29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40510

Masih Banyak Motor Bandel Lewati Jalur Protokol

Jakarta, Aktual.co —Pengguna roda dua yang dilarang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melewati jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat atau jalan protokol dialihkan menuju ke sejumlah jalur alternatif.
Sejumlah jalan yang menjadi jalan alternatif seperti jalan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat terlihat lengan dari pengemudi sepeda motor. Sejumlah parkir liar yang biasanya mewarnai sepanjang jalan tersebut juga nampak sepi dari motor.
Petugas yang berjaga ditempat tersebut juga tak terlihat berjaga di perempatan depan. Dari pantauan aktual.co, nampak banyak pengendara motor yang masih nekad membandel melewati jalur protokol. 
Di Bundaran HI terpampang plang bertuliskan jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat harus steril dari motor roda dua. 

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Inilah Sejarah Banjir Jakarta (5)

Jakarta, Aktual.co —Pada tahun 1960, Jakarta mengalami banjir besar. Grogol yang menjadi pemukiman baru bagi 800 penduduk gusuran dari Jalan Thamrin pertama kalinya mengalami kebanjiran. Banjir tersebut diakibatkan rusaknya bendungan di Kebon Jeruk dan juga pasangnya laut.
Pada tanggal 7 hingga 10 Februari 1960, banjir melanda daerah Grogol karena Sungai Grogol dan Kali Angke meluap. Ketinggian air di pintu air Grogol adalah 30 cm sedangkan di Kali Angke adalah 60 cm. Menurut Jawatan Penerangan, daerah terparah adalah Kelurahan Grogol dengan 2.114 rumah rusak dan 15.290 orang mengungsi, di Jelambar sebanyak 1.858 rumah rusak dan 12.636 orang mengungsi, dan di Cengkareng sebanyak 692 rumah rusak dan 2.899 orang mengungsi.
Pemerintah pun mengambil sikap dengan melakukan operasi pasar dengan menjual 22,5 ton beras yang disalurkan melalui warung dan toko grosir dengan harga resmi pemerintah.
Banjir pada tahun 1960, dianggap membahayakan kawasan Istana Negara. Untuk itu, air dari pintu air Manggarai dialirkan ke banal banjir sehingga rumah-rumah di pinggir kanal banjir hanyut.
Banjir juga melanda Jalan Asam Lama, Jalan Sabang, Jalan Tangerang, Jalan Kebon Jeruk, Kampung Penjaringan.
Sebagai jawaban atas ketidakmampuan menangani banjir, pemimpin Kota Praja Jakarta Raya mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh kekuatan alam. Untuk mengurangi banjir, ada usulan untuk bekerjasama dengan pemadam kebakaran untuk menyedot air dan dialirkan ke kanal banjir atau mungkin dengan memperbaiki tanggul.
Penanganan banjir di Jakarta pada masa itu melibatkan 5 instansi yaitu Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dan Departemen Keuangan.
Tahun 1963, banjir kembali datang. 9 dari 21 kecamatan di Jakarta terendam banjir yaitu di Krukut, Kampung Melayu, Salemba, Senen, Angke Duri, Tanah Abang, Gambir, Petamburan dan Cengkareng.
Melihat hal itu, pada tanggal 21 Januari 1963, dibentuk tim khusus untuk memberikan bantuan kepada warga sebagai bentuk responsif terhadap bencana banjir di Jakarta.
Susunan tim tersebut adalah Wakil Gubernur DKI (Ketua Umum), Patih Singgih (Ketua Pelaksana), Kapten Simanjuntak (Seksi I Keamanan), A. Kafar dan Firdaus (Seksi II Pengungsian/Evakuasi), Miharso, Djoko, Kapten Sutomo (Seksi III Penampungan/Dapur), Sudigdo (Seksi IV Kesehatan), Kompol Ali, Tb Mansur Mamum (Seksi V Bahan Makanan), Ir. Manuhutu dan para Bupati (Seksi VI Pencegahan Bencana), dan Soeweno dan Firdaus (Seksi VII Penerangan).
Pada tahun 1963 pertama kalinya bencana banjir ditangani oleh tim khusus yang dibentuk pemerintah. Mereka mengalami kesulitan dalam penyediaan dapur umum. Menurut perhitungan tim, jika pengungsi berjumlah sekitar 100.000 jiwa, maka tim harus menyediakan dapur umum yang mampu memasak 17 ton beras untuk satu kali makan, selain sayur mayur dan bahan makanan lain. Padahal jumlah dapur umum yang tersedia hanya mampu melayani 15.000 orang, yaitu di dapur umum Lapangan Rinkes, Batalyon Brawijaya, Rumah Sakit Jiwa Grogol, Rumah Penjara Glodok, Cipinang, Bukir Duri dan Rumah Asuhan Budi Cengkareng.
Untuk menjaga keamanan, ditempatkan pos-pos penjagaan di beberapa tempat dan memantau menggunakan perahu karet dan pos radio.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Inilah Sejarah Banjir Jakarta (5)

Jakarta, Aktual.co —Pada tahun 1960, Jakarta mengalami banjir besar. Grogol yang menjadi pemukiman baru bagi 800 penduduk gusuran dari Jalan Thamrin pertama kalinya mengalami kebanjiran. Banjir tersebut diakibatkan rusaknya bendungan di Kebon Jeruk dan juga pasangnya laut.
Pada tanggal 7 hingga 10 Februari 1960, banjir melanda daerah Grogol karena Sungai Grogol dan Kali Angke meluap. Ketinggian air di pintu air Grogol adalah 30 cm sedangkan di Kali Angke adalah 60 cm. Menurut Jawatan Penerangan, daerah terparah adalah Kelurahan Grogol dengan 2.114 rumah rusak dan 15.290 orang mengungsi, di Jelambar sebanyak 1.858 rumah rusak dan 12.636 orang mengungsi, dan di Cengkareng sebanyak 692 rumah rusak dan 2.899 orang mengungsi.
Pemerintah pun mengambil sikap dengan melakukan operasi pasar dengan menjual 22,5 ton beras yang disalurkan melalui warung dan toko grosir dengan harga resmi pemerintah.
Banjir pada tahun 1960, dianggap membahayakan kawasan Istana Negara. Untuk itu, air dari pintu air Manggarai dialirkan ke banal banjir sehingga rumah-rumah di pinggir kanal banjir hanyut.
Banjir juga melanda Jalan Asam Lama, Jalan Sabang, Jalan Tangerang, Jalan Kebon Jeruk, Kampung Penjaringan.
Sebagai jawaban atas ketidakmampuan menangani banjir, pemimpin Kota Praja Jakarta Raya mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh kekuatan alam. Untuk mengurangi banjir, ada usulan untuk bekerjasama dengan pemadam kebakaran untuk menyedot air dan dialirkan ke kanal banjir atau mungkin dengan memperbaiki tanggul.
Penanganan banjir di Jakarta pada masa itu melibatkan 5 instansi yaitu Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dan Departemen Keuangan.
Tahun 1963, banjir kembali datang. 9 dari 21 kecamatan di Jakarta terendam banjir yaitu di Krukut, Kampung Melayu, Salemba, Senen, Angke Duri, Tanah Abang, Gambir, Petamburan dan Cengkareng.
Melihat hal itu, pada tanggal 21 Januari 1963, dibentuk tim khusus untuk memberikan bantuan kepada warga sebagai bentuk responsif terhadap bencana banjir di Jakarta.
Susunan tim tersebut adalah Wakil Gubernur DKI (Ketua Umum), Patih Singgih (Ketua Pelaksana), Kapten Simanjuntak (Seksi I Keamanan), A. Kafar dan Firdaus (Seksi II Pengungsian/Evakuasi), Miharso, Djoko, Kapten Sutomo (Seksi III Penampungan/Dapur), Sudigdo (Seksi IV Kesehatan), Kompol Ali, Tb Mansur Mamum (Seksi V Bahan Makanan), Ir. Manuhutu dan para Bupati (Seksi VI Pencegahan Bencana), dan Soeweno dan Firdaus (Seksi VII Penerangan).
Pada tahun 1963 pertama kalinya bencana banjir ditangani oleh tim khusus yang dibentuk pemerintah. Mereka mengalami kesulitan dalam penyediaan dapur umum. Menurut perhitungan tim, jika pengungsi berjumlah sekitar 100.000 jiwa, maka tim harus menyediakan dapur umum yang mampu memasak 17 ton beras untuk satu kali makan, selain sayur mayur dan bahan makanan lain. Padahal jumlah dapur umum yang tersedia hanya mampu melayani 15.000 orang, yaitu di dapur umum Lapangan Rinkes, Batalyon Brawijaya, Rumah Sakit Jiwa Grogol, Rumah Penjara Glodok, Cipinang, Bukir Duri dan Rumah Asuhan Budi Cengkareng.
Untuk menjaga keamanan, ditempatkan pos-pos penjagaan di beberapa tempat dan memantau menggunakan perahu karet dan pos radio.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Meski Rupiah Jeblok, Jokowi Nilai Fundamental Ekonomi Nasional Kuat

Jakarta, Aktual.co — Presiden Joko Widodo menilai fundamental ekonomi nasional kuat untuk menghadapi tekanan terhadap mata uang rupiah sehingga dalam jangka panjang kondisinya dapat membaik.

“Dengan fundamental ekonomi kita, dengan perbaikan ruang fiskal kita, semoga untuk Indonesia (pelemahan mata uang terhadap Dolar AS) itu tidak berjalan lama,” katanya di Gedung BPK Jakarta, Selasa (17/12) malam.

Presiden mengatakan semua mata uang negara lainnya juga mengalami pelemahan terhadap Dolar AS.

“Ini memang di seluruh negara ada pelemahan mata uang, negara-negara lain, terutama karena ada penarikan kembali (uang-red) ke Amerika,” paparnya.

Dengan fundamental ekonomi nasional dan juga perbaikan ruang fiskal, pada 2015 diharapkan tidak lagi mengalami tekanan yang berkepanjangan.

“Mulai tahun depan kita harapkan dalam jangka yang agak panjang untuk neraca kita akan terus kita dorong industri-industri yang ke ekspor dan tentu mengerem barang-barang impor. Jalan yang paling baik,” kata Kepala Negara.

Presiden Joko Widodo juga mengatakan Bank Indonesia telah melakukan upaya dalam masalah ini antara lain dengan melakukan intervensi pasar.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Meski Rupiah Jeblok, Jokowi Nilai Fundamental Ekonomi Nasional Kuat

Jakarta, Aktual.co — Presiden Joko Widodo menilai fundamental ekonomi nasional kuat untuk menghadapi tekanan terhadap mata uang rupiah sehingga dalam jangka panjang kondisinya dapat membaik.

“Dengan fundamental ekonomi kita, dengan perbaikan ruang fiskal kita, semoga untuk Indonesia (pelemahan mata uang terhadap Dolar AS) itu tidak berjalan lama,” katanya di Gedung BPK Jakarta, Selasa (17/12) malam.

Presiden mengatakan semua mata uang negara lainnya juga mengalami pelemahan terhadap Dolar AS.

“Ini memang di seluruh negara ada pelemahan mata uang, negara-negara lain, terutama karena ada penarikan kembali (uang-red) ke Amerika,” paparnya.

Dengan fundamental ekonomi nasional dan juga perbaikan ruang fiskal, pada 2015 diharapkan tidak lagi mengalami tekanan yang berkepanjangan.

“Mulai tahun depan kita harapkan dalam jangka yang agak panjang untuk neraca kita akan terus kita dorong industri-industri yang ke ekspor dan tentu mengerem barang-barang impor. Jalan yang paling baik,” kata Kepala Negara.

Presiden Joko Widodo juga mengatakan Bank Indonesia telah melakukan upaya dalam masalah ini antara lain dengan melakukan intervensi pasar.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

BI: Suku Bunga Rusia Naik Karena Tekanan Politik Internasional

Jakarta, Aktual.co — Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menilai kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral Rusia memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda dengan Indonesia.

“Kalau Rusia itu sebenarnya yang terjadi di sana itu awalnya bukan karena harga minyaknya yang utama, namun awalnya karena masalah politik internasional. Sejak saat itu pasar Rusia mengalami tekanan,” ujar Mirza di Kantor Menko, Jakarta, Selasa (17/12).

Aliran modal keluar (capital outflow) yang terjadi di Rusia, lanjut Mirza, membuat bank sentral negara tersebut melakukan intervensi. Seiring itu pula, harga minyak dunia turun yang kemudian mengakibatkan penerimaan Rusia juga menurun.

“Pendapatan mereka besar di situ (minyak). Itu yang menekan mereka cukup dalam,” kata Mirza.

Bank sentral Rusia pada Senin (15/12) menaikkan suku bunga acuan hingga 650 basis poin dari 10,5 persen menjadi 17 persen.

“Jadi itu spesifik masalah Rusia yang jauh berbeda dengan masalah Indonesia. Kita masih ada problem di defisit transaksi berjalan, tapi pemerintah dan BI sudah meng-address-nya,” ujar Mirza.

Ia menegaskan, Bank Indonesia tidak serta merta akan ikut menaikkan suku bunga acuan melihat bank sentral Rusia yang melakukan kebijakan menaikkan suku bunga yang cukup besar.

Mirza juga menambahkan, defisit transaksi berjalan juga terus menunjukkan tren penurunan. Ia meyakini defisit transaksi berjalan sepanjang 2014 dapat dijaga di level 25 miliar dolar AS atau 3 persen dari PDB.

“Defisit tahun ini lebih baik dibandingkan tahun 2013 lalu 29 miliar dolar AS. Turun sekitar 3,5-3,7 miliar dolar AS,” kata Mirza.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Berita Lain