Jakarta, Aktual.com – Bandara Internasional Yogyakarta Baru, atau yang lebih dikenal sebagai New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulonprogo, menjadi pembangunan yang dinantikan oleh sebagian besar masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Bagaimana tidak, megaproyek yang dibangun di atas lahan seluas 587,3 hektare ini disebut-sebut akan menjadi salah satu bandara terbesar dan termegah di tanah air.

Namun, tampaknya pembangunan NYIA akan sedikit terganggu lantaran terdapat beberapa orang yang mengalami ketidakadilan dalam proses ganti rugi lahan bandara tersebut.

Adalah Suwarsih dan adik-adiknya yang merasa terganggu dan telah melaporkan sejumlah pihak ke Bareskrim Polri. Sejumlah pihak yang dilaporkan antara lain adalah Wakil Gubernur DIY Paku Alam X, Kepala Pengadilan Negeri Wates dan Koes Siti Marlia.

Kuasa hukum Suwarsih, Petrus Selestinus mengungkapkan, Koes Siti Marlia dianggap telah bersekongkol dengan Paku Alam X untuk mengklaim dirinya sebagai pihak penerima ganti rugi lahan yang dimiliki oleh Pembayun Waluyo. Suwarsih dan adik-adiknya merupakan ahli waris dari lahan itu.

Bersama Paku Alam X, kata Petrus, Koes Siti Marlia diduga dengan menggunakan data palsu dengan cara menggelapkan asal-usul ahli waris dam pemilikan tanah yang sebenarnya.

“Koes Siti Marlia dkk dan Pali Alam X yang mengaku-ngaku sebagai pemilik yang berhak menerima uang ganti rugi itu, padahal dia bukan pilik tanah,” kata Petrus dalam keterangan tertulisnya.

Nama-nama di atas telah dilaporkan Petrus ke Bareskrim Polri pada Senin (20/8) lalu.

Menurut Petrus, terdapat uang sebesar Rp 700 miliar sebagai ganti rugi atas pembebasan lahan itu dikonsinyasi oleh pihak Angkasa Pura di Pengadilan Negeri Wates, karena adanya sengketa pemilikan tanah antara Suwarsi dkk. melawan Paku Alam X dan PT. Angkasa Pura di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Namun yang mengherankan adalah, pada saat perkara pemilikan tanah masih berlangsung di Pengadilan, uang ganti rugi yang dikonsinyasi ini justru telah dicairkan dan diserahkan oleh PN Wates kepada Paku Alam X pada 5 Juni 2018.

Padahal, kasus ini masih berjalan dan saat ini tengah memasuki tingkat banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

“Uang konsinyasi itu sejarusnya tidak boleh dicairkan oleh siapapun, kecuali atas Penetapan Ketua Pemgadilan Negeri Wates,” jelas Petrus.

Karena itu, Petrus menyatakan akan membongkar konspirasi jahat antara Ketua Pengadilan Negeri Wates, Paku Alam X dan Pimpinan Angkasa Pura, karena tidak sabar menunggu putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap dan tidak menghargai proses hukum dam tidak memghormati Peraturan Presiden, lantas serta merta mereka sudah memcairkan dan membahi-nahi uang dan menyerahkan kepada yang tidak berhak.

Petrus pun menyayangkan sikap Ketua Pengadilan Negeri Wates, karena telah mencairkan uang konsinyasi secara prematur, melanggar hukum dan di luar wewenang Ketua Pengadilan Negeri Wates dan meminta agar Ketua Mahkamah Agung memecat Ketua PN. Wates.

“Paku Alam X, Angkasa Pura dan Ketua PN Wates segera kembalikan uang Rp 701 miliar tersebut ke dalam Rekening Bendahara Pengadilan Negeri Wates, dalam status konsinyasi dalam waktu 7 kali 24 jam, jika tidak maka akan diperkarakan termasuk dilaporkan ke KPK dan instansi penegak hukum lainnya,” tegasnya

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan