29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 39401

Komisi III: KPK Bukan Lagi Lembaga Pencegahan Tetapi Lembaga Screaning

Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil mengatakan, jika saat ini lembaga komisi pemberantasan korupsi (KPK) itu sudah menjadi lembaga screaning. Menyusul, penetapan Komjen pol Budi Gunawan sebegai tersangka jelang pelatikannya sebagai kapolri, lantaran nama Budi Gunawan masuk dalam tanda merah (red notice) calon menteri Presiden Jokowi.
“KPK ini sudah bukan lagi sebagai lembaga pencegahan dan penindakan, tetapi sudah menjadi lembaga screaning dalam melihat seseorang,” kata Nasir dalam acara diskusi Aktual Forum bertajuk ‘Lewat Budi Gunawan, KPK Ganggu Hak Preogratif Presiden?, di Warung Komando, Jalan Dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (18/1).
Menurut Nasir, bila landasan KPK merujuk pada red notice tersebut, seharusnya KPK juga melakukan hal yang sama terhadap mereka yang diusulkan sebagai calon menteri kabinet katika itu. Sebab, tentunya bukan hanya Budi Gunawan saja yang mendapat tanda merah versi lembaga pimpinan Abraham Samad itu.
“Kalau ada merah dan kuning kenapa tidak dihajar saja semuannya. Jadi kedepan, kalau memang rakyat menginginkan lembaga ini untuk menjadi scearining pejabat-pejabat publik, itu maka kita (DPR) akan tambahkan dalam (revisi) UU KPK,” ketusnya.
“Padhal KPK berkerja, atas kepastian hukum, akuntabilitas, keterbukaan, kepentingan umum dan profesionalitas,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid

Pengamat: Guru Harus Mampu Lahirkan Kualitas Terbaik Untuk Siswa

Jakarta, Aktual.co — Pengamat pendidikan dari Kabupaten Lebak Tito Sutanto mengatakan guru harus mampu melahirkan kualitas pendidikan kepada peserta didik, terlebih menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

“Keberhasilan pendidikan itu tentu guru sebagai ujung tombak untuk mencetak pendidikan yang berkualitas,” kata Tito Sutanto saat dihubungi di Lebak, Minggu.

Menurut dia, untuk mencapai pendidikan yang berkualitas itu maka guru wajib memiliki empat kompetensi agar pengajaran mudah diterima oleh peserta didik.

Keempat kompetensi itu antara lain memiliki keilmuan pedagogis, kepribadian, sosial dan didaktik.

Guru dituntut memiliki kecakapan penyampaian materi pengajaran kepada peserta didik sehingga harus menguasai keilmuan pedagogis.

Di samping itu rekam jejak guru harus memiliki kerpibadian, sosial dan didaktik yang baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

Sebab fungsi guru dalam pendidikan bukan hanya penghantar ilmu pengetahuan saja, tetapi guru juga sebagai fasilatator.

Pada prinsipnya pendidikan itu mencetak manusia berkualitas dengan disiplin ilmu juga memiliki kepribadian dan ahklak yang baik.

Selain itu juga guru harus memahami kurikulum sehingga proses pengajaran berjalan dengan baik.

“Kami yakin jika guru itu memiliki kompetensi dan memahami buku atau kurikulum dipastikan melahirkan pendidikan berkualitas,” kata Tito yang kini menjabat Kepala SMPN 2 Rangkasbitung.

Tito juga mengatakan, guru dituntut berinovasi dan kreatif dalam penyampaian proses pembelajaran kepada peserta didik di kelas.

Disamping itu guru bukan hanya target materi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan.

Namun, guru juga harus berinovasi yang sebelumnya proses pembelajaran berceramah maka diubah dengan metode pembelajaran saintifik atau pendekatan ilmiah atau penelitian.

Selain itu juga penilaian autentik sehingga siswa dapat menerima pengetahuan (knowledge), sikap (afective), keterampilan (skills) dan kemampuannya (ability).

Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.

“Kami optimistis guru di Tanah Air bisa melahirkan pendidikan berkualitas dan 2018 sudah siap menerapkan Kurikulum 2013,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Pengamat: Ada Kepentingan KPK Dibalik Penundaan Pengangkatan BG

Jakarta, Aktual.co — Keputusan Presiden Joko Widodo menunda pengangkatan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan (BG) sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi mengatakan bahwa ada unsur ‘politic revenge’ (perlawanan politik) tentang posisi pergantian Kapolri tersebut.

“KPK berbeda memperlakukan kasus BG. Ada berbagai kepentingan,” ujar Muradi di Aktual Forum “Lewat Budi Gunawan, KPK Ganggu Hak Perogratif Presiden?” di Warung Komando Jakarta, Minggu (18/1).

Lebih lanjut dikatakan Muradi, publik terkesan mendikte Lembaga Negara. Menurutnya, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak perlu menunda pelantikan tersebut.

“Seharusnya yang dilakukan Presiden Jokowi adalah melantik pak BG, nanti biar dikoreksi DPR dan Lembaga Negara, ini kan terkesan wacana. Pak Jokowi sebagai Presiden popularitas naik turun itu biasa,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pada Jumat lalu Presiden Joko Widodo menunda pengangkatan Komisaris Jenderal  Budi Gunawan sebagai Kapolri. Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan proses hukum yang saat ini membelit Komjen Budi Gunawan yanh telah ditetapkan tersangka oleh KPK.

Selain itu Presiden mengatakan, dirinya telah menandantangani dua Keputusan Presiden (Kepres) terkait pemberhentian dengan hormat Jenderal Pol Sutarman sebagai Kapolri, dan Kepres kedua tentang penugasan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas sebagai Kapolri.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Pemkab Kulonprogo Klaim Berhasil Turunkan Gini Rasio

Jakarta, Aktual.co — Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil menurunkan gini rasio dari 0,3400 menjadi 0,2959 pada 2014 berkat kebijakan ekonomi yang prorakyat. Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan, turunnya gini rasio di Kulon Progo sangat signifikan dibanding daerah lain.

“Hal ini juga diperkuat data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikeluarkan belum lama ini, di Kulon Progo angka gini rasio semakin kecil. Angka gini rasio DIY meningkat dari 0,430 menjadi 0,439 dan di Indonesia juga meningkat dari 0,410 menjadi 0,413,” ujar Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Minggu (18/1).

Hasto mengatakan hasil ini sudah melebihi dari target 2014 sebesar 0,3375 bahkan realisasi ini sudah bisa melampaui dari target rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang pada 2016 menargetkan angka 0,3320.

Menurut dia, turunya gini rasio menunjukan kinerja ekonomi Kabupaten Kulon Progo sangat menggembirakan. Ditengah meningkatnya angka kesenjangan (gini rasio) antara yang kaya dan yang miskin di tingkat DIY dan nasional, Kabupaten Kulon Progo justru berhasil menurunkan gini rasio tersebut.

Artinya, lanjut Hasto, semakin kecil angka rasio gini, maka semakin sempit kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, dan semakin sedikit kesenjangan sosial ekonominya.

“Saya yakin ini karena yang miskin meningkat kesejahteraannya, sehingga kesenjangan yang kaya dan yang miskin semakin tidak jauh,” kata Hasto.

Ia mengatakan penurunan gini rasio menjadi satu titik poin penting keberhasilan bagaimana menciptakan suatu kemakmuran atau kesejahteraan bersama.

Menurutnya, gini rasio juga menjadi salah satu indikator di negara maju, negara yang punya kesenjangan sosial rendah, maka negara itu punya kesejahteraan yang baik dalam bidang lain-lainnya, termasuk angka kematian ibu, angka kematian bayi.

“Selain itu, penurunan gini rasio menunjukan angka pengangguran membaik, ketika kesenjangan sosial itu berkurang, atau angkanya menjadi kecil,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Eksekusi Mati Terpidana Bukti Komitmen Pemerintah

Jakarta, Aktual.co — Pelaksanaan hukuman mati atau eksekusi terhadap terpidana narkoba menunjukkan komitmen tinggi pemerintah dalam mengatasi peredaran narkoba yang telah meresahkan dan sangat membahayakan terutama bagi kondisi kesehatan warga.

“Komitmen yang tinggi untuk memberantas narkoba sudah ditunjukkan oleh pemerintah saat ini yaitu dengan menolak grasi para terpidana mati kasus narkoba,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (Papdi Jaya), Dr Ari Fahrial Syam, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Sebagai seorang praktisi kesehatan, Ari Fahrial Syam setiap waktu melihat ada saja korban yang datang ke rumah sakit akibat narkoba.

Ketua Papdi Jaya itu juga berpendapat, berbicara soal narkoba tidak bisa dilepaskan dengan konsumsi alkohol dan rokok sehingga pengendalian ketiganya semestinya berlangsung satu paket.

“Saya berharap semangat untuk memberantas narkoba juga belanjut untuk membatasi konsumsi rokok dan alkohol,” katanya.

Ia menjelaskan, ketiga “racun” itu bersifat adiksi (ketagihan) dan sama-sama membawa dampak buruk buat kesehatan seseorang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Secara medis, ujar dia, komplikasi akibat menggunakan kokain, salah satu narkoba yang sering diselundupkan ke Indonesia, bisa meliputi gangguan banyak organ.

“Komplikasi yang terjadi bisa pada jantung, paru, ginjal, hati, saluran pencernaan, sistim syaraf baik otak maupun sistim syaraf lainnya,” katanya.

Selain gangguan kesehatan yang terjadi secara perlahan-lahan sampai terjadi kematian, para pecandu bisa mengalami kematian mendadak akibat narkoba.

Dari sisi ketagihan, sangat sulit bagi seseorang yang sudah adiksi untuk melepaskan diri dari ketiga bahan berbahaya tersebut.

“Adiksi terhadap salah satu narkoba akan membuat seseorang pecandu narkoba tersebut bisa melakukan aktivitas antisosial demi mendapatkan narkoba tersebut,” jelasnya.

Melihat dampak buruk dari narkoba, Ari menegaskan bahwa akhirnya komitmen pemerintah memang harus tinggi terhadap pemberantasan narkoba.

Hal itu dinilai mesti dilakukan tidak saja menolak grasi bagi terpidana mati tapi secara terus menerus melakukan razia untuk mencegah beredarnya narkoba.

“Mudah-mudahan eksekusi mati ini dapat membuat jera bagi para bandar bahwa saat ini Indonesia bukan lagi menjadi surga buat penyebaran narkoba ini,” pungkasnya

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Menteri Marwan: Dana Desa Harus Wujudkan Swasembada Pangan

Jakarta, Aktual.co — Pada tahun 2015 Pemerintah akan mengalokasikan Dana Desa sebesar Rp20 triliun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.  Jumlah dana desa tersebut tentu masih sangat jauh dari amanat UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang mengalokasikan Rp1,4 miliar untuk setiap desa di Indonesia.

“Meskipun belum sesuai harapan, adanya dana desa ini diharapkan mampu mempercepat pembangunan desa dan peningkatan masyarakatnya yang rata-rata menggantungkan mata pencahariannya di sektor pertanian,” ujar ‎Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, dalam keterangan yang diterima Aktual di Jakarta, Minggu (18/1).

Dirinya berharap dana desa ini dapat dikelola secara akuntabel dan tepat sasaran agar kegiatan perekonomian di desa benar-benar berkembang maju.

“Dengan dana ini nelayan dan petaninya sejahtera, bahkan kami sangat optimis jika ke depannya nanti desa akan mampu tampil menjadi sentra-sentra baru pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga cita-cita membangun Indonesia dari pinggiran tercapai,” ujarnya.

Sebelum menerima dana desa, Marwan meminta pemerintah desa terlebih dulu melakukan Musyawarah Desa untuk menyusun Rencana Jangka Menengah Pembangunan Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa).

“Makanya, RPJMDes dan RKPDes kita jadikan prasyarat untuk mengucurkan dana tersebut. Tujuannya tak lain agar pembangunan yang dilakukan aparat desa sesuai dengan kebutuhan di desa masing-masing,” katanya.

Lebih jauh, Marwan mengharapkan agar dana desa nantinya juga dapat berperan maksimal dalam upaya mewujudkan swasembada pangan nasional yang ditargetkan Pemerintah untuk dicapai dalam kurun waktu 3 tahun ke depan.

“Seperti membangun irigasi desa dan infrastruktur pertanian untuk meningkatkan kuantitas dan kualitasnya produksi pertanian khususnya beras, jagung, kedelai dan tebu,” jelas Marwan.

Selain itu, untuk mendorong terciptanya Desa Mandiri, Marwan berharap ‎setiap desa dapat mendirikan usaha desa yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang berbasiskan agrobisnis. Pasalnya, BUMDes akan menjadi sektor penting terwujudnya swasemada pangan nasional.

“Karena kalau bicara swasembada pangan ya bicata tentang desa, karena sentra utama produksi pangan memang ada di desa, ya kalau kita ingin Indonesia bisa secepatnya swasembada pangan ya mari kita muliakan desa, kita bangun desa, kita sejahterakan desa,” ajak Marwan, mengakhiri uraiannya

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Berita Lain