29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 36587

Penumpang KRL Bekasi Duduki Peringkat Ketiga di Jabodetabek

Jakarta, Aktual.co — Kepala Stasiun Kota Bekasi, Rohman, mencatat jumlah penumpang Kereta Rel Listrik Commuter Line di Stasiun Kota Bekasi menduduki peringkat ketiga terbanyak di Jabodetabek.

“Setiap harinya penumpang Commuter Line mencapai 30 ribu lebih. Kami ada di urutan ke tiga penumpang terbanyak,” katanya di Bekasi, Senin (20/4).

Menurut dia, Stasiun Kota Bekasi di Jalan Ir H Djuanda, Bekasi Selatan, saat ini menduduki peringkat ketiga setelah Stasiun Bogor diurutan teratas, dan Stasiun Tanah Abang diurutan kedua terbanyak.

“Sebelumnya, kami Bekasi berada di urutan kelima pada 2014 setelah Depok, Bogor, Tanahabang, dan Jakarta Kota,” katanya.

Dia mengatakan, pertambahan jumlah penumpang itu merupakan bukti bahwa kereta Commuter Line masih menjadi andalan transportasi bagi masyarakat Bekasi.

Menurut dia, jumlah penumpang di stasiun tersebut terus bertambah mulai dari 20 ribu hingga 22 ribu per hari.

Mayoritas tujuan penumpang Bekasi mengarah ke Jakarta dan daerah sekitarnya untuk bekerja.

Menurut Rohman, profesi tersebut diketahuinya berdasarkan jam rutin kerja penumpang mulai pukul 06.00-09.00 WIB.

Rohman mengatakan, tingginya penumpang di stasiun tersebut akan diimbangi dengan rencana perluasan stasiun oleh Kementerian Perhubungan.

“Sekarang sudah dimulai proses perluasannya, baru tahap pembangunan stasiun sementara,” katanya.

Dia mengatakan, perluasan tersebut berbentuk penambahan lantai stasiun dari semula satu lantai ditambah menjadi dua lantai.

“Konsepnya akan mirip dengan Stasiun Tanah Abang. Loket penjualan tiket dilakukan di lantai dua. Penumpang naik ke atas beli tiket, kemudian turun kembali ke peron,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Indonesia Suluh Kebangkitan Asia-Afrika (Bagian Akhir)

Konferensi ini berjalan sukses dengan menarik perhatian dunia. Bahkan dalam pandangan banyak kalangan, berita-berita konferensi ini yang muncul di media internasional mengalahkan pemberitaan meninggalnya fisikawan besar Albert Einstein. Itu sebabnya, Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru menyatakan, “Bandung telah menjadi pusat perhatian – bahkan barangkali boleh saya menyebutnya sebagai ibu kota Asia dan Afrika selama waktu ini.”

Dalam ungkapan Roeslan Abdulgani, lewat Konferensi Asia-Afrika itu, Bandung berperan sebagai “kota penghubung”, “pusat koneksi” atau “center of connection” dari negara-negara dan rakyat Asia-Afrika dalam menyusun barisan kesetiakawanannya. Abdulgani menyebut jaringan kesetiakawanan dan para “penyelundup semangat kemerdekaan” yang terhubung dengan Bandung ini dengan istilah “The Bandung Connection”.  Tentang Bandung sebagai pusat koneksi solidaritas Asia-Afrika itu, ia gambarkan sebagai berikut:

Bandung pada waktu tidak hanya berfungsi sebagai ‘center of connection between Governments’ antarpemerintah, tetapi juga menjadi pusat penghubung antarpejuang-pejuang Asia-Afrika. Utusan-utusan yang dapat meloloskan diri dari kepungan dan belenggu penjajahan di Afrika Selatan dan Afrika Tengah; pelarian-pelarian politik dari Aljazair, Maroko, Tunisia; pejuang-pejuang pengembara dari Palestina; pembangkit-pembangkit hati- nurani rakyat Negro berkulit hitam dari Amerika; kaum intelek dari Semenanjung Malaya yang pada waktu itu belum merdeka; pokoknya semua ‘penyelundup semangat kemerdekaan’, ‘penyelundup’ di mata kaum kolonialis dan kaum imperialis dan bukan penyelundup narkotika dari benua-benua lain, datang bertemu di Bandung. Bandung tidak hanya tempat berteduh bagi mereka, tetapi juga tempat pemberi inspirasi baru dan kekuatan baru bagi mereka. Bandung berfungsi juga sebagai ‘dalang’ dalam kelanjutan proses sejarah kebangkitan bangsa-bangsa yang masih dijajah.

Konferensi A-A memiliki dampak yang luas dan panjang. Keberadaan PBB yang terancam robek oleh poros-poros permusuhan antara Blok Barat dan Blok Timur, menemukan jalan alternatif berkat kemunculan solidaritas non-blok dari negara-negara Asia-Afrika yang terkoneksi dalam jaringan The Bandung Connection. Semangat non-blok yang terkandung dalam Dasasila Bandung ini kemudian dikampanyekan pada dunia oleh Bung Karno dalam pidatonya di PBB pada 30 September 1960, “To Build the World a New”, yang sekaligus memperkenalkan Pancasila kepada dunia. Dalam pidatonya ini, Bung Karno antara lain menyangkal pendapat seorang filosof Inggris, Bertrand Russel, yang membagi dunia ke dalam dua poros ajaran itu. “Maafkan, Lord Russell. Saya kira tuan melupakan adanya lebih daripada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence.”

Selanjutnya ia katakan bahwa Indonesia tidak dipimpin oleh kedua paham itu; tidak mengikuti konsep liberal maupun komunis. “Dari pengalaman kami sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih sesuai, sesuatu yang jauh lebih cocok.” Lantas ia simpulkan, “Sesuatu itu kami namakan Pancasila. Gagasan-gagasan dan cita-cita itu, sudah terkandung dalam bangsa kami. Telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa, sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional” (Soekarno, 1960, 1989: 63-64).

Semangat non-blok kemudian meluas pengaruhnya ke berbagai belahan dunia lain, yang pada gilirannya mendasari terbentuknya Gerakan Non-Blok sebagai gerakan negara-negara yang tidak memihak atau mendukung dua blok besar saat itu, yaitu Sosialisme/Komunisme dan Liberalisme/Kapitalisme. Gerakan Non-Blok (Non Aligment Movement) ini didirikan di Beograd (Yugoslavia) pada 1961, yang digagas bersama oleh Presiden Indonesia pertama, Soekarno, Perdana Menteri India pertama, Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir kedua, Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana pertama, Kwame Nkrumah, dan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito, Presiden Pakistan, Mohammad Ali Jinnah, dan Perdana Menteri Burma, U Nu.
Gerakan Non Blok ini didasari atas beberapa prinsip: (1) Saling menghormati kedaulatan teritorial, (2) Saling tidak melakukan agresi, (3) Saling tidak mencampuri urusan dalam negeri, (4) Setara dan saling menguntungkan, dan (5) Hidup berdampingan secara damai.

Jejak pengaruh Konferensi Asia-Afrika di Bandung berdampak panjang, baik bagi dunia maupun bagi Indonesia sendiri. Joint-stament antara Richard Nixon (Presiden USA)-Chou En Lai (Perdana Menteri RRC) maupun Richard Nixon-Leonid Breznev (Pemimpin Uni Soviet) pada tahun 1972 menggunakan istilah-istilah dari prinsip Dasasila Bandung. Joint Statement itu antara lain menggunakan istilah “Peaceful co-existence” (hidup berdampingan secara damai antarnegara dengan sistem politik, sosial, dan ekonomi yang berbeda), yang merupakan inti pokok dari semangat Bandung.

Bagi Indonesia sendiri, pengaruh Konferensi Asia-Afrika dirasakan antara lain saat persoalan Irian Jaya (Papua) dibicarakan dalam Majelis Umum PBB pada 19 November 1969. Pada hari ini, hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada pertengahan 1969 dengan hasil mutlak bahwa rakyat Irian Barat menyatakan tetap bergabung dalam Republik Indonesia diminta oleh Indonesia dan Belanda untuk “dicatat” dan “diketahui” oleh PBB. Dengan begitu PBB secara resmi akan menyaksikan selesainya konflik yang bertahun-tahun antara Indonesia-Belanda mengenai persoalan Irian Barat ini.

Tanpa diduga, Wakil Ghana, Duta Besar Akwai, mengusulkan supaya perdebatan ditunda untuk waktu yang tak tertentu dan supaya kepada rakyat Irian Barat diberi waktu sampai akhir tahun 1975 untuk menyatakan pendapatnya. Wakil Ghana beralasan bahwa prinsip “musyawarah dan mufakat” dari Pepera ini akan dioper oleh pemerintahan-pemerintahan rasialis dan kolonialis kulit putih di Afrika Selatan, Rhodesia dan Portugal dalam menghadapi gerakan-gerakan kemerdekaan, yang secara implisit menyamakan Indonesia dengan rezim apartheid di Afrika Selatan dan Portugal. Tetapi di balik itu, sesungguhnya terselip juga motif lain. Pemerintah Ghana yang baru ingin mempertontonkan “kehebatannya” sebagai pembela bangsa-bangsa kulit hitam Negroid, sebagai konpensasi setelah menyingkirkan Presiden Kwame Nkrumah yang sangat disegani di dunia. Usul ini semula disokong oleh 30 negara; kebanyakan dari Afrika Tengah di kawasan Selatan Sahara.

Di tengah perdebatan yang hangat pada 19 November itu, Ketua Delegasi Aljazair, Yazid, yang datang sebagai peninjau dalam Konferensi A-A, menghampiri tempat duduk delegasi Indonesia, dan berbisik kepada Roeslan Abdulgani bahwa ia akan ikut bicara untuk “melabrak” wakil Ghana. Dengan bahasa Perancisnya yang fasih dan indah, Yazid berbicara selama 40 menit. Ia antara lain menjelaskan sejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam membebaskan Tanah Airnya termasuk Irian Barat. Di bagian akhir pidatonya, ia menyinggung Konferensi A-A dan semangat Bandung:

Siapa yang menyamakan politik Indonesia terhadap Irian Barat dengan politik kaum rasialis di Afrika Selatan atau Portugal, mereka itu lupa akan Konperensi Bandung. Di Bandung pejuang-pejuang kemerdekaan seluruh Asia-Afrika dibela oleh Indonesia. Mereka diberi perlindungan. Ghana sendiri waktu itu belum merdeka penuh. Nama Ghana belum ada. Yang digunakan masih nama kolonial, yaitu “Pantai Mas”, “The Gold Coast”. Namun tokoh mereka diundang ke Bandung. Dan di Bandung sanalah Indonesia memainkan peranan yang menentukan dalam membela gerakan-gerakan kemerdekaan Nasional di mana-mana, termasuk Ghana.

Begitu besar pengaruh pidato Yazid itu, sehingga mulai rontoklah pengikut-pengikut Ghana. Apalagi setelah wakil-wakil Saudi Arabia, Iran, Kuwait, India, Thailand, Filipina, Malaysia dan lain-lain mengeluarkan pendapat yang senada dengan wakil Aljazair. Maka, ketika pemungutan suara di malam hari, pukul 19.30, tidak ada satu suara pun yang berani mengeluarkan suara “anti”, paling jauh hanyalah “abstain”, berkat masuknya “Jiwa Bandung”. Dokumen PBB Nomor UNGA A/PV.1803 tertanggal 19 November 1969, menegaskan bahwa seluruh resolusi untuk “mencatat” (take note) perjanjian Indonesia-Belanda tentang hasil Pepera di Irian Barat itu diadopsi oleh 84 suara setuju (lawan kosong), dengan 30 suara abstain (Abdulgani, 2013: 13-17).

Kepeloporan Indonesia dalam mengembangkan perikehidupan kebangsaan yang bebas, kesetiakawanan negara-negara yang baru merdeka dan belum merdeka di Asia-Afrika, serta dalam Gerakan Non Blok, membuat nama pemimpin Indonesia Ir. H. Soekarno dikenang di negara-negara Asia-Afrika. Di beberapa negara, namanya diabadikan sebagai nama jalan. Di kawasan al-Hay al-Asyir Madinat al-Nashr (Nasr City) Mesir, ada nama Jalan Ahmad Soekarno. Di ibukota Maroko, Rabat ada juga nama Jalan Soekarno. Di Pakistan, ada juga nama Presiden RI pertama ini, yaitu Soekarno Square Khyber Bazar di Peshawar dan Soekarno Bazar di Lahore. Pemberian nama ini sudah tentu tidak terlepas dari bagaimana peran penting dan pengaruh diplomasi Indonesia saat itu di pentas internasional terutama karena peran yang diperjuangkan para pemimpin Indonesia dalam mendorong dan menjaga perdamaian dunia.

Selesai

Oleh: Yudi Latif, Chairman Aktual

Artikel ini ditulis oleh:

Hipmi: KAA Kesempatan Indonesia Bikin Blok Ekonomi Baru

Jakarta, Aktual.co — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menginginkan pemerintahan dapat mengambil kesempatan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 untuk memprakarsai terbentuknya blok ekonomi baru sebagai salah satu kekuatan global.

“Hipmi berharap agar Indonesia dapat memelopori dan mendorong KAA menjadi blok baru kekuatan ekonomi global,” kata Ketua Umum Badan Pengurus Harian Hipmi, Bahlil Lahadalia, di Jakarta, Senin (20/4).

Menurut Hipmi, KAA 2015 harus menjadi blok baru kekuatan ekonomi global selain hegemoni ekonomi dari Barat yang dominan pada saat ini.

KAA, akan menjadi relevan bila diarahkan untuk mempertajam isu-isu perekonomian global yang semakin tidak adil dan hanya menguntungkan blok tertentu.

“Relevansinya disitu. Ada tatanan perekonomian global yang sistemnya menjadi kanalisasi aset-aset negara berkembang mengalir ke negara-negara maju yang menguasai kapital dan forum-forum ekonomi dunia dan lembaga-lembaga keuangan global,” jelasnya.

Dengan demikian, ia mengemukakan bahwa dorongan tersebut agar KAA menjadi penyeimbang forum-forum dan lembaga-lembaga keuangan global yang telah disetir oleh negara-negara Barat melalui institusi seperti WTO, Bank Dunia, IMF, dan ADB.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Hinca: Apa Dosa PSSI?

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua Umum PSSI Hinca Panjaitan mengaku terkejut dengan surat pembekuan PSSI dari Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
“Ini hanya soal LSI yang jumlahnya 18 klub. 18 ini hasil susah payah pemerintahan sebelumnya dari konflik yang ada. Tidak ada angin, tidak ada hujan, BOPI ikut campur,” ujar Hinca saat RDP di Komisi X DPR RI, Senin (20/4).
Menurutnya, PSSI telah jabarkan perihal dua klub yang tidak boleh berlaga di ISL. Namun, alasan dari Menpora ternyata lain.
“Lalu keluarlah surat teguran. Katanya nggak lengkap kita tanya apa yang nggak lengkap. Jawabnya admistratif, tapi malah jadi non sport. Surat peringatan juga ke kami tidak sampai 1×24 jam, tapi cuma 5 jam dan kita sudah di Surabaya,” katanya.
Hinca mengaku terkejut perihal pembekuan tersebut, selain baru saja terpilihnya pengurus baru PSSI usai kongres.
“Sekarang Apa Dosa PSSI ? hanya dua klub ini tidak lolos kualifikasi, kemudian melebar jatuh sanksi yang disebut pembekuan. Kami tentu terkejut melihat ini,” ungkapnya.
Sementara itu, PSSI berencana akan melimpahkan kasus ini ke jalur hukum yakni ke PTUN pada Selasa (21/4) besok.
“PSSI akan mem-PTUN kan Menpora. Kami akan melawan dengan aspek hukum. Karena di aspek olahraga persiapan Sea Games tidak bisa berlangsung jika FIFS benar-benar menjatuhkan sanksi,”
“Dengan begini sepakbola Indonesia akan mati, dan tidak ada lagi masyarakat tersenyum datang ke stadion. Masyarakat sudah pusing karena BBM naik, masa tidak ada juga hiburan lagi untuk nonton sepakbola,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Kapolri Ingatkan Soliditas Polri

Jakarta, Aktual.co — Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengatakan soliditas Polri harus ditingkatkan untuk menghadapi tantangan ke depan yang semakin berat.
“Kita tingkatkan soliditas internal Polri,” kata Badrodin usai memberikan pengarahan pada para pejabat Polri, di PTIK, Jakarta, Senin (20/4).
Upaya peningkatan soliditas Polri ini sesuai dengan visi misinya sebagai kapolri.
“Masing-masing dari kami harus bersinergi, harus solid, harus bekerja sama secara internal agar bisa melaksanakan tugas dengan baik,” katanya.
Ia pun mengakui bahwa kepercayaan publik terhadap Polri semakin menurun selama beberapa bulan terakhir. Karena itu, pihaknya berupaya memperbaiki imej Polri tersebut.
“Dari hasil survei beberapa bulan terakhir, ada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap Polri, karena itu kita harus meningkatkan kinerja lebih baik lagi, memperbaiki komunikasi dengan masyarakat, menurunkan pelanggaran di internal Polri,” katanya.
Dalam acara tersebut, Kapolri menjabarkan 10 program prioritas dan 12 program Quick Win kepada jajarannya.
Dalam acara pengarahan tersebut, hadir para kapolda dan kapolres seluruh Indonesia. Di acara tersebut juga tampak hadir Kalemdikpol Komjen Budi Gunawan. Padahal sebelumnya Budi Gunawan tidak pernah terlihat muncul dalam acara-acara resmi Polri.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Indonesia Suluh Kebangkitan Asia-Afrika (Bagian 8)

Selama 50 menit seluruh hadirin duduk terpukau mendengarkan oratio-nya Bung Karno dalam bahasa Inggris berlogat Jawa, yang padat, bernas, dan menggugah, dengan intonasi yang bergelombang menuju suatu klimaks, juga dalam gaya teatrikal yang dramatis, dinamis, dan membangkitkan (sugestif). Sampai 10 kali pidato beliau terputus karena tepuk tangan hadirin yang bergemuruh.

Usai Pidato Pembukaan oleh Presiden Soekarno, Sidang Pleno pertama dimulai, hingga diskors pada pukul 13.00 dan dilanjutkan kembali pada pukul 15.00. Selama jeda persidangan ini, terjadi sesuatu yang sangat menegangkan. Hujan besar mengguyur Kota Bandung, dan kala itu Gedung Merdeka ternyata bocor. Air menggenangi ruang konferensi. Meja dan kursinya pun basah. Penjaga gedung segera menghubungi Roeslan Abdulgani, yang saat itu berada di Hotel Trio, sekitar 1 km dari Gedung Merdeka. Penjaga gedung melaporkan bocornya Gedung Merdeka. “Payah Pak! Basah di mana-mana. Air menggenang di lantai,” jelas penjaga gedung kepada Pak Roeslan.

Tanpa menyelesaikan makan siang, Roeslan dan stafnya langsung menuju Gedung Merdeka. Setiba di tempat, ia dan staf segera menanggalkan bajunya, sehingga hanya bercelana dan berkaos dalam saja mengepel lantai, mengeringkan meja dan kursi. Berbekal karung goni dan lap sederhana mereka gunakan untuk mengeringkan ruangan. Untuk sekali, setelah peristiwa itu hingga Konferensi berakhir pada 24 April 1955, Bandung tidak “terserang” hujan lagi. Mungkin curah hujan sudah terkuras di hari pertama Konferensi. Namun ada penjelasan lain yang jenaka. Konon kabarnya, panitia lokal telah mengerahkan segala macam kekuatan “gaib” untuk menolak hujan, dengan keris, sapulidi, lombok merah, dan pakaian dalam lusuh yang dilemparkan ke atas genteng Gedung Merdeka.

Selama Konferensi berlangsung, Roeslan tidak pernah membocorkan peristiwa ini kepada publik, bahkan tidak melaporkannya kepada PM Ali. “Coba pikirkan, bagaimana malu kita andai kata sampai ada delegasi yang mengetahui apalagi para wartawan luar negeri. Lebih-lebih lagi yang tidak simpatik terhadap kita. Dapat diejek dan dihina lagi seperti di Bogor tempo hari sebagai ‘beggars who never will learn’, sebagai pengemis-pengemis dungu yang tak pernah maju-maju,” ujar Roeslan. Baru setelah Konferensi selesai dengan sukses, Roeslan pun melapor pada PM Ali. “Semula beliau ‘merengut’ tetapi kemudian tertawa tentang laporan ‘mobilisasi ngligo’ kita dengan celana dan kaos dalam saja.” (Abdulgani, 2013: 88-89).

Konferensi Asia-Afrika itu sendiri berhasil menyepakati sepuluh prinsip dasar yang dikenal sebagai Dasasila Bandung. Kesepuluh prinsip dasar itu adalah:
1.    Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2.    Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
3.    Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa-bangsa besar maupun kecil.
4.    Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri negara lain.
5.    Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6.    a). Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu dari negara-negara besar. b).Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
7.    Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
8.    Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam PBB.
9.    Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10.    Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Bersambung

Oleh: Yudi Latif, Chairman Aktual

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain