabat Direktur Utama Bank Muamalat, ikut menguat karena posisinya sebagai pemegang otoritas tertinggi. Informasi yang beredar menyebutkan pengajuan kredit tersebut merupakan referal langsung dan diproses cepat, meski diduga menyalahi regulasi internal.

Aspek penegakan hukum dalam kasus perbankan ini turut disorot kalangan akademisi. Dosen hukum ekonomi syariah UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan Tarmidzi menilai pemeriksaan memiliki tahapan yang jelas.

“Bank Muamalat itu langsung di OJK itu,” katanya.

Ia menambahkan, setelah pemeriksaan regulator selesai, penanganan dapat dilanjutkan oleh aparat penegak hukum. “Bisa ditidaklanjuti ke situ nanti,” ujarnya.

Pandangan kritis juga datang dari Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies Nailul Huda. Ia mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran prosedur sejak awal pemberian pembiayaan.

“Sebuah perbankan yang baik pasti memiliki standar pengecekan calon debitur dari awal,” katanya.

Menurutnya, kegagalan bayar pada angsuran pertama menunjukkan adanya tahapan yang dilanggar. “Ada yang dilanggar,” ucap Nailul Huda.

Ia juga menyoroti peran BPKH sebagai pengendali Bank Muamalat dan dampak kasus ini terhadap rencana divestasi. “Akibat hal ini, BPKH kesulitan untuk menjual saham bank muamalat,” katanya.

Penelusuran menyeluruh dari proses pengajuan hingga persetujuan di tingkat direksi dinilai penting karena berkaitan langsung dengan tata kelola dan perlindungan dana publik.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rupiah Dijaga Ketat! BI Tahan Suku Bunga 4,75% di Tengah Gejolak Global

Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diselenggarakan pada Rabu (17/12/2025). Keputusan tersebut juga diikuti dengan penetapan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75 persen dan suku bunga Lending Facility tetap di level 5,50 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta mengendalikan inflasi di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.

“Keputusan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh Bank Indonesia untuk mendukung perekonomian nasional,” ujar Perry dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (17/12/2025).

Perry menjelaskan, meskipun suku bunga acuan ditahan, Bank Indonesia tetap membuka ruang penyesuaian kebijakan ke depan dengan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik. Ia menegaskan bahwa inflasi pada 2026 diperkirakan tetap berada dalam sasaran 2,5 persen dengan deviasi plus minus 1 persen.

“Dengan inflasi yang terjaga, Bank Indonesia memiliki fleksibilitas kebijakan moneter yang akan terus disesuaikan dengan dinamika ekonomi,” kata Perry.

Dari sisi nilai tukar, BI menilai rupiah relatif stabil di tengah tekanan global. Perry menyebutkan bahwa pada 16 Desember 2025 nilai tukar rupiah berada di level Rp16.685 per dolar AS, relatif stabil dibandingkan dengan posisi akhir November 2025.

Di tengah tantangan global, Bank Indonesia tetap optimistis terhadap prospek ekonomi nasional. Perry menilai konsumsi rumah tangga yang terjaga, kinerja ekspor yang masih positif, serta dukungan kebijakan fiskal dan moneter menjadi faktor penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun.

“Kami terus berkomitmen menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sekaligus mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tuturnya.

Ke depan, BI menegaskan akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Usut Kasus Korupsi EDC Bank Rakyat Indonesia, KPK Periksa Enam Saksi

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) pada tahun 2020–2024.

“Pemeriksaan atas nama SR selaku Deparatment Head IT Good and Services BRI periode November 2020-Juni 2021, GN selaku Direktur Utama PT Yaksa Harmoni Global, MA selaku Pelaksana Tugas Country Manager Verifone Indonesia, FG selaku pegawai PT Hexa Indotama, AJ selaku Dirut PT Mika Informatika Indonesia tahun 2022, serta SS selaku pegawai swasta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut Budi mengatakan pemeriksaan terhadap enam saksi tersebut bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Sebelumnya, KPK pada 26 Juni 2025, mengumumkan memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.

Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.

Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari total nilai proyek pengadaan yang Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.

KPK pada 9 Juli 2025, menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital, dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).

Selain itu, Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Pengamat: Perkara Pidana Ijazah Jokowi Berpotensi Ditunda Tunggu Putusan Perdata

Jakarta, aktual.com – Pengamat politik dan hukum Muhammad Gumarang menilai proses hukum pidana terkait dugaan pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo berpotensi mengalami penundaan. Penundaan itu dinilai tak terelakkan menyusul bergulirnya gugatan Citizen Law Suit (SLS) soal dugaan keaslian ijazah Jokowi yang kini memasuki tahap pokok perkara di Pengadilan Negeri Solo.

“Kasus pidana ijazah Jokowi akan terjadi penundaan karena adanya prinsip prejudicial geschil,” kata Muhammad Gumarang. Menurut dia, perkembangan perkara perdata tersebut memiliki konsekuensi langsung terhadap penanganan perkara pidana yang saat ini ditangani Polda Metro Jaya dengan tersangka Roy Suryo Cs.

Gumarang menjelaskan, dalam gugatan SLS yang diajukan Top Taufan Cs dengan Jokowi sebagai tergugat, majelis hakim Pengadilan Negeri Solo telah menolak eksepsi tergugat terkait kewenangan absolut. Dengan putusan tersebut, pengadilan menyatakan berwenang mengadili perkara dan persidangan berlanjut ke tahap pemeriksaan pokok perkara.

Dengan masuknya perkara ke tahap pembuktian, hakim perdata akan menilai objek utama gugatan, yakni keaslian ijazah Presiden Jokowi. Menurut Gumarang, fakta ini membuat perkara pidana dengan objek yang sama tidak dapat diproses secara paralel tanpa berisiko menimbulkan konflik putusan.

“Dengan ditolaknya eksepsi tergugat berarti persidangan masuk pokok perkara, dan hakim akan memeriksa serta membuktikan keaslian ijazah Jokowi sebagai objek gugatan,” ujar Gumarang.

Ia menilai, dalam kondisi demikian, hakim pidana wajib menerapkan asas *prejudicial geschil* atau mendahulukan pemeriksaan perkara perdata sebelum melangkah ke pembuktian pidana. Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi putusan dan mencegah terjadinya pertentangan antarperadilan.

Gumarang menyebut, perkara pencemaran nama baik yang dilaporkan Jokowi ke Polda Metro Jaya merupakan delik yang berkaitan erat dengan penilaian atas keaslian ijazah. Karena itu, putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi prasyarat penting sebelum perkara pidana dilanjutkan.

“Perkara pidana pencemaran nama baik dengan tersangka Roy Suryo Cs seharusnya ditangguhkan terlebih dahulu dan menunggu putusan citizen lawsuit di Pengadilan Negeri Solo,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa hasil uji forensik atas ijazah Jokowi tidak dapat dijadikan dasar tunggal untuk menentukan keaslian dokumen tersebut dalam konteks pidana. Menurutnya, hasil forensik tetap harus diuji dalam persidangan dan dinilai oleh hakim.

“Hasil forensik ijazah Jokowi tidak bisa dijadikan alat bukti menentukan keaslian ijazah karena bukan putusan pengadilan dan tetap harus diuji di persidangan,” ujar Gumarang.

Lebih lanjut, Gumarang merujuk pada ketentuan hukum yang mewajibkan hakim pidana mendahulukan putusan perdata apabila objek pembuktiannya sama. Ketentuan tersebut bertujuan menghindari lahirnya dua putusan yang saling bertolak belakang dan berpotensi mencederai kepastian hukum.

“Hakim pidana harus menjalankan asas prejudicial geschil sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 1980 dan Pasal 81 KUHAP, agar tidak terjadi dua putusan yang saling berbenturan, karena objek utama pembuktiannya sama, yaitu keaslian ijazah Jokowi,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain