Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum di Indonesia pada Kamis (29/9) mendukung inisiatif Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD untuk memimpin reformasi hukum menyusul penangkapan Hakim Agung Sudrajat Dimyati.

Penangkapan Sudrajat Dimyati pekan lalu dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memicu kritik tentang maraknya praktik korupsi di lembaga penegak hukum.

Suparman Marzuki, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung di Mahkamah Agung (MA), mengatakan langkah pertama untuk melakukan reformasi peradilan adalah pembenahan staf administratif dari tingkat pengadilan negeri hingga MA.

Menurut Suparman, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, staf pendukung administrasi di semua tingkatan peradilan sering sekali menjadi pintu masuk suap.

“Staf administratif bisa secara aktif maupun tidak aktif menghubungi pengacara maupun prinsipal (pihak yang berperkara) dan menjadi suap,” ujar Suparman kepada BenarNews, Kamis, menambahkan staf administratif juga melakukan pungutan liar antara lain untuk mengatur tata cara sidang, lokasi serta jadwal sidang hingga cepat atau lambatnya putusan.

Suparman menambahkan sejak lama MA menjanjikan melakukan rotasi total para aparatur sipil negara di lingkungan mereka, namun tidak pernah dijalankan.

Sedangkan harmonisasi aturan kehakiman dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Kekuasaan seperti Kehakiman, UU Peradilan Umum, UU MA, dan UU KY, kata dia.

“Fokusnya adalah merombak seleksi dan aturan hakim sebagai pejabat publik,” kata Suparman, menambahkan bahwa seleksi hakim seharusnya menjadi kewenangan KY, demikian juga promosi, mutase, hingga sanksi.

“Dalam seleksi hakim itu harusnya MA hanya sebagai user. Mereka fokus saja ngurus sidang. Tinggal diatur syarat-syaratnya,” tegasnya.

Menurut dia, kewenangan KY dalam pengawasan hakim sangat lemah, padahal kemunculan lembaga ini dilandasi semangat untuk membangun lembaga pengawas eksternal yang kuat.

“KY hanya berwenang memberikan rekomendasi pada hakim melakukan pelanggaran. Sifat rekomendasi itu tidak mengikat, bahkan cenderung diabaikan oleh MA,” ujarnya.

Perintah presiden

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD mengonfirmasi bahwa Presiden Jokowi memintanya untuk melakukan reformasi hukum, khususnya di lembaga peradilan.

“Selama ini Presiden Jokowi, seperti halnya rakyat, merasa kecewa karena upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi banyak gembos setelah masuk MA,” ujar Mahfud dalam video yang dipublikasi dalam akun media sosialnya Rabu (28/9).

“Pemerintah sudah bekerja keras untuk membawa satu kasus ke pengadilan. Menang di pengadilan pertama, kemudian kalah di pengadilan tingkat kedua, kalah lagi di MA,” ujar dia.

“Kadang kala koruptor dibebaskan di MA, kadang dikorting hukumannya dengan diskon yang sangat besar,” lanjut dia.

Sudrajat Dimyati adalah hakim agung pertama dalam sejarah yang tertangkap tangan karena kasus korupsi. Namun kasus korupsi di lembaga peradilan bukan barang baru, sudah puluhan hakim di tingkat pertama, banding dan pengadilan ad-hoc pernah terjerat kasus suap.

Selain hakim di pengadilan umum, dua orang mantan hakim konstitusi yaitu Akil Mochtar dan Patrialis Akbar juga terjerat masalah korupsi.

“Saya akan segera melakukan koordinasi untuk menemukan formula yang melakukan reformasi hukum. Karena tidak bisa sembarangan membuat aturan padahal itu ada di ranah yudikatif. Seperti halnya kita tidak bisa sembarang masuk ke ranah legislatif, karena itulah konstitusi kita,” ujar Mahfud.

Bersih-bersih pengadilan

Mantan hakim agung Gayus Lumbuun mengusulkan agar Presiden membentuk tim untuk mengevaluasi para pimpinan pengadilan, dari tingkat pertama hingga MA, terutama di daerah-daerah yang rawan.

Pemeriksaan para hakim bisa dilakukan dengan data-data dari KPK maupun KY, kata Gayus.

“Ada sekitar 700 orang hakim yang menjadi ketua maupun wakil ketua di pengadilan. Itu dievaluasi dulu. Jika bagus dipertahankan, yang jelek dibuang,” ujar dia.

Evaluasi oleh presiden menurut dia tidak melanggar doktrin independensi lembaga peradilan, karena presiden juga yang mengangkat hakim.

“Jadi yang tidak boleh ikut campur tangan adalah ketika hakim mengadili perkara. Tapi lembaganya, unsur-unsurnya bisa dibenahi oleh presiden, “ujar Gayus.

Tim ini adalah upaya untuk membersihkan pengadilan dari orang-orang yang mempunyai potensi melakukan tindak pidana korupsi.

“Kalau kita ingin punya ember bersih kita harus buang dulu yang kotor, agar ember kita berisi air bersih,” ujar Gayus.

Anggota DPR Nasir Djamil mengatakan pengawasan hakim masih sulit dilakukan karena kebobrokan di dalam lembaga itu terstuktur.

“Pembusukan di lembaga peradilan bisa dihindari jika pengawasan melekat pimpinan ke bawahannya berjalan efektif dan substantif,” ujar dia kepada BenarNews.

Menurut Nasir, penetapan tersangka Hakim Agung Sudrajad Dimyati oleh KPK terkait dugaan suap pengurusan perkara sudah menjadi peringatan bahaya.

“Ini menunjukkan bahwa uang masih menjadi alat tukar ketukan palu hakim. Kalau di level Hakim Agung begitu, maka bagaimana potret transaksional putusan pengadilan di bawahnya?” tanyanya.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Supardji Ahmad mengatakan reformasi hukum harus dimulai dari aparatur penegak hukum.

Dari mulai rekrutmen, pendidikan, promosi, mutasi, pengawasan, serta ketegasan sanksi jika ada pelanggaran.

“Transparansi penyelesaian perkara juga harus ditingkatkan,” kata Supardji kepada BenarNews.

Pengajar fakultas hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan Ketua MA mempunyai tanggungjawabi sepenuhnya untuk mendisiplinkan hakim dan aparat peradilan yang melanggar aturan.

Lembaga lain yang bertanggungjawab adalah KY yang dibentuk untuk mengawasi kerja hakim dan mempersiapkan rekrutmen hakim agung.

“Mafia peradilan yang menyangkut Hakim Agung menjadi tanggung jawab KY, karena belum bekerjanya secara maksimal sistem pengawasan dan rekrutmen. Seharusnya KY melakukan pengawasan sistemis yang berkelanjutan,” paparnya.