25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 37343

DPR: Kasus Denny Indrayana, Ujian Profesionalisme Polri

Jakarta, Aktual.co — Penetapan tersangka yang dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana dinilai sebagai ujian profesionalitas polri dalam menangani kasus dugaan korupsi.
Hal itu terkait pada penanganan kasus dugaan korupsi fasilitas pelayanan pengurusan paspor secara online di Imigrasi, Kemenkum HAM tahun anggaran 2014 ini. 
Sementara disisi lain, kasus ini juga jadi ajang pembuktian integritas diri bagi Denny dalam mengkampanyekan anti korupsi.
“Di sini akan diuji profesionalime Polri, kalau memang mereka tidak profesional, pastilah akan kalah di pembuktian pengadilan. Untuk Deny sendiri ini adalah kesempatan untuk membuktikan integritasnya, bahwa dirinya bersih dan anti korupsi. Oleh karenanya, mari diikuti saja proses hukum yang sedang berjalan,” kata Anggota Komisi III Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsy dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (25/3).
Menurut politisi PKS ini, baik Polisi dan Denny tidak perlu berperang opini terkait kasus ini. Sebab, ada pengadilan yang menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar.
“Tentunya hal itu hanya dapat dilakukan melalui pengadilan. Oleh karenanya, proses peradilan yang fair dengan memberlakukan orang secara equality before the law akan menjadi tolok ukur,” seru dia.
Untuk diketahui, Bareskrim Polri menetapkan Denny menjadi tersangka, kemarin, Selasa (24/3). Denny dijadikan tersangka lantaran diduga ada selisih antara nilai dana dalam kepengurusan paspor. Yaitu nilai yang seharusnya dan nilai tambahan yang dipungut dari warga yang mengurus paspor di Migrasi.
“Akumulasi dari pengurusan paspor itu Rp32 miliar. Itu bukan kerugian, tapi akumulasi dari pembuatan paspor itu. Kerugiannya sedang dihitung,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Rikwanto.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Korupsi ‘Payment Gateway’, Denny Terancam 20 Tahun Bui

Jakarta, Aktual.co — Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana resmi menyandang status tersangka dalam kasus payment gateway di Kemenkumham tahun 2014.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan, dalam kasus payment gateway Denny disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi s‎ebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Kemudian di-juncto-kan‎ dengan pasal 421 KUHP jo pasal 55 ayat KUHP,” kata Rikwanto, Selasa (24/3) malam.

Rikwanto mengatakan, dalam kasus tersebut, Jumat (27/3) besok, Denny akan dimintai keterangan sebagai tersangka. “Untuk DI akan dipanggil penyidik Bareskrim pada Jumat (27/3),” kata Rikwanto.

Untuk diketahui, dalam pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 berbunyi, ‘setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000.00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Sedangkan dalam pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 disebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Kemudian untuk pasal 23 UU nomor 31 tahun 1999, dijelaskan dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231, pasal 241, pasal 422, pasal 429 atau pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama enam tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 300.000.000,00.

Sedangkan pasal 421 KUHP mengatur tentang seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu. Pasal 55 KUHP mengatur tentang turut serta dalam melakukan tindak pidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Guru Besar Hukum: KPK Jangan Dulu Curiga Revisi PP 99/2012

Jakarta, Aktual.co — Wacana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan menuai pro dan kontra. Pasalnya dalam PP 99/2012, memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. 
Guru besar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita meminta, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan terlebih dulu mencurigai wacana Kemenkumham untuk revisi PP 99 tahun 2012 ini.
“Ah..KPK ini kan selalu mencurigai. Kalau KPK tidak percaya, untuk apa ada pemerintah. Kan ini prinsipnya saling percaya,” kata Prof Romli ketika berbincang dengan Aktual.co, Rabu (25/3).
Dia berpendapat, sudah seharusnya pemerintah membenahi warganya, dalam hal ini narapidana. Ketika narapidana harus mendapatkan remisi maka hal tersebut harus dijalankan oleh pemerintah. 
Dia mengatakan, dalam hal ini pemerintah lebih paham ketimbang penegak hukum. Terlebih, kewenangan penegak hukum sudah final di putusan. 
“Kewenangan penegak hukum saya tanya sampai dimana? Putusan kan, kalau itu sudah ada maka sudah final kan?,” kata dia.
Seperti yang diketahui wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan disebut telah diketahui DPR. Meski tidak perlu mendapatkan persetujuan DPR, rencana revisi PP 99/2012 didukung DPR. 
“Itu waktu raker (rapat kerja) lalu (DPR dukung revisi PP),” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Minggu (22/3). 
Dia menyatakan bahwa PP 99/2012 memang bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan. “Pasti (bertentangan) kalau dilekatkan,” ujarnya. 
Dalam PP 99/2012 memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. 
Pada Pasal 34 B dijelaskan, remisi diberikan menteri setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Artinya, apabila narapidana itu terkait kasus korupsi, lembaga terkait yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal inilah yang dinilai bertentangan dengan UU Pemasyarakatan. 

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Terpidana Mati Serge Atlaoui Absen Sidang Lanjutan PK

Suasana sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana mati Serge Areski Atlaoui terlihat kosong saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tanggerang, Banten, Rabu (25/3/2015). Sidang lanjutan PK ini ditunda hingga pekan depan karena tak dihadiri oleh Serge Atlaoui. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Dianggap Tak Klarifikasi Pemberitaan, Bupati Manokwari Somasi Media

Jakarta, Aktual.co — Bupati Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Bastian Salabai mesomasi sejumlah media karena memberitakan soal menyurati Lapas minta izin dua pejabat terpidana kasus korupsi untuk menjalankan tugas.

Penasehat hukum Bupati Manokwari, Yan Christian Warinussy menilai pemberitaan sejumlah media cetak di Manokwari terkait surat Bupati kepada Lapas itu sepihak, karena tidak meminta penjelasan Bupati sebelumnya.

Dia menilai, sejumlah media cetak di Manokwari dalam pemberitaannya salah mengartikan surat yang dikirim Bupati kepada Lapas, bahasa sejumlah media seakan-akan mempolitisasi surat itu.

Surat Bupati itu, lanjut dia, untuk mempermudah proses pemberian status asimiliasi atau pembebasan bersyarat, sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2010, terhadap dua pejabat Kabupaten Manokwari terpidana korupsi yakni, Simson Saiba dan Lewi Sadarafle.

“Surat Bupati tersebut tidak mempengaruhi gerakan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang dilaksanakan oleh institusi penegak hukum di Kabupaten Manokwari,” ujar dia di Manokwari, Rabu (25/3).

Simon Saiba selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manokwari divonis Pengadilan Tipikor Manokwari satu tahun lima bulan penjara dengan denda Rp 50 juta atas kasus korupsi pembangunan jalan dan drenase di Distrik Sidey Manokwari yang bersumber dari APBN.

Lewi Sadarfle yang menjabat salah satu Kepala Bagian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manokwari, juga divonis Pengadilan Tipikor Manokwari satu tahun lima bulan penjara dengan denda Rp 50 juta.

Kedua terpidana korupsi proyek percepatan infrastruktur jalan dan drainase di kawasan transmigrasi Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari, sepanjang tujuh kilo meter tersebut masih menjalani hukuman di Lapas Manokwari.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Hakim Kabulkan Gugatan Pembatalan Swastanisasi Air DKI Jakarta

Jakarta, Aktual.co — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan pembatalan kerja sama swastanisasi air di DKI Jakarta antara PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta.

“Menyatakan perjanjian kerja sama antara PDAM Provinsi DKI Jakarta dengan Palyja beserta seluruh adendumnya batal demi hukum dan tidak berlaku,” ujar Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Iim Nurohim ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (25/3).

Sementara itu, PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta selaku pihak tergugat dinyatakan oleh majelis hakim telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia atas air bersih.

Majelis hakim meminta supaya pihak tergugat menghentikan swastanisasi air bersih dan kembali mengikuti Peraturan Daerah Nomor 13/1992 dan peraturan lain terkait.

Akibat menyerahkan pengelolaan air bersih kepada pihak swasta dalam bentuk kerja sama, pihak tergugat kemudian juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Perjanjian kerja sama tersebut juga dinyatakan telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar, hingga kemudian majelis hakim menyatakan para tergugat telah merugikan pemerintah dan masyarakat.

Adapun gugatan swastanisasi air bersih ini diajukan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ).

“Hakim telah mengabulkan hampir seluruh gugatan, sehingga hari ini merupakan hari bersejarah bagi Indonesia, khususnya Jakarta,” ujar kuasa hukum KMMSAJ, Arif Maulana.

Arif juga menyebutkan bahwa kerugian swastanisasi tersebut per tahun rata-rata bisa mencapai Rp1 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Berita Lain