Jakarta, Aktual.com — Penetapan tersangka terhadap Yulian Paonganan, oleh pihak kepolisian atas saran ahli bahasa yang menyebut kata ‘lonte’ masuk dalam kategori pornografi, dipertanyakan. Pasalnya, beberapa pakar hukum menyebut lonte tidak masuk dalam kategori pornografi.

Ahli bahasa dari Universitas Tadulako Palu, Prof Hanafie Sulaiman menyebut secara tegas lonte bukan masuk kategori pornografi. Ia menuturkan kata lonte dalam hestek #PapaDoyanLonte tidak ada unsur pornografi.

Seperti dalam penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lonte itu adalah perempuan jalang, tuna susila dan pelacur. Sementara pronografi itu adalah tingkah laku secara erotik dalam gambar atau, dan tulisan yang cendrung membangkitkan nafsu birahi.

“Jadi lonte dengan pornografi itu tidak ada kaitannya. Kata lonte itu kalau saya sebutnya Animate sementara pronografi itu adalah Niranimate,” tegasnya kepada wartawan, Minggu (28/2).

Lantas, ahli bahasa mana yang digunakan oleh pihak kepolisian sehingga bisa memberikan masukan jika Lonte adalah pornografi.

Hal ini dipertanyakan oleh aktivis sosial, Anca Adhitya. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh polisi yang menyebut lonte masuk dalam kategori pornografi sesuai saran ahli bahasa jelas melanggar dunia akademik. Sebab, para profesor, baik itu hukum maupun bahasa, jelas menyebut lonte tidak masuk kategori porno.

“Pakar bahasa dari kampus mana polisi ambil untuk dimintai masukan agar bisa menjerat Ongen dengan pelanggaran pasal pornografi? Ini jelas bertentangan dengan dunia akademik yang dinilai punya aturan baku mengenai pengertian bahasa,” ujar Anca.

Anca menambahkan jika para pakar menyebut hashtag Ongen tidak melanggar pornografi, kenapa juga polisi harus menahan Ongen berlama-lama.

“Ada motif apa polisi menahan orang yang kata pakar tidak melanggar sesuai tuduhan polisi, darimana mereka mengambil dasarnya,” tandas Anca.

Sebelumnya, Pengacara Ongen Prof Yusril Ihza Mahendra dan pakar hukum Zainudin Ali juga kompak, jika Ongen tidak melanggar UU Pornografi atas hashtagnya di twitter. Menurut mereka, kasus ini sangat jelas ada intervensi dari kekuasaan.

“Saya melihat aneh kasus ini, karena tidak ada unsur yang dilanggar. Kalaupun harus tersangkut hukum, masuknya adalah pasal penghinaan dan yang merasa dihina harus mengadu dan bersiap menjadi saksi,” kata Yusril.

Artikel ini ditulis oleh: