Pembahasan RAPBD 2015 Tertutup, FITRA:Rawan Bagi-bagi ‘Jatah’
Jakarta, Aktual.co —Tertutupnya rapat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2015, menuai curiga.
Direktur Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, menilai ada dua kemungkinan yang biasa terjadi jika rapat pembahasan APBD digelar tertutup.
Pertama, dengan rapat tertutup maka sangat rawan adanya ‘permainan anggaran’, antara pihak Pemprov DKI dan DPRD DKI. Di mana wartawan tidak boleh memantau jalannya proses pembahasan. Menurutnya ini semakin memperkuat dugaan bahwa anggota dewan sedang melakukan negoisasi kepada pihak Pemprov DKI untuk minta ‘jatah’.
“Kalau ngga mau dituduh kenapa rapat ditutup? Belum lagi teman-teman wartawan diusir. Padahal kan yang mereka (DPRD) bahas bukan uang nenek moyang mereka. Itu uang rakyat,” ujarnya, saat dihubungi Aktual.co, Jumat (12/12).
Yang kedua, kata Uchok, mengenai berlarut-larutnya pembahasan APBD di saat waktu sudah mepet, hingga masuk masa reses bagi dewan. Alhasil, pertemuan di luar gedung sangat mungkin dilakukan.
Biasanya, ujar Uchok, dalam pertemuan ‘informal’ antara anggota dewan dengan pihak pemerintah di saat reses tidak akan membahas kebutuhan untuk ‘problem solving’ (pemecahan masalah) bagi masyarakat DKI.
“Tapi lebih ke pembagian jatah itu tadi. Misal saya dapat apa, di mana, dan apa,” ujar dia.
Biasanya, kata Uchok, dalam pertemuan di masa reses itu para anggota dewan akan bercerita kalau biaya untuk mendapatkan kursi di DPRD dan masuk partai itu mahal. Lalu pihak Pemda, lanjutnya, kemudian juga akan memaklumi. Dan balas mengatakan untuk mendapat jabatan di Pemprov juga mahal.
“Sampai akhirnya terjadilah ‘penyelesaian secara adat’, dengan mengatasnamakan untuk kepentingan rakyat,” sindirnya.
Sebenarnya, kata Uchok, indikasi akan adanya skenario antara eksekutif dan legislatif untuk memainkan anggaran, sudah bisa terlihat dengan lambatnya pengesahan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD DKI.
“Kalau mereka betul bekerja untuk kebutuhan rakyat, harusnya kan AKD diselesaikan lebih awal.”
Sedangkan jika AKD disahkan di saat proses pembahasan APBD berjalan, tentunya ‘jatah’ anggota dewan yang ‘incumbent’ bisa habis. Sedangkan ketika AKD sudah jadi kan berarti kesepakatan yang lama hilang dan harus diganti dengan yang baru.
“Kaya tanah aja, majikannya ganti. Jadi ini semua hanya masalah jatah saja. Yang penting sama-sama ‘happy’. Kalau ada konflik jangan diungkap ke publik. Biasanya begitu,” selorohnya.
Artikel ini ditulis oleh:













