30 Desember 2025
Beranda blog Halaman 41069

Penerbitan Obligasi Pertamina Tidak Menyelesaikan Masalah

Jakarta, Aktual.co — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra mengingatkan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto tidak gegabah menerbitkan hutang baru. Pasalnya, hutang Pertamina saat ini sudah mencapai lebih dari Rp280 triliun.
KSPMI mengingatkan demikian sehubungan dengan rencana penerbitan obligasi rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam diskusi terbuka ‘Pertamina Dibawah Ancaman Privatisasi dan Utang Luar Negeri’ di Jakarta, Minggu (7/12). 
“Seharusnya ini menjadi warning bagi direksi baru bahwa sebelum melangkah lebih jauh terhadap proses-proses pembentukan hutang baru yang semakin membuat Pertamina semakin tidak berdaulat karena banyak dipengaruhi asing,” ucap Faizal.
Dwi Soetjipto, kata dia, seharusnya menjelaskan dulu kemana alokasi hutang sebelumnya, karena kita tahu sebelumnya hutang itu dikatakan akan digunakan untuk membiayai akusisi dan merger di beberapa negara. Akan tetapi, hasilnya nihil.
“Seperti di Australia, itu fail. Di Vietnam, Libya, Venezuela itu gagal semua. Di Malaysia, bagaimana produksinya tidak memenuhi target. Artinya, jelaskan dulu itu semua sebelum mengambil langkah lebih lanjut proses pembentukan hutang baru,” ujarnya.
Ia menegaskan, jangan sampai jika nanti Pertamina menerbitkan Bond baru lalu untuk membayarnya justru Pertamina malah menggerus keuntungannya setiap tahun.
“Yang dikhawatirkan, jangan sampai untuk membayar kupon bond-nya hingga melunasi bond itu justru Pertamina malah menggerus keuntungannya sendiri. Seharusnya lebih dipikirkan lagi hal itu,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Leo Nababan: Munas Golkar IX Di Ancol Lebih Terbuka

Jakarta, Aktual.co — Musyawara Nasional Partai Golkar IX yang di adakan di Hotel Mercure Ancol Jakarta Utara, Minggu (7/12) di bagi menjadi 3 Komisi.
“Kita bagi nanti ruangannya menjadi 3, Komisi A (ADRT) Komisi B (Program) dan Komisi C (Rekomendasi), jadi kita skors dulu 5 menit,” Kata Ketua Pimpinan Sidang Leo Nababan.
Leo mengatakan, dalam Munas Kali ini semuanya terbuka dan tidak ada yang di tutup-tutupi. “Semuanya biar enak, kita terbuka saja, agar kawan-kawan media pun bisa melihat langsung,” ungkapnya.
Munas yang seharusnya di laksanakan Jum’at 5 Desember itu akhirnya mundur menjadi Sabtu 6 Desember 2014 kemarin hingga Senin 8 Desember 2014 dengan agenda Pemilihan Ketua Umum Versi Presidium Penyelamat Partai Golkar.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Leo Nababan: Munas Golkar IX Di Ancol Lebih Terbuka

Jakarta, Aktual.co — Musyawara Nasional Partai Golkar IX yang di adakan di Hotel Mercure Ancol Jakarta Utara, Minggu (7/12) di bagi menjadi 3 Komisi.
“Kita bagi nanti ruangannya menjadi 3, Komisi A (ADRT) Komisi B (Program) dan Komisi C (Rekomendasi), jadi kita skors dulu 5 menit,” Kata Ketua Pimpinan Sidang Leo Nababan.
Leo mengatakan, dalam Munas Kali ini semuanya terbuka dan tidak ada yang di tutup-tutupi. “Semuanya biar enak, kita terbuka saja, agar kawan-kawan media pun bisa melihat langsung,” ungkapnya.
Munas yang seharusnya di laksanakan Jum’at 5 Desember itu akhirnya mundur menjadi Sabtu 6 Desember 2014 kemarin hingga Senin 8 Desember 2014 dengan agenda Pemilihan Ketua Umum Versi Presidium Penyelamat Partai Golkar.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu

Pekerja Migas : Sejak Lama Asing Incar Potensi Energi Indonesia

Jakarta, Aktual.co — Pemerintah melalui Kementerian BUMN mendorong agar PT Pertamina (Persero) segera menerbitkan obligasi rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan maksud supaya BUMN itu dapat lebih transparan.
Semangat yang mengarah pada privatisasi perusahaan plat merah ini sebenarnya sudah terjadi sejak 15 tahun silam. Yakni sejak adanya Letter Of Intent (LOI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF, 20 Januari 2000 silam.
“Kita bicara sebetulnya 15 tahun yang lalu, di mana terlihat jelas bahwa Pertamina itu prosesnya mengarah pada privatisasi dengan adanya konsep unbundling Pertamina,” ungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI), Faizal Yusra, dalam diskusi ‘Pertamina Dibawah Ancaman Privatisasi dan Utang Luar Negeri’ di Jakarta, Minggu (7/12). 
Menurutnya, asing sejak lama menginginkan Pertamina. Dan, hal itu dipertegas secara terang-benderang dengan adanya LOI dengan IMF. Ia menyinggung bagaimana Pertamina sempat pecah menjadi Pertamina EP dan Pertamina Hulu Energy. Namun setelah diperjuangkan keduanya menyatu kembali. 
“Jadi di mana Pertamina yang hanya menguasai 15 persen Migas di Indonesia mau dipecah-pecah, sementara dalam dunia bisnis migas internasional itu ada satu istilah yang menyebut bahwa ‘Big is Beautiful’, berbanding terbalik dengan yang dilakukan pada Pertamina yang justru malah dikecilkan,” kata Faizal. 
Ia menambahkan bagaimana pula Exxon dan Mobile yang merupakan perusahaan migas besar digabung menjadi Exxon Mobile. Begitu halnya Conoco dan Philips menjadi Conoco Philips supaya menjadi perusahaan yang lebih besar.
“Karena memang perusahaan migas itu makin besar makin bagus. Berbanding terbalik sekali dengan Pertamina yang justru dipecah dan dibiarkan agar tidak bisa menjadi perusahaan besar,” katanya. 
Secara ketahanan nasional, lanjut dia, Indonesia jelas amat sangat ‘ringkih’. Mengalahkan Indonesia tidak perlu dengan pesawat tempur, negara oil company yang tergabung dalam ‘Seven Sister’, namun cukup dengan menghentikan operasi kilangnya di Indonesia. Maka tidak sampai dalam tiga jam ‘berantakan’ negeri ini.
“Dari kebutuhan kita yang sebesar 1,6 juta barel per hari, kita hanya mampu produksi 800 ribu barel, sisanya kita harus import dari luar negeri. Mungkin cukup telepon hentikan operasi Chevron, Total dan Exxon Mobile. Embargo. Habis sudah,” imbuh Faizal.
“Jadi tidak ada kata lain selain menghentikan privatisasi yang telah melemahkan kita dari kedaulatan energi,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Pekerja Migas : Sejak Lama Asing Incar Potensi Energi Indonesia

Jakarta, Aktual.co — Pemerintah melalui Kementerian BUMN mendorong agar PT Pertamina (Persero) segera menerbitkan obligasi rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan maksud supaya BUMN itu dapat lebih transparan.
Semangat yang mengarah pada privatisasi perusahaan plat merah ini sebenarnya sudah terjadi sejak 15 tahun silam. Yakni sejak adanya Letter Of Intent (LOI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF, 20 Januari 2000 silam.
“Kita bicara sebetulnya 15 tahun yang lalu, di mana terlihat jelas bahwa Pertamina itu prosesnya mengarah pada privatisasi dengan adanya konsep unbundling Pertamina,” ungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI), Faizal Yusra, dalam diskusi ‘Pertamina Dibawah Ancaman Privatisasi dan Utang Luar Negeri’ di Jakarta, Minggu (7/12). 
Menurutnya, asing sejak lama menginginkan Pertamina. Dan, hal itu dipertegas secara terang-benderang dengan adanya LOI dengan IMF. Ia menyinggung bagaimana Pertamina sempat pecah menjadi Pertamina EP dan Pertamina Hulu Energy. Namun setelah diperjuangkan keduanya menyatu kembali. 
“Jadi di mana Pertamina yang hanya menguasai 15 persen Migas di Indonesia mau dipecah-pecah, sementara dalam dunia bisnis migas internasional itu ada satu istilah yang menyebut bahwa ‘Big is Beautiful’, berbanding terbalik dengan yang dilakukan pada Pertamina yang justru malah dikecilkan,” kata Faizal. 
Ia menambahkan bagaimana pula Exxon dan Mobile yang merupakan perusahaan migas besar digabung menjadi Exxon Mobile. Begitu halnya Conoco dan Philips menjadi Conoco Philips supaya menjadi perusahaan yang lebih besar.
“Karena memang perusahaan migas itu makin besar makin bagus. Berbanding terbalik sekali dengan Pertamina yang justru dipecah dan dibiarkan agar tidak bisa menjadi perusahaan besar,” katanya. 
Secara ketahanan nasional, lanjut dia, Indonesia jelas amat sangat ‘ringkih’. Mengalahkan Indonesia tidak perlu dengan pesawat tempur, negara oil company yang tergabung dalam ‘Seven Sister’, namun cukup dengan menghentikan operasi kilangnya di Indonesia. Maka tidak sampai dalam tiga jam ‘berantakan’ negeri ini.
“Dari kebutuhan kita yang sebesar 1,6 juta barel per hari, kita hanya mampu produksi 800 ribu barel, sisanya kita harus import dari luar negeri. Mungkin cukup telepon hentikan operasi Chevron, Total dan Exxon Mobile. Embargo. Habis sudah,” imbuh Faizal.
“Jadi tidak ada kata lain selain menghentikan privatisasi yang telah melemahkan kita dari kedaulatan energi,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Bangun Internet Generasi 4G, Kominfo Butuh Anggaran 270 Triliun

Jakarta, Aktual.co — Salah satu fokus kerja Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam tahun ke depan adalah membangun jaringan internet dengan teknologi 4G yang merupakan generasi keempat jaringan nirkabel pada mobile network. 
Ini dikarenakan dalam beberapa waktu terakhir, internet lambat isu yang paling banyak diperbincangkan pada sektor komunikasi dan informatika tanah air.
Rudiantara berjanji mulai 2015 rakyat Indonesia akan merasakan jaringan internet dengan teknologi 4G yang merupakan generasi keempat jaringan nirkabel pada mobile network.
Untuk merealisasikan pembangunan jaringan internet teknologi 4G, Kemenkominfo kini  melakukan persiapan bersama beberapa operator selular di Indonesia dengan anggaran mencapai Rp 270 triliun.
“Mudah-mudahan sampai dengan 2019 secara bertahap akan ditingkatkan kapasitas (cakupannya), itu dibutuhkan biaya kurang lebih Rp 270 triliun,” terang Rudiantara di Jakarta, Minggu (7/12).
Dana besar yang dikeluarkan oleh pemerintah ini akan digunakan dalam pembangunan infrastuktur penunjang seperti pemasangan kabel serat optik, kabel bawah laut, radio akses dan satelit.
Menurutnya komersialisasi penyelenggaran jaringan internet mobile generasi keempat Long Term Evolution direalisasikan mulai pertengahan 2015 pada frekuensi 900 Mhz. Menggunakan frekuensi 900 Mhz karena paling siap namun tetap belum bisa diakses di manapun.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain