25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 33

Pasal Sakti di Pengadilan Pajak: Saat Bukti Kalah oleh “Keyakinan”

Rinto Setiyawan, Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Oleh: Rinto Setiyawan, A.Md., S.H., CTP (Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute)

Jakarta, aktual.com – Ada satu ironi yang sering dirasakan warga ketika berhadapan dengan hukum: semakin kita “tertib” menyiapkan bukti, semakin kita dibuat sadar bahwa bukti belum tentu jadi raja. Di sengketa pajak, ironi itu punya nama yang nyaris melegenda di kalangan praktisi: Pasal 78 UU Pengadilan Pajak—pasal yang memberi ruang putusan diambil bukan hanya dari penilaian pembuktian dan aturan pajak, tapi juga “berdasarkan keyakinan Hakim”.

Di atas kertas, frasa itu terdengar wajar. Hakim memang harus memutus. Namun dalam praktik, frasa “keyakinan” bisa terasa seperti pintu darurat: saat pintu utama bernama “bukti” tak dibuka lebar, putusan tetap bisa keluar—dan pihak yang kalah sering merasa, “Saya kalah bukan karena bukti saya lemah, tapi karena bukti saya tidak dianggap ada.”

Analogi sederhana: kaki patah, tapi harus buktikan dulu sebelum dilayani

Bayangkan kamu pejalan kaki, ditabrak kendaraan, kaki patah. Kamu datang ke “rumah sakit keadilan” untuk minta pertolongan. Lalu petugas berkata:

“Sebelum kami layani, buktikan dulu bahwa kaki kamu patah.
Kalau terbukti pun, belum tentu kamu langsung ditangani.
Kamu harus masuk antrean, melewati tahapan, dan bisa saja kami tolak sebagai pasien.”

Itu terasa tidak masuk akal. Tapi kira-kira begitulah yang sering dirasakan pemohon uji materi (JR) ketika hendak ke Mahkamah Konstitusi: kamu harus membuktikan dulu kerugian konstitusionalmu agar dinilai punya kedudukan hukum (legal standing). MK memang punya kriteria yang sudah jadi rujukan (lima syarat kerugian konstitusional: ada hak UUD, dirugikan, spesifik-aktual/potensial, ada causal verband, dan ada kemungkinan pulih bila dikabulkan).

Masalahnya: dalam sengketa pajak, “kaki patah” itu sering kali justru terjadi karena bukti-bukti tidak dipertimbangkan secara utuh dalam putusan, atau setidaknya tidak tercermin jelas.

Padahal, UU Pengadilan Pajak sendiri memerintahkan putusan harus memuat “pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan”.

Jadi, kalau putusan tidak mengurai bukti, warga berada pada posisi absurd:

Di tingkat sengketa, ia merasa bukti tidak dibaca atau tidak diurai.
Di tingkat konstitusional (JR), ia diminta menunjukkan secara konkret kerugiannya—yang salah satu sumbernya justru “tak terlihatnya bukti” itu.

Lingkaran setan administratif yang bikin orang merasa harus “berdarah-darah” hanya untuk bisa mengetuk pintu pemeriksaan konstitusional.

Pasal 78 vs Pasal 84: konflik di ruang praktik

Pasal 78 berbunyi: putusan diambil berdasarkan penilaian pembuktian, aturan pajak, serta keyakinan hakim.
Sementara Pasal 84 ayat (1) huruf f mewajibkan putusan memuat penilaian setiap bukti.

Secara teori, ini harmonis:

Bukti dinilai satu per satu,
lalu keyakinan hakim menjadi simpulan akhir yang bisa diuji publik melalui pertimbangan putusan.

Namun kritik yang sering muncul adalah: ketika keyakinan tampil tanpa jejak penilaian bukti yang lengkap, keyakinan berubah dari “simpulan” menjadi “alat pemutus”—dan itu yang terasa problematik. Bahkan dalam mekanisme PK ke Mahkamah Agung, pihak berperkara kerap merasakan keterbatasan transparansi berkas (apa yang benar-benar terbaca/terbawa), meskipun PK memang dimungkinkan oleh UU.

Contoh aktual: JR PT Arion Indonesia (Perkara 244/PUU-XXIII/2025)

Kegelisahan ini meledak ke ruang publik lewat permohonan uji materi yang diajukan PT Arion Indonesia ke MK atas Pasal 78 UU Pengadilan Pajak. Dalam berita resmi MK (sidang pendahuluan 16 Desember 2025), kuasa hukum Pemohon (Kahfi Permana, S.H., M.H.) menyatakan pokok keberatannya: norma Pasal 78 dianggap tidak menyediakan mekanisme wajib untuk memastikan hakim menuangkan dan menilai seluruh alat bukti dalam putusan, sehingga “keyakinan hakim” berpotensi menjadi subjektif dan sulit diuji.

Pemohon pada intinya meminta MK memberi penafsiran konstitusional agar frasa “hasil penilaian pembuktian” dan “keyakinan Hakim” tidak dibiarkan menggantung, melainkan dikunci pada kewajiban:

menuangkan seluruh alat bukti,
menilai satu per satu,
dan memberi batas penggunaan “keyakinan”.

Ini penting bukan karena semua pihak harus setuju dengan Pemohon, tapi karena perkara ini memotret keluhan yang lebih luas: ketika putusan tidak transparan atas bukti, kalah-menang jadi terasa seperti “selera” bukan “metode”.

Kenapa isu “independensi” selalu ikut terbawa?

Dalam sengketa pajak, persepsi independensi bukan sekadar isu psikologis—ia punya akar kelembagaan. MK sendiri, dalam Putusan 26/PUU-XXI/2023, memerintahkan penyatuan pembinaan Pengadilan Pajak “satu atap” di bawah Mahkamah Agung, bertahap paling lambat 31 Desember 2026.

Artinya, negara (melalui MK) mengakui ada problem tata kelola yang perlu dibereskan demi kepastian dan keadilan. Jadi ketika publik mengaitkan “kalah bukti oleh keyakinan” dengan problem sistemik, itu bukan paranoia belaka—ada konteks reform yang sedang berjalan.

Jalan tengah yang “aman-redaksi”: kunci pada transparansi, bukan menyerang personal

Kalau tulisan ini harus rapi dan aman untuk redaksi, pesan utamanya sebaiknya begini:

1. “Keyakinan hakim” bukan musuh—yang bermasalah adalah keyakinan tanpa jejak penilaian bukti. Norma Pasal 84 sudah memerintahkan penguraian bukti; problemnya ada pada konsistensi praktik.
2. Uji materi seperti Arion adalah alarm prosedural. Ia mendorong MK menegaskan standar minimum putusan yang bisa diuji publik: bukti apa yang dipakai, bukti apa yang ditolak, dan mengapa.
3. Reform kelembagaan sudah diarahkan MK (deadline 31 Desember 2026). Momentum ini seharusnya dipakai untuk membangun kultur putusan yang lebih transparan dan akuntabel.
4. Legal standing di MK memang menuntut bukti kerugian konstitusional, tapi standar itu jangan sampai berubah menjadi “pintu berlapis” yang membuat korban ketidakadilan prosedural mustahil masuk.

Penutup

Negara hukum bukan hanya tentang “ada pengadilan”. Negara hukum adalah tentang cara pengadilan bekerja: apakah warga bisa menelusuri alasan kalah-menangnya secara rasional melalui putusan.

Ketika bukti tidak dipertimbangkan secara terang, lalu “keyakinan” datang sebagai palu terakhir, yang terluka bukan hanya wajib pajak. Yang retak adalah kontrak sosial: keyakinan publik bahwa hukum bisa diprediksi, diuji, dan dipertanggungjawabkan.

Dan kalau kita biarkan “Pasal Sakti” tetap sakti—tanpa pagar transparansi—kita sedang menyuburkan budaya yang paling berbahaya dalam negara hukum: putusan yang tidak bisa diaudit oleh akal sehat warga.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Perkuat Kolaborasi Industri-Akademik untuk Dunia Pendidikan, JAPFA dan UNHAS Resmikan Teaching Farm di Makassar

DOK JAPFA

Makassar, aktual.com – PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) bersama Universitas Hasanuddin (UNHAS) hari ini meresmikan Kandang Closed House Teaching Farm di Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Fasilitas pendidikan dan riset ini merupakan hasil kolaborasi strategis antara JAPFA dan UNHAS dengan total investasi mencapai Rp 3 miliar.

Berdiri di atas lahan seluas 1.500m2 dengan kapasitas lebih dari 20.000 ekor ayam, fasilitas ini dirancang sebagai pusat pembelajaran praktis peternakan modern.

Kolaborasi ini berawal dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara JAPFA dan UNHAS pada pertengahan 2024, sebagai bagian dari sinergi antara dunia industri dan akademik dalam menciptakan ekosistem budidaya peternakan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Rachmat Indrajaya, Direktur JAPFA menyatakan “Teaching farm ini menjadi bagian dari upaya kami dalam mengembangkan teknologi peternakan modern berbasis riset dan pendidikan. Kami berharap fasilitas ini dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, khususnya para mahasiswa UNHAS, sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang berdaya saing global.”

Fasilitas teaching farm ini dirancang untuk mendukung pembelajaran praktis mahasiswa yang meliputi pemeliharaan ternak, penerapan biosekuriti, kesehatan hewan, hingga manajemen bisnis peternakan.

Penerapan sistem closed house, memungkinkan pengendalian lingkungan secara optimal melalui ventilasi otomatis dan pengaturan suhu, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan, menekan tingkat kematian ternak, serta mengurangi limbah produksi.

Rektor UNHAS, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., menyampaikan bahwa kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam penguatan peran perguruan tinggi dan sektor swasta dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul. “Tidak hanya mendukung Tridharma Perguruan Tinggi, tetapi juga wujud komitmen bersama dalam mencetak lulusan yang siap menghadapi tantangan industri peternakan masa depan, sekaligus memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Syahdar Baba, S.Pt., M.Si melanjutkan, “Fasilitas ini akan menjadi sarana penelitian dan pembelajaran langsung, memperkaya kurikulum berbasis praktik dan riset terapan.

Mahasiswa akan mendapatkan pengalaman langsung dalam mengoperasikan teknologi closed house terkini, sehingga mampu memahami konsep peternakan berkelanjutan secara komprehensif dan aplikatif.

Melalui kolaborasi ini, JAPFA dan UNHAS berharap dapat mendorong lahirnya generasi peternak dan profesional peternakan yang kompeten, adaptif terhadap teknologi, serta berdaya saing tinggi, guna mendukung ketahanan pangan dan pembangunan sektor peternakan nasional.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Update Bencana Sumatra: Ribuan Nyawa Meninggal, Ratusan Ribu Jiwa Mengungsi, dan Ratusan Orang Hilang

Tim penyelamat sedang berupaya mencari para korban yang diduga masih tertimbun di dalam lumpur akibat banjir bandang disertai tanah longsor di wilayah Kashmir, India - foto X

Jakarta, aktual.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali merilis data terkini terkait dampak bencana banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatra. Hingga Selasa, 16 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia tercatat mencapai 1.053 jiwa, sementara lebih dari 600 ribu warga masih mengungsi.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyampaikan bahwa data tersebut merupakan hasil rekapitulasi terbaru dari proses pencarian dan pertolongan yang dilakukan hingga hari ini.

“Kondisi sebelumnya meninggal dunia tercatat 1.030 jiwa pada hari Senin, 15 Desember 2025,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Menurut Abdul, terdapat penambahan 23 korban jiwa dalam 24 jam terakhir. “Hari ini ada penambahan 18 jiwa di Aceh, dengan rincian 17 jiwa di Aceh Tamiang dan 1 jiwa di Aceh Utara. Kemudian di Sumatera Utara ada penambahan 5 jiwa di Tapanuli Tengah,” jelasnya.

Dengan penambahan tersebut, total korban meninggal dunia akibat bencana di tiga provinsi kini mencapai 1.053 jiwa. Rinciannya, Provinsi Aceh mencatat jumlah korban tertinggi dengan 449 jiwa, disusul Sumatera Utara 360 jiwa, dan Sumatera Barat 244 jiwa.

Selain korban meninggal, BNPB juga mencatat jumlah korban hilang yang masih dalam proses pencarian sebanyak 200 orang. “Hari ini berkurang 6 nama dari sebelumnya 206 orang,” kata Abdul. Ia merinci, korban hilang terdiri dari 31 orang di Aceh, 79 orang di Sumatera Utara, dan 90 orang di Sumatera Barat.

Sementara itu, jumlah pengungsi akibat bencana ini masih sangat tinggi. Abdul menyebutkan bahwa total pengungsi mencapai 606.040 jiwa. “Yang paling banyak saudara-saudara kita masih mengungsi itu di Provinsi Aceh, sebanyak 571.201 jiwa,” ungkapnya.

Di Sumatera Utara, jumlah pengungsi tercatat sebanyak 21.579 jiwa, sedangkan di Sumatera Barat mencapai 13.260 jiwa. Abdul menegaskan bahwa penanganan terhadap para pengungsi terus dilakukan oleh pemerintah daerah bersama BNPB dan berbagai pihak terkait.

“Upaya penanganan darurat masih terus berjalan, termasuk distribusi logistik dan pelayanan kesehatan di lokasi pengungsian,” tambahnya. Ia juga menyampaikan bahwa proses evakuasi dan pencarian korban hilang masih menjadi prioritas utama.

BNPB mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi bencana susulan, mengingat curah hujan di beberapa wilayah masih tinggi. Abdul menutup keterangannya dengan menyatakan bahwa pihaknya akan terus memperbarui data seiring perkembangan di lapangan.

Laporan: Yassir Fuady

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Bukan Sekadar Mobil, LEPAS L8 Disulap Jadi Ruang Hidup Outdoor Modern

Jakarta, Aktual.com — Di tengah berkembangnya tren road trip singkat, camping, dan short getaway sebagai bagian dari gaya hidup modern, kendaraan kini dituntut mampu berperan lebih dari sekadar alat transportasi. Menjawab kebutuhan tersebut, LEPAS, merek premium New Energy Vehicle (NEV) dari Chery Group, menghadirkan LEPAS L8 sebagai partner mobilitas yang mengedepankan ruang elegan, luas, dan fleksibel.

Head of Marketing LEPAS Indonesia, Arga Simanjuntak, mengatakan bahwa konsumen modern memandang perjalanan sebagai bentuk ekspresi diri. “Road trip dan camping bukan sekadar aktivitas, melainkan bagian dari gaya hidup. Karena itu, LEPAS L8 kami rancang sebagai ruang personal yang fleksibel dan elegan, selaras dengan filosofi Drive Your Elegance,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (16/12/2025).

LEPAS L8 menawarkan kapasitas bagasi standar 507 liter yang dapat diperluas hingga 1.314 liter. Fleksibilitas kabin diperkuat dengan hingga 16 konfigurasi kursi, memungkinkan pengguna membawa perlengkapan outdoor, sepeda, perlengkapan fotografi, hingga carrier hewan peliharaan. Pendekatan ini menjadikan LEPAS L8 sebagai mobile gear hub yang adaptif terhadap berbagai kebutuhan perjalanan.

Setibanya di lokasi tujuan, ruang kabin LEPAS L8 dapat bertransformasi mengikuti aktivitas pengguna. Dukungan Vehicle-to-Load (V2L) berdaya 6,6 kW serta fitur Vehicle-to-Vehicle (V2V) memungkinkan kendaraan menjadi sumber daya listrik untuk aktivitas luar ruang, seperti memasak, penerangan, hingga kebutuhan darurat.

Saat malam tiba, kursi yang dapat dilipat rata menciptakan ruang istirahat yang nyaman. Panoramic sunroof menghadirkan pengalaman visual terbuka, sementara meja lipat di kursi penumpang depan mendukung aktivitas produktif seperti pengolahan dan distribusi konten perjalanan.

Dari sisi performa, LEPAS L8 dibekali sistem electric powertrain yang efisien dengan jarak tempuh gabungan lebih dari 1.300 kilometer. Kemampuan ini memberikan rasa tenang bagi pengguna, terutama dalam perjalanan jarak jauh tanpa perlu khawatir pengisian ulang di tengah jalan.

LEPAS L8 dirancang sebagai kendaraan yang mampu beradaptasi dengan dinamika perjalanan, termasuk mobilitas di daerah terpencil atau wilayah terdampak bencana yang membutuhkan sumber daya mandiri. Lebih dari sekadar kendaraan, LEPAS L8 menjadi ruang hidup bergerak yang praktis, elegan, dan relevan dengan kebutuhan mobilitas masa kini.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Usai IPO dan Melantai di BEI, Superbank Optimistis Prospek Bank Digital Masih Terbuka Lebar

Jakarta, Aktual.com — PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) atau Superbank menatap masa depan bisnisnya dengan optimisme usai resmi mencatatkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (17/12/2025). Optimisme tersebut didorong oleh besarnya potensi pertumbuhan industri perbankan digital di Indonesia yang dinilai masih belum tergarap maksimal.

Direktur Superbank Tigor M. Siahaan mengungkapkan tingkat penetrasi digital perbankan nasional saat ini masih sangat rendah. “Digital banking di Indonesia mungkin baru sekitar 1 persen. Padahal masyarakat sudah sangat terbiasa menggunakan ponsel. Aspek kemudahan, transparansi, dan keamanan menjadi kunci,” ujarnya.

Selain digitalisasi, peluang juga datang dari sisi pembiayaan. Dengan populasi sekitar 280 juta jiwa, tingkat penetrasi kredit Indonesia masih berada di kisaran 30–35 persen, jauh di bawah negara lain yang telah melampaui 100 persen. Kondisi tersebut mencerminkan masih luasnya ruang ekspansi akses perbankan.

“Artinya, akses terhadap kredit masih sangat terbuka, terutama untuk segmen yang belum tersentuh layanan perbankan formal,” kata Tigor.

Dalam IPO ini, Superbank berhasil menghimpun dana sebesar Rp2,79 triliun. Berdasarkan laporan keuangan, modal inti perseroan per September 2025 tercatat Rp4,88 triliun dan meningkat signifikan pada Desember 2025.

Tigor menyebutkan bahwa secara aktual posisi permodalan Superbank telah mencapai sekitar Rp8 triliun, sehingga telah memenuhi kualifikasi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) II. “Secara kriteria kami sudah masuk KBMI II, meskipun tetap mengikuti proses penilaian OJK,” ujarnya.

Dengan kondisi tersebut, manajemen menilai kebutuhan modal jangka pendek hingga menengah relatif aman. Fokus perusahaan diarahkan pada pertumbuhan berkelanjutan, bukan ekspansi agresif semata.

Dari sisi operasional, Superbank masih mengandalkan pendekatan berbasis ekosistem melalui kolaborasi dengan platform digital seperti Grab dan OVO. Pendekatan berbasis data dinilai efektif menjaga kualitas kredit, terutama dalam menjangkau pelaku usaha mikro.

Hingga Oktober 2025, Superbank membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp102 miliar. Peningkatan pendapatan bunga bersih, pertumbuhan dana pihak ketiga, serta ekspansi kredit mendorong kenaikan total aset secara signifikan.

Ke depan, manajemen menegaskan bahwa keseimbangan antara ekspansi, kualitas aset, dan pengelolaan risiko akan menjadi kunci menjaga momentum pertumbuhan.
(Rachma Putri)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

CMNP Gigit Jari! Ahli Jelaskan Laporan Keuangan Perusahaan yang Sudah Diaudit Dianggap Sah oleh Negara

Jakarta, aktual.com – Sidang gugatan perdata antara PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk ( kode saham: CMNP ) dengan PT MNC Asia Holding berlanjut Rabu (17/12/ 2025).

Saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang ini, yaitu Ahli Akuntan dan Pajak Dadang Suwarna.

Dadang memaparkan laporan keuangan perusahaan publik yang disusun oleh manajemen perusahaan itu harus dianggap benar, sah dan valid oleh negara. Apalagi, laporan keuangan sudah melalui tahapan audit publik.

“Betul (sah dan valid), karena laporan keuangan adalah lampiran daripada SPT (Pajak), sehingga apa yang dilaporkan dalam laporan keuangan itulah yang dilaporkan ke negara sebagai sebuah kewajiban perpajakan,” ucap Dadang dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).

Dadang menambahkan laporan keuangan itu bahkan juga dipublikasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Dengan demikian, pernyataan dalam laporan keuangan yang sudah pernah disampaikan tidak lagi bisa diubah.

“Secara UU kalau sudah di-publish di laporan keuangan dan sudah diaudit oleh akuntan publik apalagi ini perusahaan go public, itu sudah dilaporkan ke kantor pajak, maka wajib pajak tidak bisa mengubah statement yang ada di laporan akuntan,” ujar dia.

Apalagi, laporan keuangan sebuah perusahaan juga sudah ditandatangani oleh jajaran Direksi hingga Komisaris.

Dengan demikian, apabila di suatu hari laporan itu mau diubah, maka perusahaan itu dianggap pernah memberikan laporan keuangan yang menyesatkan.

“Kalau ternyata ada sesuatu yang belum dilaporkan, terus diubah, berarti laporan keuangan yang disampaikan ke negara, lewat Ditjen Pajak, berarti laporan tersebut menyesatkan,” tutur dia.

Hal itu disampaikan saksi ahli saat menjawab pertanyaan Kuasa Hukum MNC Asia Holding Hotman Paris Hutapea.

Hotman Paris mengatakan CMNP sudah mencatat selama tahun 1999-2014 dalam laporan keuangannya mengenai transaksi jual beli NCD yang merupakan hasil transaksi dengan Drosophila Enterprise Pte Ltd dan sudah dimintakan restitusi dan dibayar oleh negara.

Sidang di PN Jakarta Pusat tersebut menyoal transaksi Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diterbitkan oleh PT Bank Unibank Tbk (BBKU) untuk kepentingan CMNP dengan difasilitasi oleh MNC Asia Holding sebagai arranger/ broker pada tahun 1999.

CMNP selalu menyebut transaksi NCD tersebut tukar menukar, bukan jual beli sebagaimana dokumen yang dimiliki MNC Asia Holding.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain