30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 320

KPK Kembali Periksa 10 Perusahaan terkait Dugaan Korupsi EDC BRI

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (Persero) beralih dari EDC BRI konvensional ke sistem Android. Aktual/ DOK BRI

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil 10 direktur perusahaan untuk menjadi saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) tahun 2020–2024.

“Pemeriksaan saksi bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Budi mengatakan sepuluh orang saksi kasus mesin EDC tersebut adalah RPP selaku Direktur PT Tiga Kreasi Abadi, AA selaku Direktur PT Arah Digital Indonesia, RA selaku Direktur PT Conexat Ekstra Indonesia, BB selaku Direktur PT Datindo Infonet Prima, dan SUH selaku Direktur PT Dianasakti Suryaplastik Industri.

Kemudian TAP selaku Direktur PT Eurokars Surya Utama, AS selaku Direktur PT Finnet Indonesia, RR selaku Direktur PT Otani Premium Paper Industry, DW selaku Direktur PT Remada Jaya, serta YS selaku Direktur PT Sarana Reswara Abadi.

Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.

Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.

Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari total nilai proyek pengadaan yang Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.

Pada 9 Juli 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital, dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).

Selain itu, Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

BPKN Sarankan Pencampuran Etanol ke BBM Mesti Lewati Uji Coba Dulu

Ilustrasi - Aktivitas SPBU di Timika, Mimika, Papua Tengah. (ANTARA/HO-PT Pertamina Patra Niaga)
Ilustrasi - Aktivitas SPBU di Timika, Mimika, Papua Tengah. (ANTARA/HO-PT Pertamina Patra Niaga)

Jakarta, aktual.com – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN RI) Muhammad Mufti Mubarok menyarankan rencana pencampuran atau blending etanol ke BBM agar diuji coba terlebih dulu.

“Sebelum diaplikasikan secara nasional agar ada zona atau area uji coba terlebih dahulu, guna melihat dampak riil di bidang teknis, ekonomi dan perlindungan konsumen,” ujar Mufti dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (9/10).

Menurut dia, kebijakan energi seperti ini jangan hanya dilihat dari sudut efisiensi atau lingkungan, tapi juga dari sudut konsumen.

BPKN menyampaikan sejumlah masukan atas wacana pemerintah mencampurkan etanol ke dalam bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini harus dirancang dengan memperhatikan hak-hak konsumen.

“Agar konsumen tidak dirugikan, pemerintah dan pelaku industri harus memberikan data spesifikasi yang jelas, misalnya kadar etanol, dampak pada performa mesin, dan standar pengujian. Konsumen berhak mengetahui bahwa bahan bakar yang mereka beli sesuai kualitas yang dijanjikan,” kata Mufti.

BPKN menekankan perlunya sistem pengujian laboratorium independen dan pengawasan distribusi agar tidak terjadi penyimpangan ataupun pencampuran di luar standar. Tanpa pengawasan ketat, risiko kerusakan mesin atau degradasi performa bisa muncul.

Jika suatu saat konsumen mengalami kerusakan akibat penggunaan BBM dengan etanol, Mufti berharap mekanisme ganti rugi dan klaim jaminan dapat dijalankan dengan mudah dan efektif. Pemerintah perlu menyiapkan payung hukum yang jelas agar konsumen tidak terlantar.

“BPKN menyarankan agar penerapan etanol secara menyeluruh dilakukan dalam tahapan bertahap, bukan langsung dalam skala penuh (mandatori), sembari melakukan edukasi publik agar masyarakat dan pelaku usaha siap menerima perubahan,” katanya.

Dia berpendapat bahwa menambah dimensi penting dalam perencanaan kebijakan energi.

“Agar transisi ke bahan bakar lebih ‘hijau’ tetap adil dan aman bagi konsumen. Pemerintah yang merancang kebijakan tetap dituntut menjaga keseimbangan antara kepentingan lingkungan, industri dan hak rakyat sebagai konsumen,” kata Mufti.

Sebagai informasi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan Presiden Prabowo Subianto menyetujui mandatori campuran etanol 10 persen untuk bahan bakar minyak (BBM), dalam rangka mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap impor BBM.

Dengan demikian, lanjut Bahlil, Indonesia akan mewajibkan campuran bensin dengan etanol untuk membuat BBM yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Quo Vadis Reformasi Polri

Sunanto, S.H.I.,M.H. Dewan Pembina Cakrawala Negarawan Indonesia

Belakangan, reformasi Polri kembali menjadi perbincangan hangat. Di tengah pergantian dinamika politik nasional dan meningkatnya ekspektasi publik terhadap penegakan hukum, muncul pertanyaan mendasar: apa sebenarnya yang hendak diubah dari kepolisian? Apakah sekadar mengganti figur di pucuk pimpinan, atau menata ulang nilai-nilai yang menjadi fondasi moral lembaga ini?

Belakangan, Polri memang seolah sedang diuji. Sejumlah peristiwa besar, mulai dari tragedi Kanjuruhan hingga kasus Ferdy Sambo, mengguncang kepercayaan publik dan menuntut perubahan. Namun di balik guncangan itu, tampak kesadaran baru: bahwa pembenahan sejati tidak selalu datang dari luar, melainkan bisa tumbuh dari dalam.

Polri kini tengah menengok dirinya sendiri, mencoba mencari bentuk terbaik sebagai lembaga penegak hukum yang bukan hanya kuat secara institusional, tetapi juga manusiawi dalam menjalankan mandatnya.

Langkah-langkah perbaikan yang kita lihat hari ini bukan sekadar rutinitas administratif atau agenda politik sesaat. Ia lebih menyerupai proses refleksi kelembagaan, upaya panjang untuk menata kembali nilai dasar, mengoreksi cara kerja lama, dan membangun hubungan baru antara negara, aparat, dan warga.

Seperti diingatkan Kurt Lewin, setiap organisasi yang ingin berubah harus berani “mencairkan” kebiasaan lama, memperkenalkan pola baru, lalu meneguhkan kembali nilai yang diperbarui. Dalam konteks Polri, tahap “mencair” itu dimulai saat lembaga ini mengakui adanya krisis kepercayaan publik dan membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri.

Langkah tersebut menandai sesuatu yang lebih penting daripada sekadar respons atas tekanan publik: kesediaan untuk berubah dari dalam. Sebab reformasi sejati bukan perkara mengganti orang, tetapi mengganti cara berpikir; bukan mengganti sistem semata, tetapi memperbarui kesadaran moral tentang apa artinya menegakkan hukum di tengah masyarakat demokratis.

Dari Program ke Nilai

Di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri mengusung program Polri Presisi, Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan, yang diharapkan menjadi fondasi baru budaya kerja kepolisian. Dari program ini lahirlah berbagai inovasi: Polri Super App, SIM Online, SKCK Online, dan berbagai layanan digital lain yang memangkas birokrasi dan membuka akses publik secara luas.

Namun, jika transformasi hanya berhenti di level digitalisasi atau inovasi layanan, maka transformasi itu belumlah utuh. Perubahan sejati selalu menyentuh wilayah nilai—bagaimana aparat memaknai peran mereka, bagaimana mereka memandang warga, dan bagaimana kekuasaan digunakan untuk melindungi, bukan menakuti.

Inilah yang dimaksud dengan pembelajaran ganda (double-loop learning) sebagaimana dikemukakan Chris Argyris: bukan hanya memperbaiki kesalahan teknis, tetapi meninjau ulang cara berpikir yang mendasarinya. Dalam konteks Polri, pembelajaran ini berarti menata ulang cara lembaga ini melihat kekuasaan, hukum, dan kemanusiaan.

Tim Reformasi Polri yang kini bekerja di bawah Komjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana mencoba menapaki jalan itu. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa reformasi kepolisian tidak boleh berhenti pada restrukturisasi organisasi, melainkan harus menyentuh “roh” institusinya—moralitas, keterbukaan, kemanusiaan, dan pelayanan publik. Penegakan hukum, katanya, bukan soal menghukum, tetapi tentang membangun peradaban.

Polri sendiri memang telah menunjukkan kemajuan di banyak bidang. Dalam tiga tahun terakhir, lembaga ini berhasil mengungkap lebih banyak kasus kejahatan siber, perdagangan orang, hingga illegal mining dan illegal fishing. Pengamanan Pemilu 2024 berjalan relatif aman dan damai.

Lebih dari itu, reformasi sumber daya manusia juga mulai tampak. Proses rekrutmen lebih terbuka, pelatihan diperkuat dengan pendekatan teknologi, dan orientasi pelayanan publik mulai dihidupkan kembali. Survei Indikator Politik Indonesia (2023) bahkan mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri meningkat hingga 73,2 persen. Artinya, upaya pembenahan Polri mulai mendapat tempat di hati masyarakat.

Tapi pekerjaan belum selesai. Reformasi yang sejati menuntut lebih dari sekadar perubahan prosedur; ia menuntut keberanian untuk berubah secara moral. Sejauh ini, Polri sudah belajar banyak dari krisis. Kini tantangannya adalah menjadikan pembelajaran itu permanen, membentuk budaya baru yang menolak penyimpangan, sekecil apa pun itu.

Reformasi Polri: Antara Substansi dan Framing Politik

Sepintas, perubahan di tubuh Polri tidak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan dukungan lintas lembaga dan keterlibatan masyarakat sipil. Dalam konteks itu, rencana pemerintah membentuk Komite Reformasi Polri patut diapresiasi.

Komite ini diharapkan menjadi wadah yang mempertemukan pemerintah, akademisi, dan publik dalam merumuskan arah baru reformasi kepolisian. Namun, hingga kini, keputusan presiden (Keppres) tentang pembentukannya belum diterbitkan. Nama-nama anggota juga belum diumumkan, kecuali Mahfud MD yang disebut akan terlibat. Artinya, agenda reformasi masih berada pada tahap desain kebijakan.

Dua peristiwa besar yang melibatkan institusi kepolisian belakangan ini tidak seharusnya dipahami sekadar sebagai “kasus”. Ia justru membuka kembali pertanyaan mendasar: apa sebenarnya arah reformasi Polri yang tengah dijalankan? Sebab yang dibutuhkan bukanlah sekadar pergantian figur di pucuk pimpinan, melainkan perubahan yang lebih substansial, perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, dan cara menghayati tanggung jawab sebagai pengemban hukum.

Kisruh dalam demonstrasi beberapa waktu lalu menjadi contoh nyata betapa mudahnya ruang publik ditunggangi oleh agenda politik. Aksi yang semula lahir dari aspirasi berubah menjadi tindakan anarkistis. Dalam pusaran itu, kepolisian justru menjadi korban dari framing politik, dipersepsikan berlebihan, diserang di tengah tugas menjaga keteraturan. Padahal, mereka yang berdiri di lapangan tetap harus menjalankan mandat negara, meski berada di tengah badai opini

Namun pekerjaan belum selesai. Reformasi sejati tidak berhenti pada perbaikan prosedur atau penggantian pemimpin; ia menuntut keberanian moral untuk berubah dari dalam. Sejauh ini, Polri telah belajar banyak dari krisis kepercayaan masa lalu.

Tantangannya kini adalah menjadikan pembelajaran itu permanen—membentuk budaya baru yang menolak penyimpangan sekecil apa pun, dan menumbuhkan kesadaran bahwa keadilan tidak lahir dari kekuasaan, tetapi dari integritas.

Rencana pembentukan Komite Reformasi Polri, yang masih berada pada tahap desain kebijakan, sebenarnya memberi ruang untuk meninjau ulang arah reformasi itu sendiri. Waktu ini sebaiknya dimanfaatkan bukan untuk menambah struktur, melainkan untuk memperdalam paradigma. Sebab inti dari pembaruan Polri bukanlah mengganti orang atau membentuk lembaga baru, tetapi memperkuat kesadaran bahwa polisi adalah penjaga kepercayaan publik, bukan sekadar pelaksana perintah negara.

Krisis kepercayaan yang pernah terjadi mengajarkan hal penting: legitimasi tidak dibangun dari kekuatan, melainkan dari kepercayaan. Dan kepercayaan hanya bisa tumbuh dari empati, transparansi, dan tanggung jawab. Jika nilai-nilai ini dijaga di seluruh lini, Polri bukan hanya akan menjadi lembaga profesional, tetapi juga lembaga yang berkarakter, kuat tanpa kehilangan sisi manusiawinya.

Pertanyaan “quo vadis reformasi Polri” pada akhirnya bukan tentang siapa Kapolri, melainkan tentang ke mana arah moral dan kultural kepolisian akan dibawa. Reformasi sejati adalah perjalanan panjang, bukan hasil instan. Ia menuntut keberanian untuk terus berbenah, bukan karena tekanan publik, melainkan karena kesadaran moral sebagai pelindung masyarakat.

 

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

DPR Ungkap Isi Rapat Mensesneg – Menkeu di Kompleks Parlemen

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat diwawancarai di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (9/10/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat diwawancarai di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (9/10/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan isi rapat dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi hingga Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di kompleks parlemen (8/10), yang membahas isu politik, ekonomi, hingga keamanan.

Adapun momen rapat tersebut dibagikan dalam unggahan Instagram resmi Sekretariat Kabinet. Dalam unggahan itu, tampak pula Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, hingga Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono.

“Kita koordinasi antara eksekutif dan legislatif, kita lakukan tukar menukar informasi mengenai situasi terkini tentang politik, ekonomi, keamanan, dan lain-lain,” kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (9/10).

Menurut dia, rapat tersebut digelar oleh DPR RI setelah mengundang para menteri itu sejak 4 hari lalu.

Selain soal pembahasan umum, menurut dia, rapat tersebut juga membahas dinamika terkini soal transfer ke daerah (TKD), namun DPR RI dan pemerintah belum berkesimpulan apapun mengenai hal itu. “Belum (kesimpulan), masih panjang,” kata dia.

Adapun dalam keterangan unggahan akun instagram Sekretariat Kabinet, rapat tersebut turut dihadiri oleh para pimpinan Komisi beserta jajaran kementerian/lembaga terkait, antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Intelijen Negara, dan Mabes TNI.

Forum tersebut membahas sejumlah agenda strategis, mulai dari kebijakan di bidang hukum dan keamanan hingga evaluasi penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

AWG Desak Indonesia Tolak Atlet Israel di Ajang Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025

Arsip - Simpatisan dari Aqsa Working Group berunjuk rasa mengecam kekerasan Israel terhadap warga Gaza, Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (11/4/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Arsip - Simpatisan dari Aqsa Working Group berunjuk rasa mengecam kekerasan Israel terhadap warga Gaza, Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (11/4/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Jakarta, aktual.com – Aqsa Working Group (AWG) mendesak Federasi Gimnastik Indonesia untuk menolak atlet atau kontingen Zionis Israel pada ajang Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 yang akan digelar di Jakarta pada 19-25 Oktober mendatang.

Melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (9/10), Aqsa Working Group meminta Federasi Gimnastik Indonesia, selaku penyelenggara acara, untuk menolak atlet atau kontingen Zionis Israel pada ajang Kejuaraan Dunia Senam Artistik edisi ke-53 di Jakarta.

AWG juga meminta pernyataan resmi Presiden Prabowo Subianto, Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM serta Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia untuk menegaskan penolakan Republik Indonesia terhadap keikutsertaan Israel di semua ajang olahraga internasional di tanah air sesuai prinsip konstitusi, hukum internasional dan nilai kemanusiaan.

Sejarah panjang Indonesia menunjukkan konsistensi penolakan keterlibatan Israel di ajang olah raga di tanah air, di antaranya mundurnya Indonesia dari babak kualifikasi Piala Dunia 1958 agar tidak bertemu Israel dan penolakan visa kontingen Zionis pada Asian Games 1962.

Selain itu, penolakan publik dan pemerintah Indonesia terhadap Timnas U-19 Zionis pada Piala Dunia 2023, seperti dikutip dari rilis tersebut.

AWG menegaskan bahwa penjajahan Israel di Palestina yang terjadi sejak 1947, bahkan lebih jauh sejak Deklarasi Balfour 1917, genosida di Gaza sejak 2023 dan Nakba 1948 hingga saat ini, tidak dapat diabaikan begitu saja dengan dalih bahwa olahraga harus netral. Nilai kemanusiaan dan amanat konstitusi tegas menuntut konsistensi sikap menolak segala bentuk legitimasi bagi entitas penjajah, katanya.

Lembaga tersebut kembali menegaskan bahwa olah raga tidak dapat dijadikan alat legitimasi politik Israel, yang terus melakukan penjajahan dan kekerasan terhadap rakyat Palestina.

AWG menilai bahwa segala bentuk keikutsertaan Israel di Indonesia bertentangan dengan amanah konstitusi Republik Indonesia yang antipenjajahan dan dapat melukai perasaan rakyat Palestina sekaligus merusak citra Indonesia dalam membela kemerdekaan Palestina.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Hamas Umumkan Kesepakatan Akhiri Perang di Gaza

Ilustrasi warga Palestina bergerak ke Gaza utara setelah kesepakatan gencatan senjata. /ANTARA/Anadolu/py

Jakarta, aktual.com – Kelompok Hamas menyatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza melalui negosiasi tidak langsung dengan Israel yang difasilitasi di Mesir. Dalam kesepakatan tersebut, Hamas menyatakan kesiapannya untuk melakukan pertukaran tahanan dengan pihak Israel.

Sebagaimana dilaporkan AFP pada Kamis (9/10/2025), Hamas menyebut bahwa mereka “telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri perang di Gaza, penarikan pendudukan, masuknya bantuan kemanusiaan, dan pertukaran tahanan.”

Hamas juga meminta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar menekan Israel untuk sepenuhnya melaksanakan isi perjanjian tersebut dan “tidak membiarkannya mengelak atau menunda-nunda implementasi dari apa yang telah disepakati.”

Dalam pernyataannya, Hamas menyebut bahwa pertukaran sandera dan tahanan Palestina akan dilakukan dalam waktu 72 jam setelah perjanjian mulai dijalankan. Mereka menegaskan bahwa warga Israel yang ditawan akan ditukar dengan hampir 2.000 tahanan asal Palestina.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump telah mengumumkan bahwa Israel dan Hamas berhasil menyetujui proposal perdamaian terkait konflik di Gaza. Kedua belah pihak telah menandatangani kesepakatan perdamaian tahap pertama.

“Saya sangat bangga mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menandatangani Tahap pertama Rencana Perdamaian kami,” ujar Trump melalui akun jejaring sosial miliknya, Truth Social, sebagaimana dikutip AFP pada Kamis (9/10).

Trump juga menjelaskan bahwa kesepakatan tahap pertama ini mencakup pembebasan seluruh sandera, serta penarikan pasukan Israel dari Gaza menuju wilayah yang telah disepakati bersama.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain