26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 48

Ulama Minta Presiden Tetapkan Bencana Nasional di Aceh

Muzakarah Ulama Aceh 2025 yang dipusatkan di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto menetapkan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai Darurat Bencana Nasional. ANTARA/HO-Muzakarah
Muzakarah Ulama Aceh 2025 yang dipusatkan di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto menetapkan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai Darurat Bencana Nasional. ANTARA/HO-Muzakarah

Banda Aceh, aktual.com – Muzakarah Ulama Aceh 2025 yang dipusatkan di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto menetapkan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai Darurat Bencana Nasional.

“Muzakarah Ulama Aceh menghasilkan sejumlah rekomendasi penting terkait penanganan bencana, yakni penetapan bencana nasional dan penguatan peran masjid sebagai pemersatu umat,” kata Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali, di Banda Aceh, Senin (15/12).

Ia menjelaskan, muzakarah tersebut juga dirangkai dengan samadiah dan doa bersama untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di Aceh yang dipusatkan di halaman Masjid Raya Baiturrahman pada Minggu.

Ia menjelaskan penetapan tersebut dinilai penting untuk mempercepat penanganan korban, pemulihan infrastruktur, serta membuka akses bantuan kemanusiaan internasional secara terkoordinasi dan akuntabel.

Para ulama di Aceh juga sepakat meminta Gubernur Aceh, H Muzakir Manaf (Mualem), bersama bupati dan wali kota se-Aceh agar menyusun peta jalan pembangunan Aceh pascabencana yang terintegrasi, berorientasi pada mitigasi bencana, pemulihan lingkungan, penguatan ekonomi masyarakat, serta perlindungan lembaga pendidikan dan rumah ibadah.

Para ulama juga turut meminta pemerintah daerah untuk merevisi anggaran guna menyesuaikan kebutuhan penanganan banjir dan longsor.

Ulama Aceh juga meminta Pemerintah Pusat untuk memberikan perhatian serius melalui dukungan anggaran serta langkah strategis jangka pendek dan panjang secara objektif dan proporsional sesuai tingkat kedaruratan.

Dalam rekomendasi lainnya, ulama menekankan pentingnya transparansi dan amanah dalam pengelolaan bantuan kemanusiaan, serta penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan yang berkontribusi terhadap terjadinya bencana.

Masyarakat Aceh juga diimbau memperkuat solidaritas sosial, menjaga etika bermedia dan bersosial di tengah musibah, serta menghindari fitnah dan provokasi.

Sebagai bagian dari ikhtiar spiritual, para ulama mengajak seluruh masyarakat untuk menghidupkan masjid, baik di wilayah terdampak maupun tidak terdampak bencana, melalui doa bersama, ibadah, serta kegiatan sosial-keagamaan guna menguatkan ketahanan spiritual masyarakat Aceh.

Ketua MPU Aceh menambahkan rekomendasi tersebut datang dari berbagai tokoh masyarakat, khususnya tokoh intelektual dan kalangan non-politik, agar MPU Aceh menghimpun para ulama untuk bersama-sama menyuarakan sikap terkait dengan penanganan bencana banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah Aceh.

Ia mengatakan para tokoh berharap ulama dapat bersatu memberikan masukan dan dorongan kepada Pemerintah Pusat, terutama agar lebih serius dan cepat dalam merespons bencana yang terus terjadi di berbagai daerah.

Dalam kesempatan tersebut, Abu Sibreh menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Aceh serta para kepala daerah yang dinilai telah bekerja keras membantu masyarakat terdampak bencana.

“Penyerahan kepada Pemerintah Pusat bukan berarti putus asa atau tidak bekerja. Itu adalah bentuk pengakuan bahwa dalam kondisi tertentu, bencana yang begitu besar tidak mampu ditangani sendiri oleh daerah, sehingga membutuhkan kehadiran dan bantuan dari pemerintah pusat,” kata Abu Sibreh.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Alim Ulama se-Aceh Minta Pemerintah Tetapkan Status Darurat Bencana Nasional

Petugas mengoperasikan eskavator untuk membersihkan jalan akses antardesa dari batang-batang kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Tanjung Karang, Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Minggu (7/12/2025). Akses penghubung Desa Tanjung Karang dan Desa Menang Gini yang sempat tertutup tumpukan kayu gelondongan akhirnya bisa terbuka usai pemerintah mengerahkan alat berat untuk pembersihan sehingga mobilitas masyarakat, termasuk distribusi bantuan menjadi bisa dilakukan. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/app/nz
Petugas mengoperasikan eskavator untuk membersihkan jalan akses antardesa dari batang-batang kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Tanjung Karang, Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Minggu (7/12/2025). Akses penghubung Desa Tanjung Karang dan Desa Menang Gini yang sempat tertutup tumpukan kayu gelondongan akhirnya bisa terbuka usai pemerintah mengerahkan alat berat untuk pembersihan sehingga mobilitas masyarakat, termasuk distribusi bantuan menjadi bisa dilakukan. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/app/nz

Jakarta, Aktual.com – Alim ulama se-Aceh meminta Pemerintah pusat menetapkan bencana banjir dan longsor di tiga provinsi di Sumatra sebagai darurat bencana nasional. Mereka menilai, dengan hanya status tanggap darurat bencana, Pemerintah daerah di tiga wilayah terdampak memiliki kemampuan terbatas untuk penanganan pascabencana.

“Ulama meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, agar menetapkan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh serta wilayah terdampak lainnya seperti Sumatra Utara dan Sumatra Barat sebagai bencana nasional,” kata Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Teungku Faisal Ali dalam keterangannya, Minggu (14/12/2025).

Menurut Tengku Faisal Ali, penetapan status bencana nasional penting untuk mempercepat penanganan korban, pemulihan infrastruktur, serta membuka ruang bantuan kemanusiaan yang lebih luas.

Alim ulama se-Aceh juga mendorong Pemprov Aceh dan pemerintah kabupaten kota se-Aceh untuk melakukan revisi anggaran untuk membantu korban bencana.

“Pemerintah pusat harus memberikan perhatian serius, dukungan anggaran, serta langkah-langkah strategis jangka pendek dan jangka panjang secara objektif dan proporsional sesuai tingkat kedaruratan yang terjadi,” ujar Teungku Faisal.

Ribuan Nyawa

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis, hingga Senin, 15 Desember 2025, bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar menyebabkan 1.022 orang tewas. Bencana tersebut berdampak di 52 kabupaten/kota hingga menyebabkan lebih dari 600 ribu orang menjadi pengungsi.

Bencana juga mengakibatkan 158.049 rumah rusak. Mayoritas rumah mengalami kerusakan berat. Setidaknya ada 206 orang yang menghilang dan 7.000 orang terluka.

Bencana juga merusak 1.200 fasilitas umum, 219 fasilitas kesehatan, 581 fasilitas pendidikan, 434 rumah ibadah, 290 gedung kantor serta 145 jembatan.

Berikut data korban bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar per 15 Desember 2025:

Aceh

Korban tewas: 424 orang

Luka: 4.300 orang

Hilang: 32 orang

Sumatra Utara

Korban tewas: 355 orang

Hilang: 84 orang

Luka: 2.300 orang

Sumatra Barat

Korban tewas: 243 orang

Luka: 382 orang

Hilang: 90 orang.

Dengan ribuan nyawa yang sudah meninggal, dan ratusan ribuan lainnya masih mengungsi, Pemerintah pusat masih belum menetapkan bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar sebagai darurat bencana nasional.

Surat Terbuka

Di sisi lain, sejumlah kalangan terus mendesak Pemerintah pusat segera meningkatkan status bencana menjadi darurat bencana nasional. Salah satunya, Amnesty International. Lembaga non-pemerintah ini mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto terkait hal tersebut.

Dalam surat terbuka yang layangkan 13 Desember 2025, Direktur Eksekutif Usman Hamid mendesak lima hal kepada Presiden Prabowa.

“Segera menetapkan banjir dan tanah longsor di Sumatra–Aceh sebagai bencana nasional ekologis untuk memastikan percepatan evakuasi dan pemulihan akses/infrastruktur kunci,” tulis Amnesty International.

Kedua, membuka akses bantuan kemanusiaan internasional, sebagai bagian dari kewajiban negara atas sumber dayanya dalam melindungi warga negara dalam keadaan darurat.

Ketiga, memprioritaskan pemenuhan hak atas hidup, makanan, air bersih, kesehatan, dan tempat tinggal layak lewat langkah cepat yang menyasar kelompok rentan, perempuan, dan anak.

Keempat, melakukan evaluasi independen yang transparan terhadap keterlambatan respons pemerintah, termasuk terkait pengabaian peringatan dini BMKG dan penyaluran bantuan;

Kelima, mengusut peran perusahaan dan unsur pemerintah yang berkontribusi atas deforestasi dan kerusakan ekologis, menegakkan akuntabilitas, dan menetapkan penghentian deforestasi.

“Kegagalan negara untuk memenuhi hak-hak dasar dan fundamental dalam kondisi darurat, seperti bencana di Sumatra, berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia,” demikian disampaikan mereka.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Danantara Masuk Bisnis Perhotelan Mekkah, Akuisisi Aset Thakher City untuk Dukung Layanan Jemaah Indonesia

Danantara Indonesia, melalui Danantara Investment Management (DIM), mengumumkan penandatanganan perjanjian dengan Thakher Development Company terkait akuisisi aset perhotelan dan real estat yang berlokasi di dalam kawasan Thakher City, Makkah, Arab Saudi, Minggu (14/12/2025) (ANTARA/HO-Danantara)
Danantara Indonesia, melalui Danantara Investment Management (DIM), mengumumkan penandatanganan perjanjian dengan Thakher Development Company terkait akuisisi aset perhotelan dan real estat yang berlokasi di dalam kawasan Thakher City, Makkah, Arab Saudi, Minggu (14/12/2025) (ANTARA/HO-Danantara)

Jakarta, aktual.com – Danantara melalui Danantara Investment Management (DIM) mengumumkan telah menandatangani perjanjian akuisisi dengan Thakher Development Company. Kesepakatan ini mencakup aset hotel dan properti yang berada di kawasan Thakher City, sebuah kawasan terpadu yang berjarak sekitar 2,5 kilometer dari Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.

CEO Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa perjanjian tersebut menjadi pijakan awal keterlibatan jangka panjang Danantara di sektor perhotelan Arab Saudi.

“Meskipun kepemilikan atas aset-aset yang diidentifikasi telah diformalkan melalui perjanjian ini, pengembangan berikutnya akan dilaksanakan secara bertahap, berdasarkan kajian kelayakan yang komprehensif, pertimbangan regulasi, serta standar tata kelola yang prudent,” ujarnya, Senin (15/12/2025).

Dalam kesepakatan tersebut, Danantara Investment Management dan Thakher Development Company menyetujui akuisisi Novotel Makkah Thakher City yang saat ini telah beroperasi dengan kapasitas 1.461 kamar. Selain itu, turut diakuisisi 14 bidang tanah dengan total luas sekitar 4,4 hektare yang disiapkan untuk pengembangan lanjutan.

Ke depan, lahan tersebut akan dikembangkan melalui sebuah master plan terpadu yang meliputi fasilitas perhotelan, ritel, serta sarana pendukung lainnya, selaras dengan rencana pengembangan perkotaan di Kota Makkah.

Transaksi ini didukung oleh Al Khomasiah Real Estate Development sebagai mitra pengembang lokal. Kerja sama tersebut ditujukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi, praktik pengembangan setempat, serta perencanaan jangka panjang di Arab Saudi.

Hasil kajian awal menunjukkan bahwa, dengan tetap mengacu pada studi teknis lanjutan dan pemenuhan seluruh ketentuan regulasi, pengembangan aset ini berpotensi memperkuat ketersediaan akomodasi dan layanan bagi jemaah haji dan umrah Indonesia.

Langkah ini juga diklaim sebagai pintu masuk Danantara ke sektor hospitality di Mekkah, sejalan dengan upaya peningkatan kualitas layanan bagi jemaah Indonesia. Setiap tahun, jumlah jemaah umrah Indonesia tercatat melebihi dua juta orang, sementara kuota jemaah haji Indonesia secara konsisten berada di atas 200 ribu orang.

Pada fase awal, investasi tersebut mencakup satu hotel yang telah beroperasi serta sejumlah aset pengembangan hospitality dengan potensi kapasitas hingga sekitar 5.000 kamar. Seluruh rencana ini tetap bergantung pada hasil studi lanjutan dan persetujuan regulator terkait.

Rosan menilai perjanjian ini sebagai langkah awal dari strategi pengembangan jangka panjang Danantara, yang sekaligus menyediakan kerangka kerja bagi tahapan selanjutnya, mulai dari pengembangan, konstruksi, hingga operasional perhotelan dan layanan pendukung.

“Seluruh tahapan tersebut akan dilaksanakan melalui koordinasi erat dengan otoritas terkait di Arab Saudi dan Indonesia,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Surat Terbuka untuk Presiden RI, Rita : Pak Prabowo Tolong Bebaskan Anak Saya di Yordania

Jakarta, aktual.com – Rita E, ibu KL anak di bawah umur yang ditahan di Yordania mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto.

Dalam surat yang ditulis pada 11 Desember 2025 di Amman itu, Rita meminta perhatian dari Presiden Prabowo agar mendorong kementerian terkait untuk terus berupaya membebaskan anaknya berinisial KL yang dituduh bergabung dengan teroris.

“Saya memohon bantuan kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk bisa memberi arahan dan bantuan yang diperlukan kepada kementerian terkait guna mempercepat proses penyelesaian masalah anak saya, untuk terus melakukan advokasi secepatnya agar bisa kembali lagi ke Indonesia,” tulis Rita dalam suratnya, yang diterima wartawan, Senin (15/12).

Proses deportasi, kata Rita, sangat penting bagi anaknya untuk mendapatkan layanan kesehatan mental yang memadai, rehabilitasi yang diperlukan, bisa bersekolah dan melakukan kegiatan rutin kembali seperti anak sebayanya.

Menurut Rita, anaknya selama ini dikenal berkarakter dan berkelakuan baik, di sekolah dan di luar sekolah.

“Dia sama sekali tidak memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak kekerasan. Kesehatan mental membuat dia impulsif, kurang percaya diri, dan kurang bisa mengontrol emosi sedih dan rasa takut,” kata Rita.

Menurut Rita, anaknya saat ini sangat menderita dan semakin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto atas waktu yang telah disediakan membaca surat ini. Saya memohon rasa simpati dan bantuan advokasi untuk anak saya,” pungkas Rita.

KL Ditahan Aparat Keamanan Yordania

Seperti diberitakan, Anak di bawah umur Warga Negara Indonesia (WNI) ditangkap aparat berwenang Yordania. Anak berinisial KL ini ditangkap di rumahnya di Kota Amman, Yordania, dan ditahan sejak 19 Mei 2025.

Peristiwa ini disampaikan oleh ibu KL, Rita E. yang sedang bekerja di Yordania.

“Anak saya ditangkap dan diinterogasi tanpa didampingi kuasa hukum atau orang dewasa. Baik saat ditangkap di rumah maupun selema pemeriksaan di kantor polisi,” ungkap Rita kepada wartawan Senin (15/12) melalui keterangan tertulis.

Rita mengatakan, KL adalah anak berkebutuhan khusus karena menderita depresi akut (MMD) dan ADHD yang saat ditangkap masih berumur 15 tahun. Meski demikian, sudah terhitung 7 (tujuh) bulan KL masih ditahan aparat hukum Yordania.

KL sendiri sekolah dan tinggal di Kota Amman bersama ibunya Rita E. yang bertugas di sana hingga akhir Desember 2025.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rakyat adalah Ancaman bagi Pemerintah Bayaran

Rinto Setiyawan, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)

Oleh: Rinto Setiyawan, A.Md., S.H., CTP*

ADA satu pemandangan yang selalu mengusik kalau kita berdiri di kawasan Benteng Vredeburg: bangunannya kokoh, rapi, seperti simbol ketertiban. Tapi, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) pernah memaksa kita berpikir lebih dalam lewat satu pertanyaan yang menghantam logika paling dasar tentang negara:

“Benteng itu dulu membentengi siapa dari ancaman siapa?”

Pertanyaan itu tidak berhenti pada sejarah kolonial. Ia menampar masa kini. Sebab di zaman apa pun, benteng selalu mengandung pesan: siapa yang dilindungi, dan siapa yang dianggap berbahaya. Dan di sinilah kritik Cak Nun jadi relevan, bahkan terasa makin dekat dengan kehidupan sehari-hari kita.

“Ada Negara dengan rakyat menggaji Pemerintah untuk membentengi keamanan hidup dan kerja mereka, tapi rakyat malah diancam,” kata Cak Nun. Lalu ia menambahkan kalimat yang lebih tajam: “Pemerintah bayaran itu fokus berpikirnya bukan ‘awas kalau ada yang mengancam rakyat’. Melainkan ‘rakyat adalah ancaman’. Maka rakyat dipelototi terus. Kalau macam-macam, digebuk pakai tongkat sakti Kiai Perppu.”

Di situ inti masalahnya. Negara dibentuk untuk melindungi rakyat, tetapi pola pikir penguasa sering terbalik: rakyat justru dicurigai. Padahal logikanya sederhana sekali. Pemerintah itu digaji dari pajak rakyat. Fasilitasnya, kendaraan dinasnya, perjalanan dinasnya, keamanan protokolnya—semua berasal dari uang yang dipungut dari rakyat. Pemerintah bukan “pemberi”, melainkan “penerima amanah”. Rakyat bukan “pihak yang harus tunduk”, melainkan “pemilik mandat”.

Namun yang sering kita lihat: ketika rakyat mengeluh, dianggap mengganggu stabilitas. Ketika rakyat protes, dicap provokator. Ketika rakyat bertanya, dibilang menyebar kebencian. Ruang kritik dipersempit, ruang dialog dipendekkan, sementara perangkat kekuasaan semakin tebal. Seolah-olah negara ini punya musuh utama: warganya sendiri.

Kita jadi seperti menyaksikan benteng yang menghadap ke arah yang salah. Bukan membentengi rakyat dari ancaman, tetapi membentengi kekuasaan dari suara rakyat. Di sinilah istilah “pemerintah bayaran” bukan sekadar satire, tapi peringatan moral. Ada bahaya besar ketika pemerintah lupa bahwa ia hanya pekerja publik, lalu bertingkah seperti majikan.

Kalau sebuah perusahaan memperlakukan pelanggan sebagai ancaman, perusahaan itu akan bangkrut. Negara pun begitu. Negara yang memelototi rakyatnya sendiri, cepat atau lambat akan kehilangan legitimasi. Karena rakyat bukan objek yang harus diawasi, melainkan subjek yang harus dilayani.

Kita juga perlu jujur: persoalan ini bukan cuma soal individu pejabat yang kebablasan. Ini soal desain mental dan budaya kekuasaan yang masih feodal. Yang merasa lebih tinggi karena jabatan. Yang merasa harus “dihormati” bukan karena kerja, tapi karena posisi. Yang gampang tersinggung ketika dikritik, seolah kritik adalah penghinaan. Padahal dalam negara demokrasi, kritik adalah vitamin—bukan racun.

Yang lebih berbahaya lagi: ketika hukum dipakai sebagai tongkat, bukan sebagai pagar keadilan. Ketika aturan dikeluarkan bukan untuk melindungi rakyat, tetapi untuk membungkam rakyat. Saat itulah “Kiai Perppu” versi Cak Nun terasa masuk akal: sebuah simbol bahwa regulasi bisa dipakai sebagai senjata, bukan sebagai pelayanan.

Padahal ukuran pemerintah yang benar itu sederhana: apakah rakyat merasa aman, merasa dilindungi, merasa dipermudah hidupnya? Bukan seberapa banyak aturan dibuat. Bukan seberapa keras suara aparat. Bukan seberapa tinggi tembok pengamanan. Negara yang kuat bukan yang menakutkan rakyat, tapi yang membuat rakyat tidak takut.

Maka pekerjaan rumah kita adalah membalik arah. Mengembalikan kesadaran dasar bahwa pemerintah itu bayaran rakyat—bukan penguasa rakyat. Jabatan itu kontrak pelayanan—bukan mahkota kehormatan. Dan negara ini tidak boleh menjadi benteng yang menodong ke dalam.

Kalau kita sepakat bahwa republik ini milik rakyat, maka yang harus dijaga adalah kehidupan rakyat. Yang harus dibentengi adalah kerja rakyat. Yang harus dilindungi adalah martabat rakyat. Dan pemerintah—sebagaimana kata Cak Nun—harus sadar diri: fokusnya bukan “rakyat ancaman”, melainkan “siapa yang mengancam rakyat”.

Sebab ketika pemerintah mulai takut pada rakyat, yang sebenarnya terjadi adalah pemerintah takut kehilangan kuasa. Dan di titik itulah, kita tahu: benteng telah salah arah.

Catatan Penulis:
Tulisan ini merupakan refleksi atas kritik sosial dan spiritual Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) tentang relasi kuasa yang terbalik dalam praktik kenegaraan—ketika negara lupa bahwa kekuasaan bukan hak, melainkan amanah rakyat.

*Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan

TNI AL Distribusikan Logistik ke Korban di Lokasi Terpencil Aceh dan Sumatera

TNI AL mengerahkan satu unit pesawat angkut ringan NC 212-200 Aviocar dengan nomor registrasi U-6211 untuk antar 500 kilogram logistik korban bencana dari Lanud Sutan Iskandar Muda (SIM), Minggu (14/12/2025). ANTARA/HO-Humas TNI AL.
TNI AL mengerahkan satu unit pesawat angkut ringan NC 212-200 Aviocar dengan nomor registrasi U-6211 untuk antar 500 kilogram logistik korban bencana dari Lanud Sutan Iskandar Muda (SIM), Minggu (14/12/2025). ANTARA/HO-Humas TNI AL.

Jakarta, aktual.com – TNI AL mendistribusikan logistik korban bencana ke lokasi terpencil di wilayah Aceh dan Sumatera lewat jalur udara.

Upaya itu dilakukan lantaran beberapa jalur darat menuju lokasi bencana di wilayah Sumatera maupun Aceh masih rusak.

Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Tunggul di Jakarta, Senin mengatakan pihaknya mengerahkan satu unit pesawat angkut ringan NC 212-200 Aviocar dengan nomor registrasi U-6211 dari Lanud Sutan Iskandar Muda (SIM), Minggu (14/12).

Pesawat itu dikerahkan untuk membawa bantuan logistik seberat 500 kilogram ke Bandara Blangkejeren, Aceh. Di sana, personel TNI AL langsung bergerak cepat untuk mendistribusikan bantuan ke beberapa titik lokasi bencana.

Di saat yang sama, lanjut Tunggul, TNI AL mengerahkan Helikopter AS 565 MBe Panther (HS-1310) untuk mendistribusikan bantuan logistik di daerah terpencil di Kabupaten Pasaman Barat.

“Helikopter Panther ini menyasar dua lokasi berbeda yang membutuhkan akses cepat dan efisien yaitu, Desa Bateh Somuik dan Desa Maligi, Kecamatan Sasak,” jelas Tunggul.

Di kedua Lokasi tersebut, TNI AL menurunkan masing-masing 400 kilogram logistik bantuan untuk masyarakat di sana.

Tunggul menegaskan tindakan ini menjadi bukti kuatnya dukungan TNI AL dalam proses pemulihan pascabencana di Sumatera.

Tunggul memastikan seluruh personel dan alutsista yang dikerahkan tidak akan mengendurkan semangat dalam memberi layanan kepada para korban banjir di Sumatera.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain