29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39228

Warga Myanmar Dipenggal di Arab Saudi

Jakarta, Aktual.co —Arab Saudi memenggal seorang wanita Myanmar pekan ini karena dituduh membunuh anak bungsu suaminya. Dalam video yang beredar di You Tube, dia tampak menjerit menyatakan diri tidak bersalah. Menurut situs berita setempat, Okaz dan Al-Riyadh, Pemerintah Arab Saudi telah menangkap perekam video insiden tersebut. Laporan itu juga dilengkapi dengan rekaman video pemenggalan. Tidak disebut alasan penangkapan.
Kantor berita Saudi Press Agency, Senin lalu memberitakan Layla bin Abdul Mutaleb Bassim dieksekusi di Mekkah dengan tuduhan membunuh anak tirinya yang berusia enam tahun. “Penyelidikan dalam pengadilan membuktikan dia bersalah,” kata Kementerian Dalam Negeri yang dikutip SPA. SPA melaporkan anak perempuan yang diidentifikasi sebagai keturunan Burma itu juga tewas karena dipukuli dengan sapu dan diperkosa. 
“Saya tidak membunuh. Tidak ada Tuhan selain Allah. Saya tidak membunuh,” teriak Layla dalam tangis, yang ditutupi kerudung hitam. Tampak berlutu di trotoar yang dilingkari polisi dalam video Live Leak. “Haram. Haram. Haram. Haram. Saya tidak membunuh. Saya tidak akan memaafkan kamu. Ini tidak adil,” teriak Layla dalam bahasa Arab.
Sang algojo mengenakan jubah putih, lalu memaksanya untuk berbaring di tanah dekat zebra cross. “Saya tidak…” Layla terus berteriak sebelum menjerit terakhir saat pedang melengkung algojo memenggal kepalanya. Lalu terdengar suara membacakan kejahatannya. Banyak pengguna Twitter memprotes video yang beredar di Internet karena bisa dilihat oleh keluarga wanita. Namun tidak ada yang menentang pemenggalan.
Beberapa video lain yang menunjukkan pemenggalan di Arab Saudi telah bredar selama tiga tahun terakhir. Layla adalah salah satu dari 10 orang yang dipenggal sepanjang tahun ini di bawah hukum syariah Arab Saudi. 

Presiden Yaman dan Milisi Syiah Sepakat Hentikan Kekerasan

Jakarta, Aktual.co —Presiden Yaman Abdurabuh Mansur Hadi dan pemberontak Syiah Houthi, sepakat mengakhiri konfrontasi berdarah yang dikhawatirkan akan membawa negeri miskin namun strategis itu jatuh ke dalam kekacauan berkepanjangan. Sejak September lalu, milisi pemberontak Houthi menguasai hampir seluruh wilayah ibu kota Sanaa dan sejak pekan lalu terlibat baku tembak dengan pasukan pemerintah.
Kesepakatan antara pemerintah Yaman dan pemberontak Houthi terdiri atas sembilan butir antara lain milisi Houthi sepakat untuk mundur dari bangunan-bangunan pemerintah yang mereka rebut pekan ini dalam kekerasan yang menewaskan sedikitnya 35 orang itu. Kantor berita Yaman Saba mengabarkan pemberontak Houthi bersedia meneken kesepakatan dengan imbalan konsesi dalam rancangan konstitusi baru yang banyak ditentang itu.
Pada Sabtu (18/1, milisi Houthi berhasil mengusai istana presiden  dan di bawah kesepakatan ini, mereka bersedia meninggalkan istana presiden dan mengakhiri pengepungan kediaman PM Khalid Banah serta membebaskan kepala staf kepresidenan yang mereka tahan.
Sebagai imbalan, kini kelompok Houthi memiliki hak untuk mengamandemen rancangan konstitusi yang akan memilah Yaman ke dalam enam kawasan federal. “Rancangan konstitusi harus mendapat persetujuan semua faksi. Yaman hanya akan menjadi negara federal jika hal itu diputuskan dalam sebuah dialog nasional,” tambah kantor berita Saba. Kesepakatan ini juga memastikan bahwa pemerintah akan memberlakukan kelompok Houthi dan faksi-faksi lain di Yaman secara setara, termasuk dalam pembagian kursi dalam pemerintahan.

Imigran Libya Tewas di Pantai Malta

Jakarta, Aktual.co —Tentara Italia menarik sebuah kapal kecil berpenumpang 100 orang ke tepian Pantai Malta. Namun, hanya 80 orang yang masih hidup, 20 di antara imigran diperkirakan tewas selama pelayaran. Harian Times of Malta pada Kamis (22/1) mengatakan, para imigran tersebut berasal dari Libya dan diperkirakan telah melakukan perjalanan selama berhari-hari. Diperkirakan, para Imigran terkatung-katung ditengah laut tanpa bekal makanan dan minuman yang cukup.
Keadaan Libya yang terus bergolak membuat warga mereka bisa kabur dengan menyelundupkan ratusan kapal kecil. Menurut penjaga pantai, kapal tersebut sangat tak layak untuk digunakan melintasi laut lepas. Sepanjang tahun 2014, ribuan imigran dari Timur Tengah yang mencoba menuju Eropa dikabarkan tewas. Selain karena kondisi, banyak korban tewas karena kapal yang mereka naiki tenggelam di laut lepas.

Dua Warga Negara Australia Lengkapi “List Ekskusi Mati

Jakarta, Aktual.co —Myuran Sukumaran dan Andrew Chan bakal menambah daftar panjang warga Australia yang dihukum mati di luar negeri karena narkoba. Mereka akan menjadi orang kelima dan keenam yang gagal lolos dari hukuman mati dalam 30 tahun terarkhir ini.
Keduanya sudah dipastikan bakal berhadapan dengan regu tembak setelah Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi. Jokowi sudah memberi jawaban atas permohonan grasi Chan dan sudah diterima Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/1/2015). Sebelummya, Jokowi juga sudah meneken penolakan grasi yang diajukan Sukumaran.
Berikut ini daftar warga Australia yang dieksekusi mati di luar negeri karena narkoba seperti dikutip Tribunnews.com kutip dari Sydney Morning Herald. 
MalaysiaKevin Barlow (hukum gantung pada 7 Juli 1986)Brian Chambers (hukum gantung pada 7 juli 1986)Michael McAuliffe (hukum gantung pada 19 Juni 1993)
SingapuraVan Tuong Nguyen (Hukum gantung pada 2 Desember 2005)

Rusia Tuduh Polandia Ubah Sejarah

Moskow,co-Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Vitaly Churkin, menyatakan protesnya terhadap ucapan Menteri Luar Negeri Polandia, Grzegorz Schetyna, terkait kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau. Churkin menganggap Polandia berusaha mengubah sejarah dan protes itu dilontarkannya dalam konferensi PBB di New York, Amerika Serikat, Rabu (21/1). 
Seperti dilansir RT, dalam sebuah wawancara di radio Polandia, Schetyna mengatakan bahwa kamp konsentrasi tersebut dibebaskan Front Pertama Ukraina (First Ukrainian Front). “Front Pertama Ukraina dan orang-orang Ukraina membebaskan (kamp konsentrasi itu), karena pada Januari itu ada tentara Ukraina di sana, jadi mereka yang membuka gerbang kamp itu,” kata Schetyna dalam siaran tersebut seperti dikutip RT.
Mendengar pernyataan keliru tersebut, Churkin lantas melontarkan protesnya dalam konferensi PBB. Ia menekankan bahwa tentara Soviet yang membebaskan kamp konsentrasi Auschwitz. Lebih jauh lagi, Churkin juga mengingatkan bahwa Tentara Merah yang memberikan nama Front Pertama Ukraina.  “Saat (Tentara Merah) membebaskan Ukraina dari Nazi sebelum akhirnya mencapai Polandia melalui peperangan,” tuturnya seperti dikutip Sputnik (22/1).
Menegaskan maksud Churkin, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, bertutur, “Sangat sulit membayangkan pemerintah selevel Schetyna bisa sangat bodoh. Jelas, Front Pertama Ukraina memiliki nama resmi Front Voroner sebelum November 1943 dan sebelumnya, namanya Front Bryansk,” ucapnya.
Namun, Churkin mengakui bahwa pasukan Tentara Merah diisi dengan personel dari berbagai negara. “Seperti bagian lainnya di Tentara Merah, (pasukan depan) multinasional dan terdiri dari orang Rusia, Ukraina, Belarusia, Georgia, Armenia, Azerbaijan dan perwakilan dari Asia Tengah, dan banyak lagi dari lebih dari 100 grup etnis dari Uni Soviet,” papar Churkin.
Dalam konferensi multinasional tersebut, Churkin meminta Duta Besar Polandia untuk PBB, Boguslaw Winid, untuk memberi tahu kesalahan tersebut kepada Schetyna. Churkin berharap, “(Schetyna) tidak bermaksud untuk menyinggung banyak orang.” Menurut Churkin, hal ini harus diluruskan karena menyangkut sejarah hidup orang banyak. 
“Ini adalah tanggung jawab kita kepada korban genosida dan generasi masa depan, untuk melindungi kebenaran tentang Perang Dunia Kedua. Di samping jumlah korban genosida yang mengejutkan, kita lihat veteran Waffen-SS (Nazi) bersorak di kota-kota Eropa, di mana Nazi mencoba berkuasa selama perang bagaimanapun caranya. Masa lalu Nazi dipuja, gerakan neo-Nazi bangkit,” papar Churkin.
Menyambut pernyataan Churkin, Lavrov berkata, “(Sangat penting) menghormati kenangan semua orang yang dibebaskan Eropa dan berhenti menghina sejarah. Kami percaya beberapa individu harus berhenti merusak sejarah dan membiarkan histeria anti-Rusia mereka mendorong mereka ke jurang ketidakhormatan bagi mereka yang tidak menyerahkan nyawa mereka untuk membebaskan Eropa.” Setidaknya 1,5 juta orang termasuk 15 ribu warga Soviet tewas di kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau selama Perang Dunia II. 

Hantam Boko Haram, Negara Afrika Cari Mandat kepada PBB

Niamey, Aktual.co — Negara Afrika, yang terancam kelompok Boko Haram Nigeria, berusaha mencari kewenangan Dewan Keamanan PBB untuk mengerahkan pasukan gabungan guna mengatasi milisi itu, kata Menteri Luar Negeri Niger, Rabu (20/1). Mohamed Bazoum mengatakan bahwa negara kawasan danau Chad sepakat dalam pertemuan di Ibu Kota Niger, Niamey, resolusi itu akan disampaikan kepada PBB oleh Uni Afrika. Dia tidak menyampaikan kapan itu dilakukan.
Boko Haram, yang berjuang untuk menciptakan emirat Islam di utara Nigeria, telah meningkatkan serangan di Kamerun dan juga mengancam stabilitas kawasan, termasuk Niger dan Chad. Rasa saring curiga dan perselisihan antar negara telah menghambat upaya untuk menyatukan sumber daya militer. Negara-negara itu telah sepakat untuk menciptakan pasukan multinasional untuk mengatasi para pemberontak pada akhir November, namun negara itu gagal mengumpulkan tentara.
“Bertentangan dengan apa yang terjadi di masa lalu, kami sepakat dengan para mitra kami bahwa sebuah resolusi harus disetujui oleh Dewan Keamanan yang akan memungkinkan pembentukan Pasukan Multinasional Bersama,” kata Bazoum kepada sebuah stasiun televisi di Niamey. Negara itu juga sepakat memindahkan markas pasukan multinasional yang diusulkan itu dari sebuah kota Nigeria, Baga, ke Ibu Kora Chad, N’Djamena setelah Baga disita dan dihancurkan oleh petempur Boko Haram, katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain