25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 793

Tren Penguna Terus Meningkat, Rusdi Kirana Siap Dukung Total Perang Lawan Narkoba

Wakil Ketua MPR RI Rusdi Kirana . Aktual/DOK MPR RI

Semarang, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Rusdi Kirana menyatakan keprihatinan atas maraknya penyebaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia. Apalagi, penyalahgunaan narkoba cukup banyak menyadar kalangan muda termasuk para pelajar.

Mengacu data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkotika di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 3,3 juta yang didominasi masyarakat usia produktif antara 15-49 tahun.

“Sebagai orangtua, satu hal yang paling saya takuti adalah kalau anak kita menggunakan narkoba karena kalau anak kita terlibat narkoba, apapun yang kita lakukan seperti tidak ada gunanya. Bahkan, ada orangtua yang bunuh diri karena anaknya terlibat narkoba,” ungkap Rusdi Kirana yang juga anggota Komisi III DPR RI saat melakukan kunjungan spesifik terkait pengawasan penegakan hukum bidang narkotika di Mapolda Jawa Tengah bersama dengan Polda, Kejati dan BNNP Jateng, Kamis (8/5/2025).

Rusdi Kirana mengaku kaget karena modus penyebaran narkoba yang semakin beragam. Salah satunya lewat paket pengiriman online. Termasuk jenis narkoba yang semakin beragam. “Saya kaget mendengar sekarang ada narkoba jenis tembakau Gorilla,” katanya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan bahwa sebagai politisi yang juga seorang pengusaha maskapai penerbangan, pihaknya siap berkolaborasi dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan maupun BNN untuk melakukan penanggulangan dan pencegahan penggunaan narkoba.

“Saya punya armada dan juga ribuan karyawan yang bisa menjadi digunakan sebagai agen untuk sosialisasi pencegahan penggunaan narkoba,” katanya.

CEO Lion Air Group ini mengatakan, pencegahan dini terhadap potensi penyalahgunaan narkoba sangat penting dilakukan. “Silakan armada saya digunakan branding untuk sosialisasi pencegahan narkoba,” tuturnya.

Rusdi Kirana juga mengajak pihak Kepolisian dan BNN untuk bekerjasama dengan Lion Parcel untuk memberikan edukasi kepada para karyawan sehingga bisa membantu mencegah peredaran natkoba yang mungkin dikirim melalui paket pengiriman seperti Lion Parcel, JNT, JNE dan lainnya.

“Kadang karyawan tidak mengetahui modus pengiriman narkoba lewat paket. Kita punya X-ray silakan bisa dimanfaatkan, disosialisasikan kepada karyawan di perusahaan pengiriman paket. Kadang para karyawan juga tidak mengetahui kalau yang dikirim itu ternyata narkoba,” tuturnya.

Secara khusus, Rusdi Kirana mengapresiasi program Desa Bersinar yang digagas Polda Jateng bekerjasama dengan BNNP Jateng. Desa Bersinar merupakan upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan di sejumlah daerah bekerjasama dengan pihak desa.

Mulai dari langkah pencegahan berupa sosialisasi bahaya narkoba, membentuk keluarga antiinarkoba, memberikan soft skill bagi pelajar, membentuk relawan anti narkoba, tes urine kepada warga desa yang dicurigai mengonsumsi narkoba hingga proses rehabilitasi.

“Program Desa Bersinar ini sangat bagus dan saya siap untuk membuat program serupa di desa-desa lain khususnya di daerah pemilihan kami di Dapil Jatim VIII,” katanya.

Rusdi Kirana pun mengapresiasi kinerja Polda Jateng, Kejati dan BNNP Jateng yang terus bersinergi untuk memberantas penyalahgunaan narkoba. “Saya rasa apa yang sudah dilakukan Pak Kapolda, Kajati dan Kepala BNNP sudah luar biasa dalam memberantas penyalahgunaan narkoba di Jawa Tengah. Pada prinsipnya saya mendukung dan siap untuk bekerjasama karena ini sungguh sangat berbahaya,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Tega, Bocah Dua Tahun Dibunuh Orangtua Kandung dengan Kondisi Tangan dan Kaki Patah

Jakarta, Aktual.com – Nasib malang menimpa R bocah berusia 2 tahun di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan meninggal dunia diduga karena jadi korban kekerasan dari orangtuanya berinisial N (31) dan E (32). Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Murodih mengatakan korban R mengalami luka lebam di bagian tubuhnya.

“Jadi, memang kami sedang menangani kasus meninggalnya anak di bawah umur saat orangtuanya mengantar anak tersebut ke Puskesmas Kebayoran Baru,” katanya, Jumat (9/5).

Dikatakan Murodih pihaknya mendapatkan informasi dari petugas puskesmas yang telah melakukan pengecekan terhadap korban dan mendapati luka lebam serta tangan dan kaki mengalami patah.

“Dan juga dilihat bahwa anak tersebut sudah tidak bernyawa. Nah, dengan adanya kondisi seperti itu, dari puskesmas melapor ke polisi,” ujarnya.

Usai melakukan pemeriksaan terhadap korban R, petugas polisi pun menangkap kedua orangtua anak tersebut untuk dimintakan keterangan. Sedangkan sang anak dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diautopsi.

Selain itu, sang orangtua juga memiliki anak lainnya yang lebih tua berusia lima tahun dan sudah diamankan di Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT P3A) DKI Jakarta.

Badai PHK Massal Jurnalis, DPR: Revisi UU Penyiaran

Jakarta, Aktual.com – Sektor media massa Indonesia saat ini tengah menghadapi musim gugur yang tak terduga. Ironisnya, badai itu datang tepat setelah Hari Buruh 1 Mei, saat para pekerja merayakan perjuangan dan eksistensi mereka. PHK massal menggulung para jurnalis dan pekerja media, bukan karena krisis global atau pandemi, tetapi justru ketika ekonomi nasional tengah stabil dan indikator makro memperlihatkan angka-angka optimistis.

Menanggapi Hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengemukakan bahwa media penyiaran akan mati perlahan jika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sudah berusia lebih dari 20 tahun tidak direvisi.

Selain itu Amelia juga mengatakan bahwa pada masanya, Undang-Undang (UU) Penyiaran tersebut sangat relevan untuk ekosistem penyiaran. Namun, pada hari ini sudah terjadi ledakan konten digital yang tidak lagi terikat pada frekuensi publik dan tidak tunduk pada sistem perizinan yang berlaku bagi media konvensional.

“Kompetisi tidak sehat antara media sosial yang personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etik,” katanya, Jumat (9/5).

Kalau UU Penyiaran tidak segera beradaptasi, lanjut Amelia, Indonesia akan menyaksikan pelan-pelan matinya media penyiaran nasional, yang membuat matinya salah satu penyangga demokrasi.

Dia mengatakan isu revisi UU Penyiaran bukan hanya menyangkut aspek teknis penyiaran, melainkan juga menyangkut fondasi demokrasi, yakni hak masyarakat atas informasi yang adil, akurat, dan bertanggung jawab.

Dikatakan Amelia, media penyiaran saat ini dihadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah asimetri regulasi, yakni mereka harus tunduk pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perizinan, kode etik jurnalistik, tetapi konten digital personal yang viral bebas tanpa batas.

Selain itu, menurut dia, saat ini terjadi monetisasi digital tidak adil, di mana platform global mengambil mayoritas keuntungan dari iklan, sementara media nasional berjuang menjaga keberlangsungan bisnis.

Akibatnya, dia menilai bahwa ada potensi disinformasi dan polarisasi, ketika masyarakat lebih percaya konten viral daripada jurnalisme faktual. Fenomena tersebut, kata dia, akan sangat membahayakan bagi masyarakat.

Dia pun memastikan Komisi I DPR RI akan merumuskan Rancangan UU Penyiaran yang berlandaskan pada keadilan ekosistem informasi agar kedua jenis media itu mendapatkan hal yang setara, tetapi tetap tunduk pada prinsip tanggung jawab.

Selain itu, dia mengatakan harus ada transparansi pada algoritma platform digital. Saat ini, dia mengaku sedang mengkaji relevansi prinsip publisher rights untuk memastikan media lokal mendapat kompensasi yang adil.

Di sisi lain, dia menilai masyarakat perlu perlindungan dari konten berbahaya, terutama hoaks, kekerasan berbasis gender, ujaran kebencian, dan konten manipulatif.

Dia pun menegaskan bahwa keberlanjutan media penyiaran bukan hanya soal bisnis dan teknologi, melainkan soal menjaga kesadaran kolektif kita sebagai bangsa. Menurut dia, demokrasi hanya hidup ketika informasi bisa dipercaya.

“Dan informasi hanya bisa dipercaya jika lahir dari ekosistem yang adil dan bertanggung jawab,” katanya.

MK Mulai Sidangkan 11 Perkara Uji Perkara dan Uji Material UU TNI

Jakarta, aktual.com – Mahkamah Konstitusi mulai menyidangkan sebanyak 11 perkara uji formal dan uji material Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Sebanyak 11 perkara tersebut disidangkan dalam tiga panel majelis hakim konstitusi di Gedung MK RI, Jakarta, Jumat (9/5), mulai pukul 09.00 WIB.

Sidang perdana ini digelar dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.

Ketua MK Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah menyidangkan Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025, 57/PUU-XXIII/2025, 68/PUU-XXIII/2025, dan 75/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 56 dimohonkan oleh tiga orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Muhammad Bagir Shadr, Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, dan Thariq Qudsi Al Fahd.

Perkara Nomor 57 diajukan oleh tiga mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Bilqis Aldila Firdausi, Farhan Azmy Rahmadsyah, dan Lintang Raditya Tio Richwanto. Namun, dalam persidangan, para pemohon menyatakan menarik permohonannya.

Perkara Nomor 68 tercatat dimohonkan oleh advokat, konsultan hukum, dan mahasiswa, yakni Prabu Sutisna, Haerul Kusuma, Noverianus Samosir, Christian Adrianus Sihite, Fachri Rasyidin, dan Chandra Jakaria.

Perkara Nomor 75 diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Muhammad Imam Maulana, Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban, Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar, dan Ursula Lara Pagitta Tarigan.

Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani menyidangkan Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025, 55/PUU-XXIII/2025, 69/PUU-XXIII/2025, dan 79/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 45 dimohonkan oleh tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siaahan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R.Yuniar A. Alpandi.

Perkara Nomor 55 diajukan oleh karyawan swasta Christian Adrianus Sihite dan Noverianus Samosir.

Perkara Nomor 69 dimohonkan oleh lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Moch Rasyid Gumilar, Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando.

Perkara Nomor 79 tercatat dengan pemohon yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yaitu Endrianto Bayu Setiawan, Raditya Nur Sya’bani, Felix Rafiansyah Affandi, Dinda Rahmalia, Muhamad Teguh Pebrian, dan Andrean Agus Budiyanto.

Adapun, majelis panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Anwar Usman menyidangkan Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025, 66/PUU-XXIII/2025, dan 74/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 58 dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Humaniora Universitas Putera Batam Hidayatuddin dan mahasiswa Fakultas Teknik Informatika Politeknik Negeri Batam Respati Hadinata.

Pemohon dalam Perkara Nomor 66 ialah mahasiswa program magister Universitas
Indonesia, yaitu Masail Ishmad Mawaqif, Reyhan Roberkat, Muh Amin Rais Natsir, dan Aldi Rizki Khoiruddin.

Pemohon Nomor 74 diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Abdur Rahman Aufklarung, Satrio Anggito Abimanyu, Irsyad Zainul Mutaqin, dan Bagus Putra Handika Pradana.

Sidang pendahuluan itu digelar sekitar dua jam. Usai mendengarkan pokok-pokok permohonan, tiap-tiap hakim konstitusi di masing-masing panel turut memberikan masukan kepada para pemohon.

Selain sebelas perkara ini, masih terdapat perkara lain terkait UU TNI baru yang belum disidangkan Mahkamah, seperti Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), KontraS, dan aktivis.

Kemudian, Perkara Nomor 82/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh mahasiswa FH UGM juga belum disidangkan, sementara permohonan yang diajukan perseorangan atas nama Mohammad Arijal Aqil dkk belum diregistrasi oleh Mahkamah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Lestari Moerdijat Serukan Aksi Kolektif untuk Pendidikan Inklusif

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Kendala untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif harus menjadi kepedulian semua pihak agar bisa segera diatasi secara bersama, demi mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas bagi setiap warga negara.

“Sejumlah kendala untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif harus segera diatasi dengan langkah nyata, sehingga setiap anak bangsa, termasuk penyandang disabilitas, mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/5).

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di Denpasar, Kamis (8/5), mengungkapkan ada dua kendala dalam penerapan pendidikan inklusif di Indonesia.

Kendala itu, jelas dia, adalah belum siapnya elemen satuan pendidikan yang ramah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus dan
kendala kultural karena belum semua orang tua siap jika anak-anaknya belajar dengan anak yang penyandang disabilitas.

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024, di Indonesia sebanyak 17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun tidak pernah mengenyam pendidikan formal sebelumnya. Sedangkan kelompok non-disabilitas hanya 5,04% yang tidak berpendidikan formal.

Menurut Lestari, kendala yang sudah teridentifikasi tersebut harus segera dicarikan cara untuk mengatasinya.

Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, diperlukan sumbang pikiran dari sejumlah pihak terkait dan masyarakat untuk merealisasikan cara yang efektif dalam menjawab tantangan tersebut.

Selain itu, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus segera disiapkan langkah untuk mempersiapkan tenaga pendidikan yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus.

Sementara itu, jelas Rerie, upaya untuk menanamkan pemahaman kepada masyarakat dalam membangun ekosistem pendidikan yang inklusif harus secara masif dilakukan dengan melibatkan segenap elemen bangsa.

Menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sebuah gerakan membangun pendidikan yang inklusif harus segera dilakukan, demi mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas bagi setiap anak bangsa.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Ombudsman Tegaskan Perlu Perlindungan Hukum Bagi Korban Pinjol

Jakarta, aktual.com – Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi korban pinjaman online (pinjol) merupakan hal mendesak di tengah kasus pinjol yang kian marak.

Menurutnya, perlindungan tersebut tidak hanya untuk memberikan keadilan, namun juga sebagai upaya negara hadir dalam melindungi warganya dari kejahatan ekonomi digital yang semakin kompleks dan marak beberapa waktu terakhir.

“Perlindungan hukum bagi korban pinjol harus menjadi prioritas dalam memperbaiki tata kelola layanan publik, terutama di sektor jasa keuangan,” kata Yeka saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (9/5).

Dalam diskusi publik di Jakarta (8/5), ia berpendapat perlindungan hukum yang jelas akan memberi jalur pelaporan, pendampingan, dan harapan pemulihan hak.

Oleh karenanya, Ombudsman mendorong langkah cepat dari Pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan, guna memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat di tengah maraknya modus kejahatan keuangan.

Yeka mengungkapkan hasil pemeriksaan Ombudsman menunjukkan bahwa mayoritas penyedia pinjol belum dapat memeriksa apakah calon nasabah sudah terdaftar di layanan pinjol lain maupun Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) lain.

“Kondisi itu membuka ruang praktik gali lubang tutup lubang utang yang membuat korban makin terpuruk, ” ucap dia menambahkan.

Dirinya pun menyoroti lemahnya penerapan prinsip know your customer (KYC), di mana perusahaan pinjol tidak menganalisis dan memvalidasi kemampuan bayar para calon nasabah berdasarkan data konsumen yang valid.

Menurut dia, maraknya penyalahgunaan data pribadi dan intimidasi oleh penagih utang atau debt collector harus dihentikan.

Selain itu, Yeka juga menyerukan penindakan tegas terhadap pinjol ilegal yang menerapkan bunga dan denda yang tidak sesuai peraturan yang ada, besaran bunga atau denda yang tidak masuk akal, tidak transparan dalam pembukaan perjanjian pendanaan, serta menyebarkan data pribadi nasabah secara ilegal.

Disoroti pula kebingungan korban saat menghadapi ancaman dari pinjol ilegal, lantaran banyak dari mereka yang tidak tahu harus mengadu kemana.

Di sisi lain, Yeka menegaskan pentingnya diskusi publik di Jakarta (8/5), guna membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital. Jika negara gagal melindungi masyarakat, maka inklusi keuangan nasional dinilai akan terancam.

“Kepercayaan publik adalah kunci meningkatkan pengembangan industri jasa keuangan untuk kesejahteraan masyarakat luas,” tutur Yeka.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain