28 Desember 2025
Beranda blog Halaman 36509

Indonesia, KAA, dan Konflik Yaman

Jakarta, Aktual.co —Serangan udara menggebu-gebu dari koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi,  yang diarahkan ke kubu-kubu kelompok Houthi di Yaman, akhirnya mulai berimbas ke salah satu pihak yang tidak terlibat dalam konflik: Indonesia. Pada 20 April 2015, pukul 10.45 waktu setempat, ada bom yang “menyasar” menghantam kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sana’a, ibukota Yaman.

Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi telah mengecam keras serangan bom yang terjadi di kota Sana’a, yang mengakibatkan terlukanya beberapa staf diplomat Indonesia, dan rusaknya KBRI serta seluruh kendaraan milik KBRI yang berada di area tersebut. Bisa dibilang, 80 persen gedung KBRI rusak parah. Saat pemboman itu terdapat 17 WNI di KBRI Sana’a, yang terdiri dari staf KBRI, anggota tim evakuasi WNI dari Jakarta, dan WNI yang sedang mengungsi.

Informasi awal yang diterima dari Sana’a, serangan tersebut sebenarnya ditujukan kepada depot amunisi yang berada di kawasan tersebut. Jalan di sekitar KBRI rusak parah. Banyak korban jiwa warga sipil setempat yang berada di sekitar daerah tersebut. Pemerintah Indonesia menegaskan, pemboman itu merupakan bukti bahwa penyelesaian masalah melalui kekerasan hanya mengakibatkan korban warga yang tidak bersalah.

Pemerintah juga menekankan kembali, penyelesaian secara damai melalui diplomasi dan perundingan merupakan jalan terbaik. Maka, Indonesia mendesak agar semua pihak segera menghentikan aksi kekerasan dan agar jeda kemanusiaan segera diterapkan.  Tujuannya,  agar warga sipil termasuk warga negara asing dapat segera keluar dari Yaman, serta bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Yaman.

Pemerintah Indonesia meminta agar semua pihak yang bertikai menghormati aturan dan hukum internasional, khususnya menyangkut perlindungan warga sipil, termasuk berbagai resolusi PBB terkait. Kementerian Luar Negeri telah menginstruksikan KBRI dan tim evakuasi di Sana’a, untuk segera mengambil langkah yang diperlukan, guna mengamankan keselamatan warga Indonesia yang berada di sana.

Dua staf diplomat dan seorang WNI yang terluka telah mendapatkan pertolongan dan bersama seluruh WNI lainnya sudah dievakuasi ke Wisma Duta di Sana’a, untuk segera berupaya menuju ke Al Hudaidah. Sejak dilakukan evakuasi intensif, Pemerintah telah mengevakuasi 1.981 WNI keluar dari Yaman sejak Desember 2014. Sampai sekarang sudah 1.973 WNI tiba di Indonesia. Sebagian dari Tim Evakuasi dari Jakarta saat ini masih berada di beberapa wilayah di Yaman.

Insiden pengeboman ini terjadi ketika Indonesia sedang sibuk sebagai tuan rumah peringatan 60 tahun KAA (Konferensi Asia Afrika) di Bandung. KAA 1955 di Bandung itu memang merupakan peristiwa bersejarah, yang menandai kebangkitan dan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika, lepas dari belenggu penjajahan. Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno waktu itu turut memainkan peran kunci dalam pemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika.

Insiden pengeboman yang berimbas ke gedung KBRI Sana’a seolah-olah menggarisbawahi bahwa Indonesia saat ini, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, juga tidak bisa berlepas diri atau terisolasi dari dinamika yang terjadi di Asia–Afrika. Indonesia punya hubungan yang tidak bermusuhan dengan semua pihak yang bersengketa di Yaman.
Mereka yang terlibat konflik adalah: Arab Saudi (dengan negara-negara Arab koalisinya); pemerintah Yaman yang didukung Saudi; kubu perlawanan Houthi yang penganut Syiah dan dituding didukung Iran; serta Iran sendiri, yang sejauh ini tidak terlihat campur tangan langsung dengan konflik di Yaman. 

Indonesia sebagai negara besar dengan 250 juta penduduk, yang mayoritas Muslim, diharapkan bisa berperan sebagai penengah untuk mendorong terwujudnya perdamaian atau negosiasi damai dalam krisis Yaman. Krisis itu selain bermula dari konfik-konflik internal, yang merupakan urusan dalam negeri Yaman, dipandang juga terimbas oleh persaingan pengaruh antara dua kekuatan regional: Arab Saudi dan Iran.

Saudi merasa terancam oleh Iran, yang dianggap makin kuat pengaruhnya di kawasan Timur Tengah, khususnya di Suriah, Irak, Lebanon, dan kini Yaman. Indonesia sebaiknya tidak terlibat dalam pemihakan kepada kubu manapun, yang tidak akan menguntungkan posisi Indonesia di Timur Tengah.

Oleh karena itu, pernyataan sejumlah ormas Islam yang beberapa waktu lalu menyatakan dukungan pada serangan Saudi terhadap kelompok Houthi di Yaman, adalah sesuatu kekeliruan naïf yang patut disesalkan. Pernyataan itu juga tidak menunjukkan pemahaman utuh terhadap hakikat konflik di Yaman.

Pernyataan dukungan itu diumumkan sebelum terjadi insiden pengeboman KBRI Sana’a. Kini sesudah terjadi pengeboman, semakin terlihat betapa kelirunya pernyataan simplistis yang terkesan berpihak dan tidak mendorong ke arah perdamaian itu.

Maka dalam momen peringatan KAA di Bandung saat ini, sepatutnya pemerintahan Presiden Jokowi segera merumuskan langkah-langkah konkret, bagi keterlibatan aktif dan positif Indonesia di kawasan bergolak tersebut, berlandaskan kepentingan nasional. 

Indonesia dan ormas-ormas Islam di Tanah Air jangan mudah diombang-ambingkan, atau terseret arus ke pemihakan kubu ini dan kubu itu, dalam konflik yang rumit dan berlarut-larut di Timur Tengah. Arah konflik di kawasan itu biasanya cepat berubah, seperti pergeseran bukit-bukit pasir akibat badai di gurun sana. Maka sekali lagi, kepentingan nasional RI harus menjadi landasan dalam setiap pengambilan tindakan.

Depok, 23 April 2015
e-mail: [email protected]

Artikel ini ditulis oleh:

Presiden Iran Usulkan Dunia Lawan Terorisme

Jakarta, Aktual.co — Presiden Iran, Hassan Rouhani mengusulkan Gerakan Dunia Menentang Kekerasan dan Ekstremisme (GAVE) untuk memberantas terorisme secara tepat.

Dalam pidato di depan sidang paripurna pemimpin Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 di Balai Sidang Jakarta, Rabu (22/4), ia menilai hal tersebut lebih efektif ketimbang menggencarkan gerakan tidak tepat bagi negara tertentu.

“Pada pertemuan bersejarah ini, yang mewakili sebagian besar warga dunia, saya bermaksud mengajukan pinsip dasar Gerakan Dunia Menentang Kekerasan dan Ekstremisme (GAVE),” kata Hassan Rouhani.

Di tengah keadaan saat hati nurani masyarakat dunia terluka atas ketidakacuhan sejumlah organisasi internasional terhadap ekspansi terorisme, lanjut Presiden Hasan, GAVE bisa menjadi solusi dalam memerangi terorisme.

Ia menegaskan bahwa perlawanan menghadapi teroris harus ada dalam agenda pertemuan tingkat tinggi ke-60 tahun KAA dan dipertimbangkan dalam prinsip dasar dan nilai-nilai di Pesan Bandung.

Menurut Presiden Hasan, prinsip-prinsip dasar GAVE antara lain konsep fundamental dalam perlawanan memerangi teroris dengan menghargai hak asasi manusia.

Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan setiap individu seperti keyakinan, agama, etnik, atau ras harus diperlakukan dengan sama sehingga bisa menyebarkan kedamaian secara global. Begitu juga dalam memandang seorang muslim, kristiani, yahudi, atau penganut Buddha.

Selanjutnya, pengkhianatan terbesar dalam sebuah agama adalah menyalahgunakan agama untuk melegalkan pembunuhan. Aksi global dan luas harus diinisiasikan oleh pemimpin agama dan tokoh dunia untuk melawan pembenaran pembunuhan dan bunuh diri atas alasan ideologi.

“Untuk memerangi ekstremisme dan terorisme, kita harus mengetahui penyebab generasi muda yang bergabung dengan kelompok teroris dan menghentikan rekrutmen tersebut,” ujar Presiden Hasan.

Ia menambahkan bahwa penting pula untuk mengidentifikasi akar ekonomi dan budaya dari radikalisme.

Selain itu, dukungan pendanaan, politik, dan intelijen untuk para teroris harus dihentikan.

Artikel ini ditulis oleh:

Menpora Diminta Kaji Ulang Pembekuan PSSI

Jakarta, Aktual.co — Suporter sepak bola Madura, Jawa Timur, meminta Menpora Imam Nahwari mengkaji ulang kebijakan membekukan PSSI, karena dinilai bisa berdampak pada keberlangsungan dunia sepak bola di kancah internasional.

“Langkah pembekuan PSSI oleh Menpora Imam Nahrawi adalah langkah yang gegabah dan itu tidak sama sekali mewakili suara para pelaku dan pecinta sepak bola Indonesia,” kata juru bicara suporter sepak bola Madura, Hernan Mohni di Pamekasan, Rabu (22/4).

Sekretaris suporter Taretan Mania laskar Palengaan Raya asal Pamekasan ini lebih lanjut menjelaskan, pembekuan PSSI sebenarnya bukan satu-satunya cara untuk membasmi mafia bola.

Masih banyak cara lain yang lebih arif dan bijaksana yang tidak mengorbankan kepentingan yang lebih besar.

“Kalau kebijakan yang diambil dengan membekukan seperti ini, justru mudaratnya lebih besar bagi eksistensi dunia sepak bola Indonesia,” katanya.

Sebab, sambung dia, dengan cara melakukan pembekuan itu, maka PSSI besar kemungkinan akan dikenai sanksi oleh FIFA.

Jika hal itu benar-benar terjadi, maka akan membuat Timnas Indonesia gagal tampil di pentas sepak bola internsional.

“Kami sangat kecewa dengan kebijakan ini, dan meminta agar kebijakan membekukan PSSI itu hendaknya dipertimbangkan kembali,” pintanya.

Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi telah mengeluarkan surat pembekuan terhadap PSSI.

Surat bernomor 0137 tahun 2015 tersebut ditandatangani langsung oleh Menpora pada tanggal 17 April 2015.

Surat itu menegaskan bahwa Kemenpora memberikan sanksi administratif berupa tidak mengakui seluruh kegiatan PSSI.

Selain tidak mengakui PSSI, Menpora juga menyatakan bahwa setiap keputusan dan atau tindakan yang dihasilkan oleh PSSI, termasuk Keputusan Hasil Kongres Biasa dan Kongres Luar Biasa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, tidak sah dan batal demi hukum bagi organisasi, Pemerintah di tingkat pusat dan daerah maupun pihak-pihak lain yang terkait.

Artikel ini ditulis oleh:

“Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia” jadi Tema Muktamar NU

Jakarta, Aktual.co — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), akan menggelar Muktamar ke-33 pada Agustus 2015 mendatang. Dalam Muktamar tersebut, PBNU Menetapkan tema ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia’.

Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj, mengungkapkan tujuan diangkatnya tema tersebut, tak lain untuk mendorong peran lebih Islam dalam mengawal terciptanya perdamaian. Akan tetapi juga dikatakannya, Islam tanpa dibarengi semangat nasionalisme tak akan mampu mempersatukan umat.

“Islam saja tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrim, dan nasionalisme saja tanpa ada landasan Islam akan kering,” kata Kiai Said dalam sambutannya di acara Pra Muktamar Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Rabu (22/4).

Kiai yang juga bergelar profesor di bidang tasawuf tersebut mengambil contoh beberapa negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, namun dirundung peperangan berkepanjangan karena ketiadaan semangat nasionalisme pada warga negaranya. Antara lain Somalia, Afghanistan, Libya, Iraq, Syria, dan terbaru Yaman.

“Ulama di negara-negara itu luar biasa alim, kitab-kitab karyanya jadi pelajar-pelajar kita, tapi tidak dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian. Di (negara) kita, Alhamdulillah, keberadaan ulama-ulama NU dengan nasionalismenya mampu menjaga keutuhan NKRI,” tegas Kiai Said.

Karena nasionalisme itu juga, kata Kiai Said, konflik yang berakar pada perselisihan faham keagamaan di Indonesia bisa dengan cepat diredam. Dia mencontohkan, konflik NU dan Syiah di Puger bisa diatasi sebelum meluas, sementara kasus Ahmadiyah di Jawa Barat dapat diredam sebelum memakan korban jiwa dalam jumlah besar.

Melalui tema ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia’, Muktamar NU yang akan diselenggarakan di Jombang, Jawa Timur, itu diharapkan mampu menghasilkan keputusan yang dapat mengubah kiblat perdaban Islam dunia ke Indonesia.

“Sudah saatnya kiblat peradaban Islam dipindahkan. Bukan lagi di Arab, di Iraq, di Afghanistan, tapi di Indonesia. Islam Nusantara, Islam NU, sudah mampu menunjukkan bagaimana Islam yang semestinya menjadi pengayom terciptanya perdamaian,” pungkasnya.

Sementara ahli sejarah Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Oman Fathurrahman, dalam sesi seminar Islam Nusantara sebagai Islam Mutamaddin Menjadi Tipe Ideal Dunia Islam, mengungkap riset yang dilakukannya telah menemukan banyak manuskrip yang menunjukkan sejarah masuknya Islam di Indonesia tanpa melalui jalan peperangan.

Manuskrip tersebut disebutnya layak dijadikan landasan atas perpindahan peradaban Islam dari kawasan Timur Tengah ke Indonesia.

“Jika di abad 17 – 18 peradaban Islam ada di Arab dan sekitarnya, sekarang Indonesia-lah pusat perdaban Islam tersebut,” kata Oman.

Meski demikian Oman menyayangkan belum adanya ‘buku putih’ yang bisa menjadi rujukan pembelajaran bahwa Indonesia adalah pusat peradaban Islam baru. “Makanya saya mendorong, mungkin PBNU akan melakukannya, mari bersama-sama kita rumuskan dan terbitkan buku putih tentang Islam Nusantara ini,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Gagal Berunding, Ribuan Karyawan Newmont Ancam Mogok Kerja 1 Mei

Jakarta, Aktual.co — Ribuan karyawan PT Newmont Nusa Tenggara kembali berencana melakukan aksi mogok kerja sebagai akibat kegagalan perundingan lanjutan tentang perjanjian kerja bersama yang berakhir tanggal 16 April 2015.

Karyawan yang diwakili PUK SP KEP Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan PUK Serikat Pekerja Tambang (SPAT) Samawa, telah mengirimkan surat pemberitahuan mogok kerja ke Presiden Direktur PT NNT dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) tanggal 17 April 2015.

“Kami sudah terima surat pemberitahuan mogok itu, Selasa (21/4) kemarin,” kata Kepala Disosnakertrans Sumbawa Barat, Abdul Hamid, Rabu (22/4).

Dalam surat dengan Nomor 021/TPSP-PTNNT/IV/2015 yang ditandatangani Ketua PUK SP KEP SPSI dan PUK SPAT Samawa itu, dikatakan aksi mogok akan dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai 30 Mei 2015.

Sesuai Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, kata Hamid, aksi mogok kerja memang dibenarkan, tetapi harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan.

Menurutnya, sesuai pasal 117, sebelum mogok kerja, tahapan yang lebih dulu dilaksanakan adalah mediasi, dimulai dengan bipartit, tripartit, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dan terakhir ke Mahkamah Agung (MA).

“Jadi mogok kerja merupakan alternatif terakhir jika semua proses telah dilalui dan tidak mencapai kesepakatan,” ujarnya pula.

Dinsosnakretrans, kata Hamid, akan mencoba menengahi masalah tersebut dengan menggelar pertemuan multipihak melibatkan Serikat Pekerja, PT NNT, Dirjen Ketenagakerjaan, Disnaker NTB, Disnaker Sumbawa Barat, pemerintah daerah, dan pakar ketenagakerjaan. Direncanakan pertemuan itu dilaksanakan sebelum tanggal 1 Mei.

“Perlu ditegaskan, pertemuan itu bukan mediasi karena sekarang belum masuk tahap mediasi. Hanya pertemuan untuk menyamakan persepsi tentang persoalan yang sekarang terjadi, sehingga kedua pihak paling tidak diharapkan bisa kembali duduk bersama untuk berunding,” ujar Hamid lagi.

Informasi yang berhasil dihimpun Dinsosnakertrans, kegagalan perundingan lanjutan antara serikat pekerja dan tim perunding PT NNT, karena tidak tercapai kesepakatan antara kedua pihak terhadap enam poin perjanjian kerja bersama (PKB).

Enam poin tersebut, di antaranya general increase (kenaikan kesejahteraan umum), roster kerja, Jamsostek, tabel pesangon, kondisi kahar, tabel disiplin, dan poin keenam tentang bonus.

Khusus untuk general increase, kata Hamid, tim perunding PT NNT menawarkan kenaikan sebesar 3–4 persen.

Artinya, untuk tahun pertama (PKB berlaku dua tahun) kenaikan disetujui 3 persen dan tahun kedua naik menjadi 4 persen.

“Sedangkan pihak serikat menginginkan kenaikan 4–6, 4 persen untuk tahun pertama dan 6 persen untuk tahun kedua,” kata Hamid lagi.

Rencana aksi mogok kerja karyawan PTNNT merupakan yang kedua disampaikan ke pihak terkait dalam dua bulan terakhir, sebagai akibat kegagalan perundingan tentang PKB.

Sebelumnya, karyawan melalui serikat pekerja juga mengirim surat pemberitahuan mogok yang akan dilaksanakan 25 Maret–25 April 2015 kepada Presiden Direktur PT NNT dan Dinsosnakertrans Sumbawa Barat.

Namun surat pemberitahuan itu dicabut dan aksi mogok batal dilaksanakan, setelah kedua pihak sepakat membahas tata tertib dan melanjutkan perundingan pada 24 Maret lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Pelaku Sepakbola Gorontalo Mengaku Prihatin Atas Pembekuan PSSI

Jakarta, Aktual.co — Sejumlah pelaku cabang sepak bola di Gorontalo, mengaku prihatin dengan persoalan menimpa PSSI dan pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olah raga.

“Persoalan dua institusi itu bisa berdampak pada pembinaan olah raga hingga ke daerah-daerah,” Kata Kepala Sekolah Sepak Bola (SSB) Gelora Telaga Gorontalo, Rudi Moonti, Rabu (22/4).

Sebelumnya, Menpora Imam Nahrawi telah mengeluarkan Peraturan Menpora No. 0137 Tahun 2015 tentang Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan keolahragaan di PSSI.

Menurut Moonti bahwa pembekuan yang dilakukan Menpora terhadap PSSI secara otomatis berpengaruh terhadap berbagai agenda kegiatan yang telah direncanakan, seperti Kompetisi Liga Nusantara yang akan dilaksanakan April sampai September 2015.

“Padahal para siswa dari SSB Gelora Telaga Gorontalo yang ada berharap dapat mengikuti seleksi yang akan diadakan oleh Persigo Gorontalo untuk berlaga pada Kompetisi Liga Nusantara,” kata Rudi.

Sementara itu, Asisten Manejer Persigo, Aven Hinelo berharap Kemenpora mencabut surat pembekuan federasi sepakbola Indonesia itu.

“Kami berharap surat pembekuan terhadap PSSI bisa dicabut, atau tidak adalah yang namanya pembekuan,” harap Aven.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain