Jakarta, Aktual.co — Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, janji politik seorang calon pemimpin memang tidak dapat dituntut secara hukum. Namun, sanksi moral yang di dapatkan akan lebih berat dijalankan dari pada sanksi hukum. Pasalnya, jika seseorang yang memegang jabatan politis sudah tidak bisa dipegang ucapannya, pada siapa lagi rakyat bisa meminta perlindungan. “Pada saat menjadi Wali Kota Solo, Jokowi pernah mengatakan “Kelihatannya Nggak Sulit – Sulit Amat Atasi Macet dan Banjir Jakarta”, kemudian setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mengatakan “Macet dan Banjir Lebih Mudah Diatasi Jika Jadi Presiden” , nyatanya hingga saat ini setelah terpilih menjadi Presiden tidak ada satupun janji yang diucapkan Jokowi terealisasi”, tutur Jajat dalam siaran persnya, Rabu (11/2). Jajat menilai, pencitraan Jokowi yang dibagun sejak menjadi Wali Kota Solo kemudian menjadi Gubernur DKI, lalu menjadi Presiden telah habis dalam waktu tiga bulan selama setelah menduduki kursi RI 1. Pasalnya, selain mengkhianati janji kampanye capresnya yang mengatakan tidak ada bagi – bagi kursi dalam koalisinya, Jokowi juga tidak bisa membuktikan apa yang telah di ucapkannya ketika menjadi Walikota dan Gubernur DKI Jakarta mengenai permasalahan utama di Jakarta yaitu Macet dan Banjir. “Banyaknya janji politik yang tidak direalisasikan bisa menjadi salah satu penyebab rakyat menjadi apatis terhadap pemilihan, baik legislatif, Presiden, maupun Pilkada kedepannya. Dengan begitu jangan salahkan rakyat bila dalam pemilu kedepan jumlah golput akan semakin meningkat, dan ini membuktikan sudah hilangnya rasa percaya masyarakat terhadap pemimpinnya”, tutup Jajat.
Artikel ini ditulis oleh: