“Jangan sampai menjadi pemain yang memonopoli sampai pada tingkat tertentu merusak bisnis yang sudah mapan dan menciptakan pengangguran baru,” kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Misalnya, banyaknya barang black market (BM) yang dijual di “marketplace” (aplikasi atau situs web yang memberi fasilitas jual beli online) tanah air. Modal yang banyak itu membuat sistem aplikasi menjadi mudah. Namun, hal ini dimanfaatkan untuk menjual barang BM yang notabene selundupan.

Dalam jangka menengah, menurut dia, tentu membunuh industri dan investor yang sudah masuk. Misalnya, “smartphone’, banyak sekali barang BM, baik bekas maupun baru.

“Jelas konsumen juga rugi karena tidak ada perlindungan terkait dengan garansi kualitas barang,” kata Pratama.

Menyinggung kembali soal “startup unicorn”, Pratama menjelaskan bahwa umumnya sebuah “startup” akan disebut “unicorn” saat mendapatkan investor dengan nilai 1 miliar dolar AS atau lebih.

Artikel ini ditulis oleh: