23 Desember 2025
Beranda blog Halaman 8

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Terima Masukan dari 100 Kelompok Masyarakat

Jakarta, aktual.com – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengungkapkan pihaknya telah menerima masukan dari 100 kelompok masyarakat dan lebih dari 300 masukan tertulis.

“Perlu kami sampaikan kepada saudara-saudara, kami sudah menerima lebih dari 100 kelompok masyarakat yang secara aktif memberi masukan dalam rangka reformasi kepolisian dan juga lebih dari 300 masukan tertulis,” kata Jimly di Jakarta, Sabtu (21/12).

Hal itu disampaikan Jimly usai menghadiri Rapat Koordinasi Tingkat Menteri dan Kepala Lembaga Republik Indonesia di Jakarta, Sabtu.

Jimly mengatakan pihaknya juga mengadakan pertemuan di berbagai daerah dengan sejumlah kelompok masyarakat, masih terkait dengan masukan untuk Komisi Percepatan Reformasi Polri.

Ia mengatakan banyaknya masukan yang diterima oleh Komisi Reformasi menggambarkan besarnya perhatian publik terhadap kemajuan Korps Bhayangkara.

“Perhatian masyarakat kita mengenai kepolisian luar biasa, (Polri) adalah aparat negara yang sangat dicintai oleh rakyat, tetapi bersamaan dengan itu banyak hal-hal yang perlu diperbaiki ke depan,” ujarnya.

Jimly mengatakan kekompakan antara Komisi Percepatan Reformasi Polri dan berbagai instansi pemerintah bisa segera menghasilkan keputusan konkret yang sesuai dengan harapan masyarakat.

Ia juga berharap publik tidak terpengaruh dengan berbagai isu kontraproduktif yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Mudah-mudahan ini nanti dengan kompaknya ya, antar-Komisi Percepatan Reformasi dengan pemerintah, mudah-mudahan ini akan mengarahkan perhatian masyarakat lebih produktif ke depan. Tidak usah lagi terlalu risau gitu dengan berbagai isu yang mungkin memecah belah kita,” tuturnya.

Pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian atau Komisi Reformasi Polri merupakan salah satu janji Presiden Prabowo untuk memenuhi aspirasi masyarakat mengenai reformasi internal Polri, terutama setelah muncul berbagai desakan dari berbagai kelompok masyarakat pada akhir Agustus 2025.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Menuju TA 2026, Sekjen MPR RI Dorong Peningkatan Kinerja dan Tata Kelola Sekretariat

(Plt.) Sekretaris Jenderal MPR RI, Siti Fauziah, S.E., M.M. Aktual/DOK MPR RI

Tangerang, aktual.com – Menyongsong realisasi Tahun Anggaran (TA) 2026, Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal MPR RI, Siti Fauziah, S.E., M.M., berkomitmen memperkuat kualitas pelayanan internal serta tata kelola administrasi, sekaligus mengevaluasi kinerja seluruh lini jajaran sekretariat.

Langkah tersebut adalah wujud demi mengoptimalkan fungsi Sekretariat Jenderal MPR RI sebagai tulang punggung pendukung kebijakan pimpinan MPR RI.

Hal itu disampaikan oleh Siti Fauziah, dalam kegiatan Rapat Kerja Sekretariat Jenderal MPR RI dengan mengusung tema “Evaluasi Kinerja Tahun Anggaran 2025 dan Rencana Optimalisasi Kinerja Tahun Anggaran 2026”, di Tangerang, Banten, Jumat (19/12/2025).

Perempuan yang akrab disapa Ibu Titi ini mengajak seluruh peserta untuk menumbuhkan empati terhadap saudara-saudara di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang tengah mengalami musibah.

Tidak hanya itu ia juga mengimbau kepada seluruh pegawai untuk berpartisipasi dalam penggalangan donasi sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan.

“Rapat kerja ini bukan hanya sekadar forum evaluasi, melainkan juga sarana untuk membangun kebersamaan dan kepedulian,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti perlunya peningkatan kinerja dan administrasi, termasuk evaluasi struktur organisasi, serta pembenahan struktur perpustakaan, termasuk risalah yang hingga kini masih menjadi perhatian.

Keterlibatan lintas unit kerja juga menurutnya penting, terlebih dalam berbagai program strategis MPR RI, seperti Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar, Lomba Baris-Berbaris dan Tata Upacara, serta Debat Konstitusi yang rencananya akan kembali dilaksanakan pada tahun 2026.

“Semua unit kerja harus dilibatkan. Jangan hanya satu atau dua biro saja. Kita adalah satu tim,” tegasnya.

Perempuan pertama yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal MPR RI ini juga menekankan pentingnya pemahaman pegawai terhadap aset-aset MPR RI, seperti Gedung Merdeka Bandung, Mess Bandung, Rumah Dinas, serta gedung-gedung lain yang perlu terus dijaga dan disertifikasi.

Ia juga mendorong peningkatan koordinasi dengan DPR RI dan DPD RI, khususnya terkait akses, keamanan, dan pemanfaatan fasilitas bersama agar seluruh pegawai dapat bekerja dengan optimal dan nyaman.

Di akhir, Ibu Titi juga memberikan apresiasinya atas berbagai prestasi yang diraih unit-unit kerja MPR RI. Ia menegaskan bahwa setiap capaian merupakan hasil kinerja bersama, bukan kerja individu semata.

“Dengan kebersamaan, doa , dan kerja sama, kita berharap seluruh rencana perbaikan dan peningkatan kinerja MPR RI dapat terwujud demi pelayanan yang lebih baik,” pungkasnya.

Untuk diketahui kegiatan ini diikuti oleh 408 pegawai. Rapat kerja ini sekaligus menjadi perekat tali silaturahmi antar pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR RI dalam menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.

Turut hadir dalam kegiatan ini, Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Kontitusi, Hentoro Cahyono, S.H., M.H., Deputi Bidang Administrasi, Heri Herawan, S.H., para Kepala Biro di Sekretariat Jenderal MPR RI, para pejabat Eselon III, pejabat Eselon IV, dan pejabat fungsional.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Situasi di Gaza: Anak-anak Meninggal Akibat Cuaca Dingin, Ribuan Pasien Terlambat Evakuasi Medis

Evakuasi bayi-bayi dari reruntuhan bangunan di Jalur Gaza (Xinhua).

Ramallah, Aktual.com – Dokter Lintas Batas atau Doctors Without Borders (MSF) memperingatkan bahwa anak-anak yang ada di Jalur Gaza meninggal dunia akibat cuaca dingin.

Organisasi kemanusiaan itu menyeru Israel agar mengizinkan peningkatan penyaluran bantuan kemanusiaan untuk menolong warga Palestina menghadapi kondisi musim dingin yang ekstrem.

Dalam pernyataannya, MSF menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 29 hari meninggal dunia di Rumah Sakit Nasser, Gaza selatan, hanya dua jam setelah tiba di bangsal anak yang didukung MSF.

“Terlepas dari seluruh upaya perawatan, bayi tersebut tidak dapat diselamatkan. Ia meninggal akibat hipotermia berat,” demikian pernyataan MSF.

MSF memperingatkan bahwa cuaca musim dingin yang keras, ditambah dengan kondisi kehidupan yang sudah sangat memprihatinkan, semakin meningkatkan risiko kesehatan.

Organisasi tersebut mencatat bahwa timnya terus menemukan tingkat infeksi saluran pernapasan yang tinggi. Kasus-kasus tersebut diperkirakan akan meningkat sepanjang musim dingin dan menimbulkan ancaman serius bagi anak-anak di bawah usia lima tahun.

Terkait badai yang melanda, MSF menyatakan bahwa hujan lebat dan badai parah di Gaza memperparah penderitaan ratusan ribu warga Palestina yang tinggal di tenda-tenda darurat yang rapuh dan terendam air.

MSF juga menyerukan kepada otoritas Israel untuk segera mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dalam skala besar dan secara lebih intensif.

Ribuan Pasien Meninggal Terlambat Evakuasi

Lebih dari 1.000 pasien di Jalur Gaza meninggal dunia saat menunggu evakuasi medis sejak pertengahan 2024, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Jumat (19/12), seraya memperingatkan bahwa angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan sebanyak 1.092 pasien meninggal dunia saat menunggu evakuasi medis dalam periode Juli 2024 hingga November 2025, di tengah pembatasan pergerakan yang terus berlangsung serta runtuhnya sistem layanan kesehatan di Jalur Gaza.

Menurut WHO, sejak Oktober 2023 lembaga tersebut bersama para mitranya telah memfasilitasi evakuasi lebih dari 10.600 pasien dari Gaza yang menderita kondisi kesehatan serius.

Dari jumlah tersebut, lebih dari 5.600 pasien adalah anak-anak yang membutuhkan perawatan lanjutan dan tindakan penyelamatan jiwa.

Tedros menyerukan agar lebih banyak negara bersedia menerima pasien dari Jalur Gaza serta mendesak pemulihan jalur evakuasi medis ke Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Ia menegaskan bahwa keterlambatan evakuasi medis terus merenggut nyawa.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Warga Aceh Tengah Terisolir Pascabencana: Sudah 25 Hari, Kami Tidak Sanggup!

Warga mengamati sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am.
Warga mengamati sampah kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr/am.

Banda Aceh, Aktual.com – Warga Kemukiman Wih Dusun Jamat, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, meminta pemerintah segera membuka akses jalan di desa tersebut karena hingga kini masih terisolir pascabencana banjir bandang tiga pekan lalu.

“Sudah 25 hari, kami sudah tidak sanggup,” kata seorang warga Kampung Jamat, Sertalia di Aceh Tengah, Sabtu (20/12/2025), dilansir dari Antara.

Kampung Jamat merupakan salah satu desa yang terisolasi di Aceh Tengah pascabencana banjir bandang dan longsor. Akses jalan menuju desa ini putus total.

Warga desa berharap akses jalan di desa mereka bisa segera pulih serta meminta pemerintah dapat merespon lebih cepat dan tanggap.

Dia mengungkapkan bahwa warga setempat telah banyak yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan pangan. “Kami bukan mau mengemis, tapi tolong buka akses jalan kami agar kami bisa berusaha,” ujar Sertalia.

Dia menuturkan, sudah tiga pekan berlalu pascabencana, belum juga ada upaya perbaikan dan pemulihan oleh pemerintah untuk desa mereka.

Menurut dia, kondisi warga desa juga makin sulit dan mulai kehabisan bahan pangan, obat-obatan serta kebutuhan pokok lainnya untuk bertahan hidup.

Sementara, bantuan logistik yang pernah diterima warga desa, kata Sertalia, jumlahnya sangat terbatas dan masih jauh dari kata cukup.

“Tenaga kami sudah habis untuk gotong-royong, buat tenda pengungsian, mengumpulkan harta benda yang masih bisa dipakai, buka jalan, buat jembatan,” katanya.

Bencana banjir bandang dan tanah longsor tiga pekan lalu membuat empat desa di wilayah Kemukiman Wih Dusun Jamat hilang. Yakni Kampung Jamat, Kute Reje, Delung Sekinel dan Kampung Reje Payung.

“Sebanyak 120 KK dari empat desa ini sekarang tinggal di pengungsian, desa sudah berubah jadi aliran sungai dan tersapu banjir bandang,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Boni Hargens Beberkan 5 Sesat Berpikir dalam Argumentasi Komite Reformasi Polri Soal Perpol

Boni Hargens

Jakarta, aktual.com – Analis hukum dan politik Boni Hargens membeberkan berbagai kelemahan fundamental dalam pendekatan logika Tim Komite Reformasi Polri dalam merespons Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Menurut Boni Hargens, terdapat 5 kesesatan berpikir atau logical fallacies dalam argumentasi Komite Reformasi Polri yang menilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan secara fundamental dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Logical fallacies adalah kesalahan dalam penalaran yang membuat argumen menjadi tidak valid atau menyesatkan. Dalam konteks hukum, keberadaan fallacies ini sangat problematis karena dapat mengaburkan fakta, memanipulasi emosi, dan mengalihkan perhatian dari isu substantif yang seharusnya menjadi fokus pembahasan,” ujar Boni Hargens dalam keterangannya, Jumat (19/12/2025).

Kesalahan-kesalahan logika ini, kata Boni, tidak hanya melemahkan argumentasi secara akademis, tetapi juga berdampak pada kualitas diskursus publik. Menurut Boni, ketika tokoh-tokoh berpengaruh menggunakan argumentasi yang mengandung fallacies, hal ini dapat mempengaruhi opini publik secara tidak fair dan menciptakan polarisasi yang tidak didasarkan pada pemahaman hukum yang akurat.

“Ada lima bentuk kelemahan argumentasi Komite Reformasi Polri yang kami temukan dalam merespons Perpol 10/2025 yaitu argumentasi ad hominem, logika straw man, false dilemma, red herring, dan appeal to emotion,” tutur Boni.

Pertama, Boni Hargens melihat adanya argumen ad hominem yaitu pandangan yang menyerang pribadi daripada gagasan. Salah satu kesalahan logika paling mendasar yang muncul dalam argumentasi Komite Reformasi Polri adalah penggunaan ad hominem, yaitu serangan terhadap karakter atau kredibilitas pembuat kebijakan daripada menganalisis substansi dari Perpol itu sendiri.

“Fallacy ini sangat merusak karena mengalihkan fokus diskusi dari konten hukum yang seharusnya dievaluasi. Dalam beberapa kesempatan, kritik terhadap Perpol dimulai dengan mempertanyakan integritas atau motif dari para pembuat kebijakan di internal Polri,” kata dia.

Hargens menilai argumentasi seperti ‘peraturan ini dibuat oleh pihak yang memiliki kepentingan mempertahankan status quo,’ adalah contoh klasik ad hominem yang tidak menyentuh substansi peraturan itu sendiri. Komite Reformasi Polri, kata dia, sering mengaitkan Perpol dengan track record negatif institusi Polri secara umum, seolah-olah segala sesuatu yang berasal dari institusi tersebut otomatis bermasalah.

“Ad hominem mengabaikan prinsip fundamental dalam analisis hukum bahwa setiap peraturan harus dievaluasi berdasarkan kontennya, bukan berdasarkan siapa yang membuatnya. Pendekatan ini mengalihkan perhatian dari analisis substantif tentang apakah Perpol benar-benar bertentangan dengan putusan MK atau tidak. Lebih jauh lagi, ad hominem menciptakan atmosfer diskusi yang tidak sehat di mana orang lebih fokus pada menyerang lawan bicara daripada mencari kebenaran,” tutur Boni Hargens.

Kedua, kata Boni Hargens, argumentasi ‘orang-orangan sawah’ atau Straw Man yaitu memelintir isi Perpol untuk memudahkan penolakan. Straw man fallacy terjadi ketika seseorang mendistorsi, melebih-lebihkan, atau menyederhanakan argumen lawan secara tidak akurat agar lebih mudah diserang. Ini adalah salah satu kesalahan logika yang paling umum dan berbahaya dalam perdebatan hukum.

Dalam konteks perdebatan Perpol Nomor 10 Tahun 2025, kata Hargens, Komite Reformasi Polri sering kali menyederhanakan isi Perpol dengan cara yang tidak akurat. Mereka menggambarkan peraturan tersebut seolah-olah secara total mengabaikan atau melawan putusan Mahkamah Konstitusi, padahal kenyataannya Perpol mengakomodasi beberapa aspek putusan MK secara selektif dengan interpretasi tertentu.

“Hukum konstitusional penuh dengan nuansa dan interpretasi. Dengan mengabaikan kompleksitas ini dan menyajikan Perpol sebagai hitam-putih melawan MK, Komite menciptakan straw man yang mudah diserang tetapi tidak akurat merepresentasikan realitas hukum yang ada,” jelas dia.

Ketiga, false dilemma yaitu menyajikan pilihan hitam-putih tanpa alternatif. Boni Hargens menilai Komite Reformasi Polri sering menyajikan situasi seolah-olah hanya ada dua pilihan, Perpol bertentangan dengan MK dan harus dibatalkan sepenuhnya, atau Perpol diterima dan putusan MK diabaikan.

“Dikotomi ini mengabaikan spektrum solusi yang ada di antaranya. Kenyataannya, ada berbagai opsi seperti revisi parsial, penyesuaian pasal-pasal tertentu, atau interpretasi hukum yang lebih fleksibel yang dapat menyelaraskan Perpol dengan putusan MK tanpa pembatalan total. False dilemma adalah kesalahan logika di mana seseorang menyajikan situasi seolah-olah hanya ada dua pilihan ekstrem, padahal sebenarnya ada banyak alternatif di antaranya,” kata dia.

Boni Hargens menegaskan hukum konstitusional jarang bersifat hitam-putih. Biasanya ada ruang untuk interpretasi, penyesuaian, dan harmonisasi yang memungkinkan berbagai instrumen hukum untuk bekerja bersama meskipun ada ketegangan tertentu. Dengan menyempitkan pilihan menjadi “batalkan atau terima,” kata dia, Komite mengabaikan kompleksitas ini dan menciptakan situasi konfrontasional yang tidak perlu.

Keempat, lanjut Hargens, red herring yakni mengalihkan isu utama dengan topik lain yang mungkin tak relevan. Red herring adalah taktik argumentasi di mana pembicara memperkenalkan topik yang tidak relevan untuk mengalihkan perhatian dari isu utama yang sedang diperdebatkan. Dalam konteks perdebatan Perpol Nomor 10 Tahun 2025, menurut Boni, kesalahan logika ini sangat sering muncul dan sangat efektif dalam mengaburkan fokus diskusi yang seharusnya spesifik dan substantif.

“Diskusi dialihkan ke kritik umum terhadap institusi Polri, sejarah pelanggaran HAM, atau isu-isu reformasi yang lebih luas yang tidak secara langsung berhubungan dengan konten Perpol. Fokus pembahasan menjadi kabur, dan pertanyaan hukum spesifik yang seharusnya dijawab tidak pernah ditangani secara memadai,” ungkap dia.

Hargens mengatakan red herring sangat efektif karena topik-topik yang diangkat sering kali legitimate dan penting dalam konteks yang lebih luas. Isu korupsi, pelanggaran HAM, dan kebutuhan reformasi institusional memang adalah concern yang valid. Namun, ketika topik-topik ini digunakan untuk menghindari pertanyaan spesifik tentang kesesuaian Perpol dengan putusan MK, mereka menjadi red herring yang mengaburkan diskusi hukum yang seharusnya terfokus.

“Red herring mencegah diskusi yang produktif dan penyelesaian masalah yang konstruktif. Ketika isu utama tidak pernah ditangani secara langsung, tidak mungkin untuk mencapai pemahaman bersama atau solusi yang memuaskan semua pihak,” ujar dia.

Terakhir, kata Hargens, Appeal to Emotion artinya memanfaatkan sentimen publik untuk menarik dukungan terhadap argument yang dibangun. Hargens mengatakan appeal to emotion adalah kesalahan logika di mana argumen bergantung pada manipulasi perasaan audiens—seperti ketakutan, kemarahan, atau simpati—daripada pada bukti dan penalaran yang rasional.

“Dalam konteks argumentasi Komite Reformasi Polri terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025, taktik ini sangat menonjol dan berpotensi memanipulasi opini publik tanpa dasar hukum yang kuat. Menciptakan narasi di mana masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu digambarkan sebagai korban dari Perpol, tanpa menunjukkan secara konkret bagaimana peraturan tersebut akan merugikan mereka secara hukum,” terang Hargens.

Untuk memahami secara konkret bagaimana kesalahan-kesalahan logika yang dimaksud mempengaruhi perdebatan tentang Perpol Nomor 10 Tahun 2025, Boni Hargens membandingkan pandangannya dengan pandangan Mahfud MD sebagai representasi Komite Reformasi Polri. Mahfud MD, kata Boni, menilai bahwa Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi karena dianggap melemahkan mekanisme pengawasan eksternal terhadap institusi kepolisian. Mahfud MD berpendapat bahwa peraturan ini mengembalikan kewenangan berlebihan kepada internal Polri dan mengabaikan prinsip checks and balances yang ditekankan oleh MK.

Boni Hargens memberikan interpretasi yang berbeda dengan Mahfud MD, yakni Perpol justru memperkuat implementasi putusan MK dengan menyediakan mekanisme internal yang lebih jelas, terstruktur, dan accountable. Boni berpendapat bahwa apa yang dilihat sebagai “melemahkan pengawasan eksternal” sebenarnya adalah “memperjelas mekanisme operasional” yang tetap sejalan dengan prinsip-prinsip MK.

“Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa kualitas argumentasi sangat bergantung pada metodologi yang digunakan. Ketika argumen dibangun dengan menghindari logical fallacies dan fokus pada analisis substantif, hasilnya adalah diskusi yang lebih produktif dan informatif. Sebaliknya, ketika argumen bergantung pada emosi, generalisasi, dan penyederhanaan, seperti yang sering muncul dalam pendekatan Mahfud MD dan Komite Reformasi Polri, hasilnya adalah perdebatan yang polarized dan kurang konstruktif,” pungkas Boni Hargens.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rutin Minta Fee Proyek, dalam Setahun Ade Kuswara Terima Rp14,2 Miliar

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kiri) bersama Juru Bicara KPK Budi Prasetyo (kanan depan) saat menunjukkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait suap ijon proyek di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yakni (kiri-kanan) Sarjani, Ade Kuswara Kunang dan HM Kunang, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025). ANTARA/Rio Feisal/am

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK) diduga rutin meminta ijon atau uang proyek kepada Sarjan (SRJ) selaku penyedia paket proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi sejak Desember 2024.

“Dalam rentang satu tahun terakhir sejak Desember 2024-Desember 2025, ADK rutin meminta ‘ijon’ paket proyek kepada SRJ,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

Lebih lanjut Asep menjelaskan bahwa kasus tersebut bermula saat Ade Kuswara terpilih menjadi Bupati Bekasi periode 2025-2030.

Sejak saat itu, kata dia, Ade Kuswara mulai menjalin komunikasi dengan Sarjan.

Dari komunikasi tersebut, Ade Kuswara rutin meminta uang proyek dalam kurun waktu setahun terakhir melalui perantara ayahnya, yakni Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, HM Kunang (HMK), serta pihak lainnya.

“Adapun total ‘ijon’ yang diberikan oleh SRJ kepada ADK bersama-sama HMK mencapai Rp9,5 miliar,” katanya.

Ia mengatakan total pemberian uang tersebut dilakukan hingga empat kali penyerahan melalui para perantara.

“Sepanjang tahun 2025, ADK diduga mendapatkan penerimaan lainnya yang berasal dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp4,7 miliar,” ujar Asep.

Dengan demikian, bila dijumlahkan maka Ade Kuswara diduga menerima uang hingga Rp14,2 miliar.

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kesepuluh, dan menangkap sepuluh orang di Kabupaten Bekasi, Jabar, pada 18 Desember 2025.

Pada 19 Desember 2025, KPK mengungkapkan sebanyak tujuh dari sepuluh orang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk diperiksa secara intensif. Dua dari tujuh orang tersebut termasuk Ade Kuswara dan ayahnya, HM Kunang.

Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait suap proyek di Kabupaten Bekasi.

Pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK), ayah Bupati Bekasi sekaligus Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, HM Kunang (HMK), serta pihak swasta bernama Sarjan (SRJ) sebagai tersangka kasus dugaan suap tersebut.

KPK mengatakan Ade Kuswara dan HM Kunang merupakan tersangka dugaan penerima suap, sedangkan Sarjan sebagai tersangka dugaan pemberi suap.

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni ADK selaku Bupati Bekasi periode 2025-sekarang, HMK selaku Kades Sukadami sekaligus ayah dari Bupati, serta SRJ selaku pihak swasta,” ujar Asep Guntur.

“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, yakni sejak 20 Desember 2025-8 Januari 2026,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Berita Lain