27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 41112

Operasi Zebra dengan Sasaran Taksi

Polisi lalu lintas menyetop sebuah taksi yang melintas saat kegiatan Operasi Zebra 2014 di Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (6/12/2014). Operasi Zebra dengan sasaran prioritas  kepada angkutan umum  taksi ini dilakukan salah  satunya untuk mengantsisipasi maraknya kejahatan di dalam taksi  di ibukota. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

KPI Desak Pemilik Kapal Oryong Penuhi Hak Korban

Jakarta, Aktual.co —Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) desak pemilik kapal ikan berbendera Korea `FV Oryong 501′ yang mempekerjakan pelaut Indonesia dan tenggelam di selat Bering, Rusia Timur, mendapatkan semua haknya.
Siaran pers KPI yang diterima di Jakarta, Sabtu (6/12), menyatakan organisasi itu terus memantau perkembangan evakuasi terhadap puluhan pelaut yang belum ditemukan.
KPI juga terus berkoodinasi dengan Federation of Korean Seafarers Union (FKUS), agar hak-hak pelaut Indonesia segera dipenuhi oleh perusahaan Korea yang mempekerjakannya.
Presiden KPI Hanafi Rustandi mengatakan, kapal ikan Korea yang tenggelam di perairan Rusia itu diawaki 60 orang, 35 diantaranya dari Indonesia, 13 dari Filipina, 11 dari Korea dan seorang inspektur dari Rusia. Hingga saat ini baru ditemukan 19 orang dalam kondisi tewas akibat suhu air laut di bawah nol derajat Celsius. Beberapa di antara korban tidak dikenali karena jenazahnya rusak.
Hingga Kamis (4/12), dari 19 jenazah yang ditemukan tim Korea dan Rusia itu, 10 di antaranya berasal dari Indonesia, 5 dari Korea, 3 dari Filipina dan seorang dari Rusia. Kesepuluh dari Indonesia adalah Naryanto bin Wastara, Warno, Nur Kolis, Dede Roni Rusriana, Mujahidin, Idris, Talapessy, Barjo, Mokodompit dan Syarifuddin. “Kita terus memantau perkembangan selanjutnya,” kata Hanafi.
Kapal ikan FV Oryong 501 pada 1 Desember 2014 sekitar jam 05.30 GMT tenggelam di perairan Chukotka, Rusia Timur, karena diterjang badai dan gelombang tinggi. Selain menangkap ikan, kapal juga memproses ikan hasil tangkapan. Kapal ini milik Sajo Corporation, Korea.
Sejumlah 35 awak asal Indonesia direkrut dan ditempatkan oleh empat agen (manning agency) di Indonesia, yakni PT Koindo Maritime Power (16 pelaut), PT Kimco Citra Mandiri (4), PT Oriza Sativa Agency (7 ) dan PT Mitra Samudera Cakti (8). Semua agen itu beralamat di Jakarta.
Dari ke-4 manning agent tersebut, kata Hanafi, hanya PT Koindo Maritime Power yang punya CBA (Collective Bargaining Agreement) dengan KPI yang berlaku mulai 29 Agustus 2013 – 29 Agustus 2015. Namun, dari 16 pelaut yang dikirim, hanya enam orang yang dilaporkan dalam daftar awak (crew list) dan menjadi anggota KPI, sedang 10 orang lainnya tidak dilaporkan dalam “crew listl” yang ditandatangani KPI dan disahkan oleh Ditjen Perhubungan Laut.
Sejumlah 19 awak lainnya yang direkrut oleh tiga agen lainnya. KPI tidak mengetahui proses pemberangkatannya, begitu pula soal perlindungan dan kesejahteraan pelautnya.
“Yang sangat memprihatinkan, kita mendapat laporan delapan awak yang direkrut PT Mitra Samudera Cakti, tidak diasuransikan,” ungkap Hanafi.
Awak yang direkrut PT Koindo diasuransikan ke PT Sinar Mas dan Aksa. Kesemuanya akan mendapat santunan Rp 150 juta per orang. KPI berharap semua agen telah mengasuransikan semua awak yang ditempatkan di kapal ikan tersebut. Jika tida, maka sang agen melanggar PP No.7/2000 tentang Kepelautan yang antara lain menyatakan semua pelaut yang ditempatkan di kapal harus diasuransikan bernilai Rp 150 juta/orang.
Wajib KTKLN Hanafi yang juga Ketua ITF (International Transport workers Federation) Asia Pasifik mengingatkan, musibah yang menewaskan pelaut di kapal ikan ini harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia.
Ia mengkhawatirkan para pelaut itu diberangkatkan tidak sesuai prosedur, bahkan tidak menandatangani PKL (Perjanjian Kerja Laut) sesuai peraturan. Selain itu, diduga para pelaut juga tidak memiliki KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) yang berfungsi memuat data-data pelaut, agen pengirim, perusahaan yang mempekerjakan, dan data penting lainnya, sehingga pemerintah akan kesulitan untuk menelusuri pihak terkait dalam upaya membantu menyelesaikan hak-hak pelaut.
“Kalau kewajiban setiap pelaut memiliki KTKLN diterapkan, tidak akan ada pelaut yang menderita di luar negeri,” ujar Hanafi.
Terkait rencana pemerintah yang akan mempertimbangkan TKI yang bekerja di luar negeri tidak perlu memilki KTKLN, termasuk pelaut, Hanafi menegaskan, KTKLN sangat penting karena itu perintah UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Perintah UU ini juga diperkuat dengan terbitnya peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) No.3/2013 tentang kewajiban TKI/pelaut memiliki KTKLN.
“Jika, pemerintah ingin mengubah atau menghapus KTKLN, maka UU No.39/2004 harus direvisi dulu di parlemen,” demikian Hanafi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

KPI Desak Pemilik Kapal Oryong Penuhi Hak Korban

Jakarta, Aktual.co —Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) desak pemilik kapal ikan berbendera Korea `FV Oryong 501′ yang mempekerjakan pelaut Indonesia dan tenggelam di selat Bering, Rusia Timur, mendapatkan semua haknya.
Siaran pers KPI yang diterima di Jakarta, Sabtu (6/12), menyatakan organisasi itu terus memantau perkembangan evakuasi terhadap puluhan pelaut yang belum ditemukan.
KPI juga terus berkoodinasi dengan Federation of Korean Seafarers Union (FKUS), agar hak-hak pelaut Indonesia segera dipenuhi oleh perusahaan Korea yang mempekerjakannya.
Presiden KPI Hanafi Rustandi mengatakan, kapal ikan Korea yang tenggelam di perairan Rusia itu diawaki 60 orang, 35 diantaranya dari Indonesia, 13 dari Filipina, 11 dari Korea dan seorang inspektur dari Rusia. Hingga saat ini baru ditemukan 19 orang dalam kondisi tewas akibat suhu air laut di bawah nol derajat Celsius. Beberapa di antara korban tidak dikenali karena jenazahnya rusak.
Hingga Kamis (4/12), dari 19 jenazah yang ditemukan tim Korea dan Rusia itu, 10 di antaranya berasal dari Indonesia, 5 dari Korea, 3 dari Filipina dan seorang dari Rusia. Kesepuluh dari Indonesia adalah Naryanto bin Wastara, Warno, Nur Kolis, Dede Roni Rusriana, Mujahidin, Idris, Talapessy, Barjo, Mokodompit dan Syarifuddin. “Kita terus memantau perkembangan selanjutnya,” kata Hanafi.
Kapal ikan FV Oryong 501 pada 1 Desember 2014 sekitar jam 05.30 GMT tenggelam di perairan Chukotka, Rusia Timur, karena diterjang badai dan gelombang tinggi. Selain menangkap ikan, kapal juga memproses ikan hasil tangkapan. Kapal ini milik Sajo Corporation, Korea.
Sejumlah 35 awak asal Indonesia direkrut dan ditempatkan oleh empat agen (manning agency) di Indonesia, yakni PT Koindo Maritime Power (16 pelaut), PT Kimco Citra Mandiri (4), PT Oriza Sativa Agency (7 ) dan PT Mitra Samudera Cakti (8). Semua agen itu beralamat di Jakarta.
Dari ke-4 manning agent tersebut, kata Hanafi, hanya PT Koindo Maritime Power yang punya CBA (Collective Bargaining Agreement) dengan KPI yang berlaku mulai 29 Agustus 2013 – 29 Agustus 2015. Namun, dari 16 pelaut yang dikirim, hanya enam orang yang dilaporkan dalam daftar awak (crew list) dan menjadi anggota KPI, sedang 10 orang lainnya tidak dilaporkan dalam “crew listl” yang ditandatangani KPI dan disahkan oleh Ditjen Perhubungan Laut.
Sejumlah 19 awak lainnya yang direkrut oleh tiga agen lainnya. KPI tidak mengetahui proses pemberangkatannya, begitu pula soal perlindungan dan kesejahteraan pelautnya.
“Yang sangat memprihatinkan, kita mendapat laporan delapan awak yang direkrut PT Mitra Samudera Cakti, tidak diasuransikan,” ungkap Hanafi.
Awak yang direkrut PT Koindo diasuransikan ke PT Sinar Mas dan Aksa. Kesemuanya akan mendapat santunan Rp 150 juta per orang. KPI berharap semua agen telah mengasuransikan semua awak yang ditempatkan di kapal ikan tersebut. Jika tida, maka sang agen melanggar PP No.7/2000 tentang Kepelautan yang antara lain menyatakan semua pelaut yang ditempatkan di kapal harus diasuransikan bernilai Rp 150 juta/orang.
Wajib KTKLN Hanafi yang juga Ketua ITF (International Transport workers Federation) Asia Pasifik mengingatkan, musibah yang menewaskan pelaut di kapal ikan ini harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia.
Ia mengkhawatirkan para pelaut itu diberangkatkan tidak sesuai prosedur, bahkan tidak menandatangani PKL (Perjanjian Kerja Laut) sesuai peraturan. Selain itu, diduga para pelaut juga tidak memiliki KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) yang berfungsi memuat data-data pelaut, agen pengirim, perusahaan yang mempekerjakan, dan data penting lainnya, sehingga pemerintah akan kesulitan untuk menelusuri pihak terkait dalam upaya membantu menyelesaikan hak-hak pelaut.
“Kalau kewajiban setiap pelaut memiliki KTKLN diterapkan, tidak akan ada pelaut yang menderita di luar negeri,” ujar Hanafi.
Terkait rencana pemerintah yang akan mempertimbangkan TKI yang bekerja di luar negeri tidak perlu memilki KTKLN, termasuk pelaut, Hanafi menegaskan, KTKLN sangat penting karena itu perintah UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Perintah UU ini juga diperkuat dengan terbitnya peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) No.3/2013 tentang kewajiban TKI/pelaut memiliki KTKLN.
“Jika, pemerintah ingin mengubah atau menghapus KTKLN, maka UU No.39/2004 harus direvisi dulu di parlemen,” demikian Hanafi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Fahmi Radi: Kelemahan Tim RTKM Ada di Kewenangan

Jakarta, Aktual.co — Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Fahmi Radi mengakui sulit untuk memberantas mafia migas. Menurutnya, mafia migas ada dimanapun, tak hanya di pusat, namun juga di daerah-daerah.

“Mafia migas sudah puluhan tahun di industri migas, tapi karena sistemik dan tanpa bentuk maka memang sulit memberantasnya,” ujar Fahmi saat diskusi Reformasi Migas di Warung Daun Jakarta, Sabtu (6/12).

Untuk mengatasi hal tersebut, tim RTKM memprioritaskan pada evaluasi sistem. Namun dirinya mengakui bahwa kelemahan tim RTKM terletak pada kewenangan.

“Untuk mengatasi ruang gerak Mafia migas, tim RKTM memprioritaskan dua hal, yakni mengevaluasi sistemik yang ada, lalu memberikan rekomendasi. Tapi memang kelemahan kami di kewenangan, kami tidak punya kewenangan hanya bisa memberikan rekomendasi,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Fahmi Radi: Kelemahan Tim RTKM Ada di Kewenangan

Jakarta, Aktual.co — Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Fahmi Radi mengakui sulit untuk memberantas mafia migas. Menurutnya, mafia migas ada dimanapun, tak hanya di pusat, namun juga di daerah-daerah.

“Mafia migas sudah puluhan tahun di industri migas, tapi karena sistemik dan tanpa bentuk maka memang sulit memberantasnya,” ujar Fahmi saat diskusi Reformasi Migas di Warung Daun Jakarta, Sabtu (6/12).

Untuk mengatasi hal tersebut, tim RTKM memprioritaskan pada evaluasi sistem. Namun dirinya mengakui bahwa kelemahan tim RTKM terletak pada kewenangan.

“Untuk mengatasi ruang gerak Mafia migas, tim RKTM memprioritaskan dua hal, yakni mengevaluasi sistemik yang ada, lalu memberikan rekomendasi. Tapi memang kelemahan kami di kewenangan, kami tidak punya kewenangan hanya bisa memberikan rekomendasi,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Eks Menkeu: Tim Faisal Basri Harus Berani Ungkap Mafia Migas Tanpa Pandang Bulu

Jakarta, Aktual.co — Terkait dengan anak usaha PT Pertamina yakni Petral, Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri  mengungkapkan adanya kejanggalan kerjasama Petral dengan perusahaan trader Singapore Hin Leong.
Perlu diketahui, Hin Leong merupakan koneksi dari Mantan Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno sewaktu masih menjabat dan sekaligus sebagai Direktur Utama Petral pada saat itu. Ari sendiri merupakan kakak kandung Rini Soemarno yang masuk dalam kabinet Kerja Joko Widodo, sebagai Menteri BUMN.
Melihat hal itu, eks Menteri Keuangan RI Fuad Bawazier mengatakan bahwa pernyataan Faisal Basri itu harus ditindaklanjuti, jangan hanya sekedar mengungkapkan. Fuad juga meminta agar Tim Faisal Basri itu dapat memberantas mafia migas tanpa pandang bulu.
“Faisal harus berani melawan mafia siapapun, untuk apa dia jadi Kepala tim Reformasi, mau makan gaji buta? Dia kan harus bisa mengungkap mafia dan kebocoran-kebocoran di migas. Kalau tidak bisa yah berarti sama saja mereka itu mafia,” kata Fuad saat ditemui usai menghadiri Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (5/12) malam.
Selain itu, Fuad juga meminta agar Tim yang dipimpin oleh Faisal Basri itu juga dapat mengungkap pertanyaan mengapa harga BBM Subsidi di Indonesia bisa mencapai Rp8500 per liter saat ini. Padahal harga minyak dunia sedang turun, bahkan di Malaysia saja harga BBM dengan kualitas Ron 92 saja sudah hampir sama harganya dengan Ron 88 di Indonesia.
“Yang paling sederhana, Faisal Basri harus bisa mengungkap mengapa harga premium kita bisa semahal itu? Sampai Rp8500, sementara di Malaysia harga pertamax saja sekarang di kisaran Rp8000, itupun tanpa subsidi. Coba faisal harus bisa jawab pertanyaan itu, kalau tidak bisa jawab yah sama saja artinya mereka semua mafia,” jelasnya.
Ia menambahkan, Tim Reformasi Tata Kelola Migas juga harus bisa merekomendasikan Pemerintah agar melarang pengusaha asing berbisnis di hilir, yakni SPBU. Sehingga dengan selisih harga yang tipis saat ini, pengusaha nasional tidak ‘terlibas’ oleh para pengusaha asing.
“SPBU kan hanya sektor hilir, cukup hanya untuk para pengusaha nasional. Kalau tidak, asing akan pelan-pelan melibas pengusaha nasional, seperti tempat-tempat belanja modern yang sudah melibas warung-warung klontong rakyat kecil. Sebentar lagi SPBU pun akan seperti itu. Pemerintah harus tegas akan hal ini, Chevron, Exxon dan lainnya itu kan sudah bermain di hulu, yah cukuplah jangan main di hilir juga. Hilir itu untuk pengusaha lokal saja,” tegasnya.
Perlu diketahui juga, sumber Aktual menyebutkan, Hin leong adalah perusahaan Trader dan Storage di Singapura. Perusahaan paling besar untuk dagang solar. Perusahaan ini terkenal suka membeli solar selundupan dari Indonesia dan suka menaikan harga mops sehingga merugikan Indonesia.
Korelasi Hin Leong dengan Ari Soemarno adalah lewat Daniel Purba yang merupakan kolega Hin Leong.
“Waktu Daniel jadi VP Petral dibawah Ari Soemarno sewaktu menjabat Director di Petral dan Dirut Pertamina, semua solar impor dibeli dari Hin Leong. Maka itu seharusnya KPK audit kekayaan Daniel Purba yang sekarang menjadi anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas dibawah Faisal Basri,” kata sumber Aktual yang enggan disebutkan namanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid

Berita Lain