29 Desember 2025
Beranda blog Halaman 40991

Resensi Buku: Penanggulangan Bencana Berbasis Data dan Infografis

Jakarta, Aktual.co — Jarang ada buku yang menyajikan informasi grafis terkait pengelolaan bencana, padahal infografis dinilai efektif untuk memahami narasi sebuah pesan, menjelaskan detil suatu proses yang harus dilakukan, juga untuk merekonstruksi sebuah peristiwa.

Dengan kata lain infografis tampil sebagai bentuk berita visual yang kompleks, yakni mampu memuat narasi, data, sekaligus visual.

Sehingga kehadiran sebuah buku infografis yang menyajikan data terkait upaya penanganan bencana seperti buku berjudul “Indonesia Province Infographic” ini sungguh sebuah kekuatan yang bermakna.

Ambil contoh Provinsi Sumatera Barat yang menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduknya sebanyak 4,8 juta jiwa.

Ternyata jumlah penduduk perempuannya lebih banyak dibanding laki-laki yang ditandai dengan angka sex-ratio sebesar 98,44 yang dapat dilihat dengan jelas dalam infografis.

Tidak cukup sampai di sini, informasi tadi juga memuat berapa jumlah orang berkebutuhan khusus dalam total populasi.

Informasi tersebut berguna untuk membantu penyusunan rencana serta analisas yang tepat misalnya dalam proses penyelamatan, termasuk kelompok rentan dan prasarana umum yang terdampak bahaya.

Apalagi data itu berbentuk piramida penduduk yang dilengkapi dengan proyeksi penduduk tahun 2015, tahun 2020 hingga tahun 2025 (halaman 23).

Bahkan lebih jauh, informasi tersebut bukan hanya digunakan untuk memobilisasi sumber daya, namun juga untuk menentukan kebijakan dan mengukur keberhasilan dari intervensi yang dilakukan.

Data kependudukan yang telah diolah dan diintegrasikan dengan informasi lain lalu disajikan dengan visualisasi menarik, tentu sangat membantu perencanaan dan ketepatan analisis penanganan bencana.

Memang akses terhadap informasi dan data memegang peran penting untuk menjamin suksesnya manajemen bencana, karena dapat dibayangkan bila penanggulangan bencana tidak bertumpu pada data, maka akan terjadi kesimpangsiuran penanganannya.

Buku ini memuat gambaran visual dalam bentuk peta dan grafis 33 provinsi di Indonesia disertai informasi tujuh sektor utama, yakni informasi kependudukan, ketahanan pangan, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta bencana yang sering terjadi di sana.

Informasi yang disajikan dilihat dari berbagai segi, antara lain jumlah populasi, tingkat kepadatannya, kondisi geografisnya, dan lain-lain.

Buku yang terdiri dari 83 halaman dengan panjang 29 Cm dan lebar 25 Cm ini memang kaya ilustrasi dan penuh gambar peta warna-warni yang enak dilihat.

Tampaknya buku yang diawali dengan tiga halaman foto kegiatan tanggap bencana ini juga sengaja membidik pangsa pasar yang lebih global karena setiap detilnya disajikan dalam bahasa Inggris.

Apalagi pembuatan buku ini juga melibatkan sejumlah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selain dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Lembaga PBB tersebut adalah Kantor Koordinasi untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), Badan Kependudukan PBB (UNFPA), Program Pangan Dunia (WFP) dan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Keunggulannya yang mampu menyajikan informasi rumit menjadi lebih ringkas membuat infografis dianggap sebagai media yang efektif untuk promosi, publikasi dan edukasi.

Menurut pakar infografis Machfoed Gembong, saat ini media infografis telah mengalami metamorfosis menjadi lebih canggih.

Sarjana seni rupa IKIP Negeri Surabaya yang kenyang pengalaman sebagai ilustrator dan pewarta grafis ini mengatakan, infografis berkembang dari dua dimensi menjadi infografis interaktif dan yang paling mutakhir adalah video infografis.

Maka kita semua patut berharap bahwa buku infografis ini bisa ditampilkan dalam format web dan bukan tidak mungkin dikembangkan dalam format video infografis.

Panduan Nasional Berhubung pemanfaatan infografis belum secara luas digunakan umum, bersamaan dengan terbitnya buku infografis tadi, BNPB, BPS dan UNFPA, menerbitkan buku “Panduan Nasional Penggunaan Data Kependudukan dalam Penanggulangan Bencana”.

Buku ini berisi panduan rinci tentang penggunaan data kependudukan dalam semua tahap penanggulangan bencana, mulai prabencana, saat bencana dan pascabencana.

Secara spesifik tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai petunjuk teknis dari peraturan Kepala BNPB No. 8 tahun 2011 tentang Standarisasi Data Kebencanaan.
Selain itu buku dengan jumlah halaman 89+xii lembar dengan kertas berwarna serta memiliki panjang 24 Cm dan lebar 21 Cm ini untuk memberikan panduan bagi pelaku kemanusiaan dalam penggunaan data kependudukan untuk penanggulangan bencana.

Data kependudukan atau data bencana mutlak diperlukan pada tahap kesiapsiagaan darurat maupun aspek pertolongan, pemulihan dan rekonstruksi bencana.

Begitu sentral peran data kependudukan hingga bisa dikatakan, tidak ada rencana penanggulangan bencana yang sukses tanpa didukung data kependudukan.

Terlihat informasi dalam buku ini sudah cukup memenuhi syarat sebagi buku panduan, meski pembaca menjadi kurang nyaman dengan tampilan dua kolom.

Namun demikian buku ini menyertakan alamat website terkait, yakni http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.

Hadirnya dua buku tersebut bermuara pada upaya menuju Indonesia tangguh yakni bangsa yang memiliki daya antisipasi terhadap bencana, bangsa yang mempunyai daya proteksi dengan menangkis dan menghindar bencana, lebih jauh menuju bangsa yang tinggi daya adaptasinya.

Tampaknya terbitnya dua buku ini menjadi bukti bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan komunikasi strategis dengan para pemangku kepentingannya.

BNPB secara terbuka menjalin sinergi dengan Badan Pusat Statistik dan Perserikatan Bangsa-bangsa serta berhasil mengomunikasikan itu semua atas nama kemanusiaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Resensi Buku: Penanggulangan Bencana Berbasis Data dan Infografis

Jakarta, Aktual.co — Jarang ada buku yang menyajikan informasi grafis terkait pengelolaan bencana, padahal infografis dinilai efektif untuk memahami narasi sebuah pesan, menjelaskan detil suatu proses yang harus dilakukan, juga untuk merekonstruksi sebuah peristiwa.

Dengan kata lain infografis tampil sebagai bentuk berita visual yang kompleks, yakni mampu memuat narasi, data, sekaligus visual.

Sehingga kehadiran sebuah buku infografis yang menyajikan data terkait upaya penanganan bencana seperti buku berjudul “Indonesia Province Infographic” ini sungguh sebuah kekuatan yang bermakna.

Ambil contoh Provinsi Sumatera Barat yang menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduknya sebanyak 4,8 juta jiwa.

Ternyata jumlah penduduk perempuannya lebih banyak dibanding laki-laki yang ditandai dengan angka sex-ratio sebesar 98,44 yang dapat dilihat dengan jelas dalam infografis.

Tidak cukup sampai di sini, informasi tadi juga memuat berapa jumlah orang berkebutuhan khusus dalam total populasi.

Informasi tersebut berguna untuk membantu penyusunan rencana serta analisas yang tepat misalnya dalam proses penyelamatan, termasuk kelompok rentan dan prasarana umum yang terdampak bahaya.

Apalagi data itu berbentuk piramida penduduk yang dilengkapi dengan proyeksi penduduk tahun 2015, tahun 2020 hingga tahun 2025 (halaman 23).

Bahkan lebih jauh, informasi tersebut bukan hanya digunakan untuk memobilisasi sumber daya, namun juga untuk menentukan kebijakan dan mengukur keberhasilan dari intervensi yang dilakukan.

Data kependudukan yang telah diolah dan diintegrasikan dengan informasi lain lalu disajikan dengan visualisasi menarik, tentu sangat membantu perencanaan dan ketepatan analisis penanganan bencana.

Memang akses terhadap informasi dan data memegang peran penting untuk menjamin suksesnya manajemen bencana, karena dapat dibayangkan bila penanggulangan bencana tidak bertumpu pada data, maka akan terjadi kesimpangsiuran penanganannya.

Buku ini memuat gambaran visual dalam bentuk peta dan grafis 33 provinsi di Indonesia disertai informasi tujuh sektor utama, yakni informasi kependudukan, ketahanan pangan, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta bencana yang sering terjadi di sana.

Informasi yang disajikan dilihat dari berbagai segi, antara lain jumlah populasi, tingkat kepadatannya, kondisi geografisnya, dan lain-lain.

Buku yang terdiri dari 83 halaman dengan panjang 29 Cm dan lebar 25 Cm ini memang kaya ilustrasi dan penuh gambar peta warna-warni yang enak dilihat.

Tampaknya buku yang diawali dengan tiga halaman foto kegiatan tanggap bencana ini juga sengaja membidik pangsa pasar yang lebih global karena setiap detilnya disajikan dalam bahasa Inggris.

Apalagi pembuatan buku ini juga melibatkan sejumlah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selain dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Lembaga PBB tersebut adalah Kantor Koordinasi untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), Badan Kependudukan PBB (UNFPA), Program Pangan Dunia (WFP) dan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Keunggulannya yang mampu menyajikan informasi rumit menjadi lebih ringkas membuat infografis dianggap sebagai media yang efektif untuk promosi, publikasi dan edukasi.

Menurut pakar infografis Machfoed Gembong, saat ini media infografis telah mengalami metamorfosis menjadi lebih canggih.

Sarjana seni rupa IKIP Negeri Surabaya yang kenyang pengalaman sebagai ilustrator dan pewarta grafis ini mengatakan, infografis berkembang dari dua dimensi menjadi infografis interaktif dan yang paling mutakhir adalah video infografis.

Maka kita semua patut berharap bahwa buku infografis ini bisa ditampilkan dalam format web dan bukan tidak mungkin dikembangkan dalam format video infografis.

Panduan Nasional Berhubung pemanfaatan infografis belum secara luas digunakan umum, bersamaan dengan terbitnya buku infografis tadi, BNPB, BPS dan UNFPA, menerbitkan buku “Panduan Nasional Penggunaan Data Kependudukan dalam Penanggulangan Bencana”.

Buku ini berisi panduan rinci tentang penggunaan data kependudukan dalam semua tahap penanggulangan bencana, mulai prabencana, saat bencana dan pascabencana.

Secara spesifik tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai petunjuk teknis dari peraturan Kepala BNPB No. 8 tahun 2011 tentang Standarisasi Data Kebencanaan.
Selain itu buku dengan jumlah halaman 89+xii lembar dengan kertas berwarna serta memiliki panjang 24 Cm dan lebar 21 Cm ini untuk memberikan panduan bagi pelaku kemanusiaan dalam penggunaan data kependudukan untuk penanggulangan bencana.

Data kependudukan atau data bencana mutlak diperlukan pada tahap kesiapsiagaan darurat maupun aspek pertolongan, pemulihan dan rekonstruksi bencana.

Begitu sentral peran data kependudukan hingga bisa dikatakan, tidak ada rencana penanggulangan bencana yang sukses tanpa didukung data kependudukan.

Terlihat informasi dalam buku ini sudah cukup memenuhi syarat sebagi buku panduan, meski pembaca menjadi kurang nyaman dengan tampilan dua kolom.

Namun demikian buku ini menyertakan alamat website terkait, yakni http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.

Hadirnya dua buku tersebut bermuara pada upaya menuju Indonesia tangguh yakni bangsa yang memiliki daya antisipasi terhadap bencana, bangsa yang mempunyai daya proteksi dengan menangkis dan menghindar bencana, lebih jauh menuju bangsa yang tinggi daya adaptasinya.

Tampaknya terbitnya dua buku ini menjadi bukti bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan komunikasi strategis dengan para pemangku kepentingannya.

BNPB secara terbuka menjalin sinergi dengan Badan Pusat Statistik dan Perserikatan Bangsa-bangsa serta berhasil mengomunikasikan itu semua atas nama kemanusiaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Pemerintah Bentuk Satgas Pencurian Ikan

Jakarta, Aktual.co — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan yang bertujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran aturan penangkapan perikanan.
“Satgas dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan,” kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (8/12).
Menurut dia, tugas dari tim satgas tersebut antara lain adalah memperbaiki tata kelola perizinan yang telah dilakukan seiring dengan kebijakan moratorium perizinan kapal penangkap ikan besar berdasarkan pengadaan impor atau kapal eks asing.
Selain itu, lanjutnya, satgas tersebut juga melakukan verifikasi terkait dengan informasi dan data yang diterima di lapangan terkait kapal penangkap ikan serta menghitung beban kerugian negara akibat pencurian ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa Republik Indonesia mengalami potensi kerugian yang sangat besar terutama mengingat besarnya kemampuan menangkap ikan para pelaku pencurian ikan.
Susi juga memaparkan, satgas tersebut akan dipimpin oleh Mas Achmad Santosa yang berasal dari Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Sedangkan wakil ketua dari satgas itu adalah Andha Fauzi Miraza yang merupakan Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussein.
Sementara para anggotanya berasal dari KKP, Kementerian Keuangan, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, UKP4, PPATK, dan Kemenhub.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Pemerintah Bentuk Satgas Pencurian Ikan

Jakarta, Aktual.co — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan yang bertujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran aturan penangkapan perikanan.
“Satgas dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan,” kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (8/12).
Menurut dia, tugas dari tim satgas tersebut antara lain adalah memperbaiki tata kelola perizinan yang telah dilakukan seiring dengan kebijakan moratorium perizinan kapal penangkap ikan besar berdasarkan pengadaan impor atau kapal eks asing.
Selain itu, lanjutnya, satgas tersebut juga melakukan verifikasi terkait dengan informasi dan data yang diterima di lapangan terkait kapal penangkap ikan serta menghitung beban kerugian negara akibat pencurian ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa Republik Indonesia mengalami potensi kerugian yang sangat besar terutama mengingat besarnya kemampuan menangkap ikan para pelaku pencurian ikan.
Susi juga memaparkan, satgas tersebut akan dipimpin oleh Mas Achmad Santosa yang berasal dari Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Sedangkan wakil ketua dari satgas itu adalah Andha Fauzi Miraza yang merupakan Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussein.
Sementara para anggotanya berasal dari KKP, Kementerian Keuangan, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, UKP4, PPATK, dan Kemenhub.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Dibalik Kisah Pulau Nusa Lembongan yang Eksotis

Jakarta, Aktual.co — Jakarta, Aktual.co —  Nusa Lembongan hanyalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah tenggara Pulau Bali, yang secara administratif pemerintahan masuk wilayah Kabupaten Klungkung bersama dua pulau kecil lainnya, Nusa Ceningan dan Nusa Penida.

Pulau tandus dengan struktur pantai karang berpasir putih itu, dihuni sekitar 4.000 jiwa. Mata pencaharian utama penduduk setempat adalah petani rumput laut dan pariwisata. Perkembangan pariwisata di pulau dengan panjang 4,6 kilometer dan lebar 1-1,5 km itu sangat menjanjikan.

Wisatawan mancanegara terus mengalir ke pulau itu jika sudah jenuh menikmati eksotik wisata di Pulau Bali. Pulau yang letaknya sekitar 11 kilometer tenggara Bali itu, dapat dicapai dengan perahu cepat hanya dalam tempo 30 menit setelah “berperang” melawan ganasnya Selat Badung.

Sekitar 30 wartawan dari Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sempat merasakan derasnya arus dan gempuran ombak di Selat Badung dari Pantai Sanur menuju Nusa Lembongan untuk mengikuti pelatihan wartawan yang diselenggarakan Bank Indonesia dari 5 – 7 Desember 2014.

Saat mendarat di pantai Nusa Lembongan, kisah pertama yang muncul dari para wartawan adalah soal ketangguhan kapal cepat menerjang dan menghantam alunan gelombang dalam kecepatan tinggi saat melintasi Selat Badung yang memisahkan Pulau Bali, Pulau Lembongan, Nusa Penida dan Nusa Ceningan.

Ada yang tertawa kegirangan, ada pula yang senyum memelas yang hanya menunjukkan bahwa semua rombongan tiba pulau tujuan dengan selamat. “Saya hampir mabuk laut sehingga memilih tidur meski hanya sekadar dengan menutup mata,” kata Aloysius Tani dari RRI Kupang, mengisahkan perjalanan laut selama 30 menit itu.

Ketika semua rombongan melangkah perlahan menuju “Batu Karang Resort” untuk beristirahat sambil menunggu acara pembukaan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali Nusara Bali Benny Siswanto, sejumlah rombongan wartawan dari NTT memilih untuk berdiskusi tentang sosok Nusa Lembongan.

Sosok pantai Nusa Lembongan, tidak jauh beda dengan struktur pantai karang di Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka sedikit tertegun ketika melihat sebuah resort indah dan menawan yang bernama “Batu Karang Resort” itu dibangun di atas ongokan batu karang.

Gugusan karang yang tidak berbentuk itu, seakan disulap oleh seorang investor dari Australia untuk membangun resort tersebut. Situasi inilah yang kemudian mendorong para wartawan dari NTT itu untuk berdiskusi sejenak mengenai sosok Nusa Lembongan.

“Mengapa pemerintahan kita (Kota Kupang) tidak sanggup menghadirkan para investor untuk mengelola pantai karang yang ada menjadi daerah tujuan wisata,” ujar Apolonia Mathilde Dhiu, wartawati dari Harian Pos Kupang.

“Pemerintah Kota Kupang perlu melakukan studi banding di Nusa Lembongan dalam hal penataan pariwisata, bagaimana memanfaatkan potensi yang ada menjadi daerah tujuan wisata yang menarik,” tambah Agus Baja dari sebuah radio swasta di Kupang dalam diskusi tersebut.

Dalam pandangan Nia, demikian Apolonia Mathilde Dhiu disapa, kehebatan pengelolaan pariwisata di Nusa Lembongan itu, karena adanya inovasi dan kreativitas dari pemerintah setempat dalam menata kawasan pantai untuk menjadikannya sebagai destinasi wisata yang menggoda setiap wisatawan.

Kupang yang tidak memiliki objek wisata dan hanya dijadikan sebagai tempat transit bagi wisatawan mancanegara untuk mengunjungi berbagai objek wisata yang ada di Pulau Flores, Sumba, Rote dan Alor, bisa memanfaatkan potensi pantai karang yang ada menjadi sebuah kawasan wisata.

“Mungkin dengan cara itu, wisatawan lebih lama bertahan di Kupang sebelum menikmati objek wisata lainnya yang tersebar di berbagai wilayah provinsi kepulauan ini,” ujar Ferdinan Talok dari Harian Timor Express Kupang.
 
Nusa Lembongan hanya terdiri dari dua desa yakni Desa Lembongan dan Desa Jungubatu. Desa Lembongan membawahi enam dusun dan 12 banjar adat, yang wilayahnya berada di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Keenam dusun yang menyokong Desa Lembongan tersebut adalah Dusun Kawan, Kaja, Kelod, Kangin, Ceningan Kawan dan Ceningan Kangin.
 
Desa Lembongan memiliki sejumlah objek wisata yang menarik wisatawan seperti pantai berpasir putih, goa alam dan buatan yang unik, tebing laut yang menantang, serta rawa-rawa yang penuh misteri.

Sejumlah pantai yang menggoda selera wisatawan di Desa Lembongan antara lain Pantai Tanjung Sanghyang, Dream Beach, Selagimpak, Selambung, Sunset Beach, Pemalikan, dan Lebaoh (pantai pusat rumput laut).

Objek wisata lainnya adalah Rumah Bawah Tanah (Underground House) Gala-gala, Goa Sarang Walet Batu Melawang, Art Shop Center Buanyaran, Rawa-rawa Pegadungan, dan lokasi romantis Kolong Pandan Sunset Park.

Bali memang dikenal sebagai salah satu pulau wisata terbaik di dunia sehingga wisatawan dunia menyebutnya “The Best Exotic Destination”. Karena itu berbagai tempat yang indah di Bali dikembangkan menjadi tempat wisata.

Salah satu area wisata baru yang kini mulai banyak dikenal adalah pesona keindahan Nusa Lembongan. Meski hanya sebuah pulau kecil, Nusa Lembongan mampu menyuguhkan berbagai macam fasilitas rekreasi. Di pulau yang hampir berhimpitan dengan Nusa Penida dan Nusa Ceningan itu, memiliki laut nan jernih sehingga menjadi arena mainan wisatawan.

Pulau itu sangat dikenal luas oleh para peselancar (surfer) dunia serta para penyelam, karena memiliki beraneka terumbu karang yang eksotik serta arena diving yang memikat.

Nusa Lembongan tidak hanya memiliki “Batu Karang Resort”, tetapi ada juga Lembongan Beach Club and Resort, Lembongan Sunset Coin, NusaBay By Lembongan, Lembongan Cliff Villas, Lembongan Island Beach Villas, Poh Manis Lembongan, Nunuks Lembongan Bongalows dan The Well House Lembongan Island.

Semua resort dan bungalow tersebut dibangun di atas onggokan karang yang merayap di sepanjang pantai pulau itu. Para investor yang bergerak di sektor pariwisata menjadi sangat tertarik untuk mengembangkan pulau tersebut sebagai salah satu alternatif untuk menampung wisatawan yang jenuh menikmati eksostik wisata di Pulau Bali.

“Seandainya onggokan-onggokan karang di sepanjang pantai Kota Kupang ini dikelola dengan baik, maka bukan tidak mungkin Kupang menjadi salah satu pilihan wisatawan untuk menikmati objek wisata pantai. Kini tinggal inovasi dan daya kreasi pemerintah daerah, bagaimana upaya untuk memajukan pariwisata di daerah ini,” ujar Nia dalam nada lembut saat hendak meninggalkan Nusa Lembongan menuju Sanur, Bali.

Artikel ini ditulis oleh:

Dibalik Kisah Pulau Nusa Lembongan yang Eksotis

Jakarta, Aktual.co — Jakarta, Aktual.co —  Nusa Lembongan hanyalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah tenggara Pulau Bali, yang secara administratif pemerintahan masuk wilayah Kabupaten Klungkung bersama dua pulau kecil lainnya, Nusa Ceningan dan Nusa Penida.

Pulau tandus dengan struktur pantai karang berpasir putih itu, dihuni sekitar 4.000 jiwa. Mata pencaharian utama penduduk setempat adalah petani rumput laut dan pariwisata. Perkembangan pariwisata di pulau dengan panjang 4,6 kilometer dan lebar 1-1,5 km itu sangat menjanjikan.

Wisatawan mancanegara terus mengalir ke pulau itu jika sudah jenuh menikmati eksotik wisata di Pulau Bali. Pulau yang letaknya sekitar 11 kilometer tenggara Bali itu, dapat dicapai dengan perahu cepat hanya dalam tempo 30 menit setelah “berperang” melawan ganasnya Selat Badung.

Sekitar 30 wartawan dari Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sempat merasakan derasnya arus dan gempuran ombak di Selat Badung dari Pantai Sanur menuju Nusa Lembongan untuk mengikuti pelatihan wartawan yang diselenggarakan Bank Indonesia dari 5 – 7 Desember 2014.

Saat mendarat di pantai Nusa Lembongan, kisah pertama yang muncul dari para wartawan adalah soal ketangguhan kapal cepat menerjang dan menghantam alunan gelombang dalam kecepatan tinggi saat melintasi Selat Badung yang memisahkan Pulau Bali, Pulau Lembongan, Nusa Penida dan Nusa Ceningan.

Ada yang tertawa kegirangan, ada pula yang senyum memelas yang hanya menunjukkan bahwa semua rombongan tiba pulau tujuan dengan selamat. “Saya hampir mabuk laut sehingga memilih tidur meski hanya sekadar dengan menutup mata,” kata Aloysius Tani dari RRI Kupang, mengisahkan perjalanan laut selama 30 menit itu.

Ketika semua rombongan melangkah perlahan menuju “Batu Karang Resort” untuk beristirahat sambil menunggu acara pembukaan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali Nusara Bali Benny Siswanto, sejumlah rombongan wartawan dari NTT memilih untuk berdiskusi tentang sosok Nusa Lembongan.

Sosok pantai Nusa Lembongan, tidak jauh beda dengan struktur pantai karang di Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka sedikit tertegun ketika melihat sebuah resort indah dan menawan yang bernama “Batu Karang Resort” itu dibangun di atas ongokan batu karang.

Gugusan karang yang tidak berbentuk itu, seakan disulap oleh seorang investor dari Australia untuk membangun resort tersebut. Situasi inilah yang kemudian mendorong para wartawan dari NTT itu untuk berdiskusi sejenak mengenai sosok Nusa Lembongan.

“Mengapa pemerintahan kita (Kota Kupang) tidak sanggup menghadirkan para investor untuk mengelola pantai karang yang ada menjadi daerah tujuan wisata,” ujar Apolonia Mathilde Dhiu, wartawati dari Harian Pos Kupang.

“Pemerintah Kota Kupang perlu melakukan studi banding di Nusa Lembongan dalam hal penataan pariwisata, bagaimana memanfaatkan potensi yang ada menjadi daerah tujuan wisata yang menarik,” tambah Agus Baja dari sebuah radio swasta di Kupang dalam diskusi tersebut.

Dalam pandangan Nia, demikian Apolonia Mathilde Dhiu disapa, kehebatan pengelolaan pariwisata di Nusa Lembongan itu, karena adanya inovasi dan kreativitas dari pemerintah setempat dalam menata kawasan pantai untuk menjadikannya sebagai destinasi wisata yang menggoda setiap wisatawan.

Kupang yang tidak memiliki objek wisata dan hanya dijadikan sebagai tempat transit bagi wisatawan mancanegara untuk mengunjungi berbagai objek wisata yang ada di Pulau Flores, Sumba, Rote dan Alor, bisa memanfaatkan potensi pantai karang yang ada menjadi sebuah kawasan wisata.

“Mungkin dengan cara itu, wisatawan lebih lama bertahan di Kupang sebelum menikmati objek wisata lainnya yang tersebar di berbagai wilayah provinsi kepulauan ini,” ujar Ferdinan Talok dari Harian Timor Express Kupang.
 
Nusa Lembongan hanya terdiri dari dua desa yakni Desa Lembongan dan Desa Jungubatu. Desa Lembongan membawahi enam dusun dan 12 banjar adat, yang wilayahnya berada di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Keenam dusun yang menyokong Desa Lembongan tersebut adalah Dusun Kawan, Kaja, Kelod, Kangin, Ceningan Kawan dan Ceningan Kangin.
 
Desa Lembongan memiliki sejumlah objek wisata yang menarik wisatawan seperti pantai berpasir putih, goa alam dan buatan yang unik, tebing laut yang menantang, serta rawa-rawa yang penuh misteri.

Sejumlah pantai yang menggoda selera wisatawan di Desa Lembongan antara lain Pantai Tanjung Sanghyang, Dream Beach, Selagimpak, Selambung, Sunset Beach, Pemalikan, dan Lebaoh (pantai pusat rumput laut).

Objek wisata lainnya adalah Rumah Bawah Tanah (Underground House) Gala-gala, Goa Sarang Walet Batu Melawang, Art Shop Center Buanyaran, Rawa-rawa Pegadungan, dan lokasi romantis Kolong Pandan Sunset Park.

Bali memang dikenal sebagai salah satu pulau wisata terbaik di dunia sehingga wisatawan dunia menyebutnya “The Best Exotic Destination”. Karena itu berbagai tempat yang indah di Bali dikembangkan menjadi tempat wisata.

Salah satu area wisata baru yang kini mulai banyak dikenal adalah pesona keindahan Nusa Lembongan. Meski hanya sebuah pulau kecil, Nusa Lembongan mampu menyuguhkan berbagai macam fasilitas rekreasi. Di pulau yang hampir berhimpitan dengan Nusa Penida dan Nusa Ceningan itu, memiliki laut nan jernih sehingga menjadi arena mainan wisatawan.

Pulau itu sangat dikenal luas oleh para peselancar (surfer) dunia serta para penyelam, karena memiliki beraneka terumbu karang yang eksotik serta arena diving yang memikat.

Nusa Lembongan tidak hanya memiliki “Batu Karang Resort”, tetapi ada juga Lembongan Beach Club and Resort, Lembongan Sunset Coin, NusaBay By Lembongan, Lembongan Cliff Villas, Lembongan Island Beach Villas, Poh Manis Lembongan, Nunuks Lembongan Bongalows dan The Well House Lembongan Island.

Semua resort dan bungalow tersebut dibangun di atas onggokan karang yang merayap di sepanjang pantai pulau itu. Para investor yang bergerak di sektor pariwisata menjadi sangat tertarik untuk mengembangkan pulau tersebut sebagai salah satu alternatif untuk menampung wisatawan yang jenuh menikmati eksostik wisata di Pulau Bali.

“Seandainya onggokan-onggokan karang di sepanjang pantai Kota Kupang ini dikelola dengan baik, maka bukan tidak mungkin Kupang menjadi salah satu pilihan wisatawan untuk menikmati objek wisata pantai. Kini tinggal inovasi dan daya kreasi pemerintah daerah, bagaimana upaya untuk memajukan pariwisata di daerah ini,” ujar Nia dalam nada lembut saat hendak meninggalkan Nusa Lembongan menuju Sanur, Bali.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain