Jakarta, Aktual.com – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade, menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait rencana ‎Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam suratnya, Andre mengemukakan bahwaa revisi PP 1/2014 tujuannya sudah menjadi rahasia umum yakni memuluskan langkah Freeport dan Newmont agar mereka tetap bisa mengekspor mineral mentah. Di sisi lain, revisi justru menganaktirikan perusahaan BUMN yakni PT Aneka Tambang (Antam).

Padahal, revisi relaksasi ini seharusnya menjadi momentum bagi kebangkitan perusahaan-perusahaan lokal dalam mengelola potensi sumber kekayaan alam Indonesia. Bukan justru menganaktirikan perusahaan lokal dan perusahaan BUMN.

“Perusahaan plat merah dibawah Kementerian BUMN, seharusnya diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri mengekspor bijih nikel 1,7 ke bawah. Selama ini, bijih nikel 1,7 ke bawah tidak bisa dimanfaatkan oleh perusahaan smelter dalam negeri,” terang Andre

Selama ini, smelter yang ada di Indonesia mengkonsumsi bijih nikel kadar tinggi, yakni kadar 2,0. Akan tetapi, perusahaan BUMN yang seharusnya diberi kesempatan mengembangkan justru dihambat oleh pihak pemerintah sendiri. Dalam hal ini Ketum Asosiasi Smelter Indonesia R Sukhyar yang juga staf ahli Kementerian Perindustrian dan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan.

“Pak Presiden, kenapa Sukhyar dan Putu menghalangi perusahaan BUMN mendapatkan kesempatan melakukan ekspor bijih nikel kadar rendah yang notabene tidak bisa dipergunakan smelter dalam negeri,” ucap Andre.

Disampaikan, dengan terbuangnya bijih nikel kadar rendah sama saja menghilangkan potensi pendapatan negara. Sekarang potensi itu dimanfaatkan luar biasa oleh Pemerintah Filiphina dengan menjual bijih nikel kadar rendah 50 USD per ton. Seandainya PT Antam diberikan kesempatan mengekspor 20 juta ton per tahun yang tidak bisa diserap smelter dalam negeri dan jumlah itu dikalikan 50 USD per ton sama dengan 1 miliar USD.

Angka yang disebutnya cukup besar dihasilkan Antam per tahun jika diberikan kesempatan mengekspor bijih nikel kadar rendah. Apabila dikenakan biaya keluar (ekspor) 10 USD per ton maka pemasukan negara bisa mencapai 200 juta USD per tahun. Paling tidak, perusahaan BUMN itu jika diberikan kesempatan melakukan ekspor, dalam lima tahun bisa membangun lima smelter tanpa harus disuntik dana melalui penyertaan modal negara (PMN).

Belum lagi daerah lokasi kekayaan alam ikut berkembang dan ribuan tenaga kerja terserap serta mendapatkan manfaat dari Antam. Selain itu bisa menjadi stimulus ekonomi pasca tax amnesty yang berakhir pada April 2017 nanti. Karenanya sangat disayangkan jika pejabat pemerintah malah menghalangi kebijakan pro rakyat, kebijakan pro NKRI dan menguntungkan rakyat Indonesia.

Ditambahkan Andre, ada dua pihak yang takut jika Antam diberikan kesempatan ekspor. Pertama investor dari Tiongkok, mereka ingin mengendalikan bijih nikel Indonesia tetap rendah yang pada gilirannya menyebabkan ratusan tambang nikel gulung tikar. Kedua yakni Filiphina yang tidak menginginkan Antam mengekspor bijih nikel kadar rendah. Karena dengan begitu mereka akan mendapatkan terus mendapatkan keuntungan.

Ia lantas menyingung pula Kebijakan Menteri BUMN Rini Soemarno yang turut melarang Antam untuk mengekpsor bijih nikel kadar rendah. Kebijakan yang bertentangan dengan gagasan besar Trisakti dan penjabarannya dalam Nawa Cita.

“Saya akhirnya memahami kenapa Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri begitu ‘memusuhi’ Rini Soemarno. Sebab ternyata kebijakannya cenderung membela kepentingan asing daripada membela kepentingan negara sendiri,” urainya.

Begitu halnya pernyataan Ketum Gerindra Prabowo Subianto mengenai kebocoran-kebocoran sumber-sumber daya alam yang merupakan kekayaan negara. Sebagai anak bangsa, Andre meminta agar Presiden bisa memberikan putusan terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.

“Seandainya meragukan pendapat saya, mungkin Bapak bisa memanggil ESDM untuk mendapatkan informasi yang utuh. Sudah saatnya SDM dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa sendiri, untuk kesejahteraan rakyat. Investor asing boleh masuk tapi jangan sampai mengatur dan merugikan kedaulatan kita,” pungkasnya.[Soemitro]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid